Berbuka bersama dengan kader partainya serta media massa, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan penghargaan, kritik dan saran terhadap pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla terkait dengan situasi nasional terkini. Ada 7 poin masukan yang disampaikan SBY dalam acara yang digelar di kediamannya, di kawasan Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Jumat (10/06) malam.
"Partai Demokrat mencatat sejumlah isu penting yang malam ini akan kami soroti secara jernih, terbuka dan obyektif. Untuk kepentingan semua, kami memberanikan diri untuk menyampaikan kritik, koreksi sekaligus solusi yang kami sarankan," ujar SBY.
Pada kesempatan dan suasana yang baik ini, izinkan kami, Partai Demokrat, menyampaikan sebuah refleksi, berkaitan dengan Situasi Kehidupan Nasional Saat Ini.
SBY mengatakan, refleksi ini disampaikan sebagai wujud kepedulian, kecintaan dan tanggung jawab sebagai institusi yang diwajibkan untuk memahami perasaan dan aspirasi rakyat, dan bahkan kemudian ikut mewujudkan harapan dan aspirasi rakyat itu.
"Jika dalam refleksi ini kami menyampaikan pengamatan, koreksi dan saran, hakikatnya hal-hal itu tertuju untuk kita semua. Dari kita untuk kita. Demikianlah ruh dan esensi demokrasi dan kehidupan bernegara yang kami pahami."
SBY mengatakan, mengamati dan mencermati perkembangan kehidupan bangsa satu tahun terakhir ini, Partai Demokrat mencatat sejumlah isu penting yang malam ini akan kami soroti secara jernih, terbuka dan obyektif.
"Untuk kepentingan semua, kami memberanikan diri untuk menyampaikan kritik, koreksi sekaligus solusi yang kami sarankan. Secara ikhlas dan jujur kami juga akan menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada negara, pemerintah termasuk Presiden, atas prestasi dan kebaikan yang dikontribusikan kepada bangsa dan negara kita," ujar SBY.
SBY menyebut, partainya mencermati 7 isu penting, yaitu: Situasi perekonomian kita saat ini; Kondisi kehidupan masyarakat dari aspek sosial dan ekonomi; Wajah keadilan dan penegakan hukum kita; Kedaulatan partai politik dan isu intervensi kekuasaan; TNI dan Polri dalam kehidupan bernegara dan pelaksanaan tugas pokoknya; Isu tentang gerakan komunis di Indonesia dan potensi terjadinya konflik horisontal dan Peran pers dalam kehidupan demokrasi dan pembangunan bangsa.
SBY menambahkan, sebelum menuju ke situ, Partai Demokrat ingin menyampaikan hal-hal positif yang ada dalam kehidupan nasional kita, termasuk penghargaan kepada negara dan pemerintah atas prestasi yang diraih itu.
"Partai Demokrat mencatat sejumlah prestasi dan kemajuan satu tahun terakhir ini. Kemajuan ini kami kaitkan dengan pengamatan dan rekomendasi resmi Partai Demokrat yang 3 kali disampaikan ~ pertama, rekomendasi Surabaya bulan Mei 2015 pasca Kongres Partai Demokrat, kedua rekomendasi Jakarta bulan Oktober 2015 dalam bentuk Evaluasi Satu Tahun Pemerintahan Presiden Jokowi dan ketiga, rekomendasi Surabaya bulan Maret 2016 di akhir muhibah Partai Demokrat di Pulau Jawa," ujar SBY.
Selengkapnya kemajuan dan prestasi yang Partai Demokrat catat adalah: Keamanan dalam negeri, termasuk keamanan publik terjaga baik. Meskipun ada serangan teroris di Jakarta, serta terjadinya insiden keamanan di Aceh dan Papua, tetapi secara nasional dan secara umum keamanan dalam negeri kita terpelihara dengan baik.
"Stabilitas politik pada tingkat nasional juga terjaga baik. Secara politik tidak ada gangguan yang berarti terhadap Presiden dan Pemerintah dalam menjalankan tugas-tugasnya. Kondisi seperti ini diperlukan, agar tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya."
SBY menambahkan, meskipun keadaan ekonomi nasional belum menggembirakan, namun survey terbaru menunjukkan angka pengangguran terbuka kita berkurang, alias membaik. "Di tengah lesunya sektor riil dan lemahnya daya beli masyarakat, berkurangnya pengangguran ini tentu memiliki dampak positif," ujar SBY.
Kemajuan lainnya, menurut SBY, kabinet semakin kompak dan makin bisa menahan diri dari pertengkaran di depan umum. "Hal ini baik, karena dengan kabinet yang kompak saja tak selalu mudah untuk bersinergi dan berkoordinasi, apalagi jika tidak kompak."
SBY menambahkan, pantauan partainya, Presiden Jokowi tidak lagi obral dengan janji-janji baru beliau, terutama yang membawa konsekwensi pada keuangan negara dan APBN. "Kami menduga, beliau sungguh menyadari bahwa di tengah perekonomian yang melambat saat ini ruang fiskal kita semakin sempit, dan menjalankan pemerintahan memang tidak mudah," ujar SBY.
Selanjutnya, SBY mengulas 7 isu terkini serta saran dari Demokrat. Pertama tentang situasi perekonomian kita saat ini.
"Harus kita sadari, ekonomi kita masih lemah dan memiliki sejumlah masalah. Implikasi dari pertumbuhan rendah ini juga berpengaruh negatif, antara lain pada pendapatan dan daya beli rakyat, pada penerimaan negara dan kesehatan fiskal dan pada menurunnya permintaan yang akhirnya memukul sektor riil kita. Ketika ekonomi Indonesia melemah, perekonomian dunia dan kawasan juga memiliki pelemahan pertumbuhan."
Artinya, tambah SBY, pemerintah harus sangat serius dan tepat di dalam mengelola perekonomian kita. Kalau tidak, harapan ekonomi tahun 2016 ini lebih baik dari ekonomi tahun 2015 akan sirna. Dan, jika ada shock (krisis) baru pada tingkat dunia dan kawasan, ekonomi kita benar-benar dalam keadaan bahaya.
SBY mengatakan Partai Demokrat melihat ada persoalan besar dalam APBN kita di tahun 2016 ini. Jika tidak segera diatasi dan dicarikan solusinya, sangat bisa kita mengalami gagal fiskal.
"Cegah defisit yang melebihi batasannya agar secara makro ekonomi kita tidak divonis sebagai tidak sehat, apalagi sakit. Hati-hati pula dalam menutup defisit. Jalan mudah dan pintas dengan cara menambah utang baru bukanlah solusi yang baik," saran SBY.
Apalagi, tambah dia, dalam waktu kurang dari 2 tahun ini, rasio utang terhadap PDB (debt-to-GDP ratio) meningkat relatif tajam. Menghitung penerimaan negara dengan memasukkan perolehan dari pengampunan pajak juga sebuah asumsi yang rapuh.
"Pemotongan anggaran, sepanjang jumlahnya tepat dan bukan pada sektor yang akan membawa dampak negatif pada kehidupan rakyat adalah sebuah alternatif yang bisa dilakukan," sebutnya.
SBY mengatakan, dalam situasi ekonomi yang lemah dan APBN yang tertekan, pemerintah harus bijak dan tepat dalam mengalokasikan anggaran untuk infrastruktur dan untuk mengurangi kemiskinan. "Infrastruktur amat penting, itulah sebabnya pemerintahan yang saya pimpin juga melakukan peningkatan jumlah infrastruktur di seluruh tanah air. Secara pribadi saya mengucapkan terima kasih kepada Presiden Jokowi yang berkenan melanjutkan proyek-proyek infrastruktur dan bahkan sebagian telah diresmikan 1,5 tahun terakhir ini."
SBY menyebut, mengingat situasi fiskal dan APBN Indonesia yang tidak baik saat ini, Partai Demokrat berharap pemerintah lebih terbuka, lebih transparan dan lebih menjelaskan lagi kepada rakyat Indonesia tentang keadaan yang sesungguhnya. "Fraksi Partai Demokrat di DPR RI sangat siap untuk bersama-sama pemerintah mencari solusi atas APBN yang mengalami tekanan serius ini. Partai Demokrat tidak ingin Indonesia mengalami gagal fiskal," ujar SBY.
Isu kedua adalah tentang kondisi sosial-ekonomi rakyat, terutama kalangan bawah, atas lemahnya perekomian saat ini.
SBY menyebut, dari apa yang kita lihat di kalangan masyarakat, kelompok ekonomi lemah saat ini memang memiliki kesulitan dalam mencukup kebutuhan sehari-harinya, karena daya beli yang menurun. Secara statistik, terjadi penurunan pendapatan per orang dari tahun 2014 ke tahun 2015 yang lalu sebesar Rp 2.150.000. Tahun 2016 ini bisa lebih rendah lagi.
Sementara, di lapangan tercermin juga menurun tajamnya pembelanjaan masyarakat (household consumption). Itulah sebabnya ketika terjadi lonjakan harga daging sapi dan gula, rakyat menjerit karena memang berat bagi mereka. Disamping lemahnya daya beli, meskipun angka pengangguran berkurang, mencari lapangan pekerjaan juga tidak mudah ketika perusahaan-perusahaan melakukan PHK dan tidak membuka lapangan kerja baru.
Partai Demokrat menilai langkah-langkah pemerintah untuk mengatasi gejolak harga kebutuhan pokok tersebut tepat adanya. Namun, sebaiknya upaya yang ditempuh tidak sebatas mengatasi meroketnya harga daging sapi dan gula pasir, tetapi lebih dalam lagi, meningkatkan daya beli rakyat antara lain melalui penciptaan lapangan pekerjaan yang baru di sektor riil. Jika penciptaan lapangan kerja menjadi tujuan (job creation), seyogyanya kebijakan pemerintah juga pro-penciptaan lapangan pekerjaan.
SBY menilai, memberikan beban yang berlebihan kepada perusahaan, termasuk menggenjot pajak di kala sektor riil sedang lemah, bukanlah solusi yang tepat. Dalam keadaan ekstrim, bantuan sosial kepada masyarakat diperlukan. "Ketika saya memimpin Indonesia dan beberapa kali ada tekanan atas daya beli rakyat, bantuan langsung tunai adalah solusi. Meskipun saya dikritik dan diserang bertubi-tubi, kenyataannya kebijakan itu sangat membantu rakyat tak mampu dalam keadaan susah," ujar Presiden RI ke 6 itu.
Khusus terkait kenaikan sejumlah komoditas pangan di bulan Ramadan, sebenarnya bisa diambil langkah-langkah yang proaktif, karena hukum ekonomi memang begitu adanya. "Catatan Partai Demokrat adalah setiap solusi dan kebijakan stabilisasi harga hendaknya rasional dan memahami hukum-hukum ekonomi agar langkah-langkah pemerintah tidak kontra-produktif dan tidak menjadi bahan pergunjingan masyarakat," ujar SBY.
SBY kemudian menyoroti isu keadilan dan penegakan hukum. Ia menyebut, rakyat akan bersuka cita dan merasa mendapatkan rasa keadilan jika penegakan hukum di negeri ini, termasuk pemberantasan korupsi, dilaksanakan secara tegas, adil, tidak pandang bulu dan transparan.
"Terus terang Partai Demokrat melihat bahwa ketegasan, keadilan, tindakan tidak tebang pilih dan bahkan transparansi ini nampak menurun. Rakyat melihat ada tangan-tangan tidak kentara (the invisible hand) yang membuat penegakan hukum kita nampak merosot," ujar SBY.
Ingat, tambah dia, para penegak hukum memiliki kedaulatan yang penuh. Hukum sebagai panglima dan bukan politik, atau kekuasaan. Mestinya para pemegang kekuasaan takut kepada KPK dan penegak hukum lainnya, takut dalam arti jangan sampai melakukan korupsi- dan bukan penegak hukum yang justru takut kepada kekuasaan.
SBT menambahkan, dalam dunia hukum, sebuah negara juga dinilai tingkat kepatuhannya terhadap putusan pengadilan, sebagai bagian dari kepastian hukum (legal certainty).
Jika negara dan pemerintah menginginkan rakyatnya patuh dan menjalankan putusan pengadilan, maka pemerintah juga harus demikian. "Justru pemerintah wajib menjadi contoh dan sekaligus memberi contoh. Putusan pengadilan hanya bisa digugurkan oleh putusan pengadilan yang lebih tinggi, bukan oleh kekuasaan," kritik SBY.
Ia menambahkan,pertanyaan besar muncul di kalangan masyarakat luas apakah penegak hukum saat ini masih seperti dulu? Salah dihukum, tidak salah bebas. Apakah jika pada masa pemerintahan SBY dulu semua penyimpangan dan kejahatan diproses dengan penuh semangat dan dalam suasana yang gegap gempita, apakah sekarang masih begitu?
"Tidakkah negaranya masih sama, Undang-Undangnya masih sama dan kelembagaan pemberantasan korupsinya pun juga masih sama? Tidakkah siapapun Presidennya, penegak hukum tetap menggunakan norma dan ukuran yang sama?," ujar SBY.
SBY mengatakan, rakyat masih ingat di era lalu ~ kesalahan dan kerugian negara sekecil apapun tidak ada yang lewat dari jerat hukum. Mengapa di depan mata rakyat sepertinya ada kasus-kasus besar, yang juga melibatkan uang yang jauh lebih besar tidak kelihatan proses penegakan hukumnya?
"Wahai para penegak hukum, saya pribadi dan Partai Demokrat tetap konsisten mendukung Bapak-Ibu untuk menunaikan dharma dan amanahnya untuk rakyat dan negeri tercinta. Jangan kecewakan dukungan kami, dukungan rakyat Indonesia," ujar SBY.
Isu yang keempat adalah tentang kedaulatan partai politik dan isu intervensi pemerintah. Dalam kehidupan demokrasi yang sehat, dan bukan dalam sistem otoritarian, partai politik memiliki kedaulatan dan kebebasan untuk menjalankan misi politiknya.
SBY mengatakan, setiap campur tangan terhadap urusan internal partai, apakah dari pemerintah, partai politik lain atau siapapun, akan menciderai demokrasi dan tatanan politik yang berkeadaban (civilized). Keras atau lunak sikap sebuah partai politik terhadap kekuasaan adalah hak dan kedaulatan partai itu. Semua wajib menghormatinya.
"Rakyat merasakan adanya tangan-tangan tak kentara yang mencampuri urusan internal sejumlah partai politik. Disamping merusak sendi-sendi demokrasi, tindakan demikian juga menciptakan ketidakadilan," ujar SBY.
Kita ingin menghadirkan kompetisi politik yang "fair" dan berdasarkan "fair play". Jika intervensi itu membuat sebuah partai menjadi lemah dan terpecah (devided) sehingga tidak lagi memiliki kemampuan untuk bersaing baik dalam Pilkada maupun Pemilu Nasional, hal demikian merupakan tindakan yang tercela.
Di sisi lain, tambah SBY, dalam demokrasi berlaku pula hukum "checks and balances". Artinya, sebuah "power" (kekuatan dan kekuasaan) haruslah diimbangi atau dikontrol oleh "power" yang lain. Kalau ini terjadi, akan tercegah penyalahgunaan kekuasaan oleh mereka yang kuat. "Dan, ingat, absolute power can corrupt absolutely. Artinya, jika kekuasaan menumpuk pada satu kubu maka kekuasaan itu mudah untuk disalahgunakan."
SBY mengajak semua pihak belajar dari pengalaman masa lalu Indonesia, serta pengalaman bangsa-bangsa lain, yang karena penguasa menjalankan kekuasaan absolut akhirnya harus dikoreksi oleh sejarah.
Selanjutnya, SBY menyoroti posisi TNI dan Polri dalam kehidupan nasional. Sejarah mencatat, menyadari kekeliruan yang terjadi di masa lalu, sejak tahun 1998 TNI dan Polri melaksanakan reformasi dan transformasi menuju ke peran dan fungsinya sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan negara, sebagaimana yang diamanahkan oleh konstitusi
"Pelibatan, campur tangan dan "ikut bermainnya" TNI & Polri dalam dunia politik kekuasaan harusnya sudah menjadi milik masa lalu, sudah masuk museum."
SBY menambahkan, mencermati perkembangan situasi akhir-akhir ini, Partai Demokrat mengingatkan agar para pemimpin di jajaran TNI dan Polri menjaga semangat reformasinya dan tidak lagi tergoda, atau mau ditarik-tarik ke wilayah politik praktis atau politik kekuasaan. "Saya, yang secara pribadi ikut menyusun cetak biru dan agenda reformasi TNI dan Polri, dan kemudian menjalankan dan mengawal-nya hingga selesai mengemban tugas sebagai Presiden 1,5 tahun yang lalu, ingin memberi semangat dan meneguhkan keluarga besar TNI dan Polri untuk berpegang teguh pada jiwa dan semangat reformasi," ujar SBY.
SBY menambahkan, Partai Demokrat juga mengamati akhir-akhir ini banyak aktivitas TNI yang dinilai keluar dari fungsi dan tugas pokoknya. Di samping mengemban tugas-tugas operasi militer untuk perang, memang TNI juga menjalankan tugas-tugas operasi militer selain perang. Tetapi, operasi militer selain perang pun ada aturan dan batasannya.
"Partai Demokrat berharap siapapun yang memegang kekuasaan, harap berhati-hati di dalam menggunakan dan menugaskan TNI. TNI setia dan patuh kepada negara, sesuai Sapta Marga dan Sumpah Prajurit, namun para atasan dan para pemegang kekuasaan lah yang harus sungguh memahami dalam hal apa TNI tidak tepat untuk digunakan," ujar SBY.
Yang berbahaya, tambah dia, adalah karena terlalu sering dan terlalu banyak unsur TNI menjalankan tugas yang diluar tugas pokoknya, profesionalitas, kemampuan dan kesiagaannya untuk bertempur dan berperang bisa menurun.
Selanjutnya SBY menyoroti isu gerakan komunisme di Indonesia dan potensi terjadinya konflik horizontal. "Mencermati perkembangan situasi di masyarakat luas, baik yang ada di media sosial maupun secara fisik di lapangan, Partai Demokrat cemas jika isu ini menjadi "bola liar" yang berujung pada terjadinya konflik bahkan benturan fisik secara horizontal," ujar SBY.
Oleh karena itu, tambah dia, disamping Partai Demokrat berharap agar pihak-pihak yang kini saling berhadapan bisa menahan diri, pemerintah tidak boleh pada posisi yang membiarkan. "Sikap Kepala Negara dan Pemerintah harus jelas, jangan menimbulkan kebingungan, spekulasi dan bahkan persepsi yang keliru."
Di Indonesia, juga di dunia, konflik yang disebabkan oleh perbedaan ideologi, agama dan etnis, bisa berubah menjadi malapetaka yang dahsyat. Sebenarnya, kita telah melampaui babak-babak kritis seperti itu di masa lampau.
SBY mengingatkan, janganlah karena kelalaian kita, ketidakmatangan di dalam mengambil sebuah inisiatif sekaligus kecerobohan dalam pengelolaan ketika ketegangan dan konflik ini makin membesar, akhirnya terjadi lagi konflik berdarah yang sungguh tidak kita inginkan.
"Saya ingin menyampaikan, dalam kapasitas saya sebagai mantan Presiden, bahwa di era pemerintahan yang saya pimpin juga ada prakarsa untuk menyelesaikan permasalahan masa lalu yang masih tersisa, termasuk peristiwa tahun 1965. Setelah bekerja selama 4 tahun, tanpa menimbulkan kehebohan ditingkat masyarakat, saya mengambil keputusan bahwa bangsa ini belum siap benar untuk menyelesaikan masa lalunya dengan baik," ujar SBY.
Ia menambahkan, yang namanya "rekonsiliasi dan kebenaran" jika itu dipilih sebagai model, tetap diperlukan kerangka, konsep dan desain yang sama-sama disepakati oleh semua pihak yang pernah terlibat dalam permusuhan. "Saya nilai kesepakatan itu belum terwujud. Jadi kita belum siap. Kalau dipaksakan justru berbahaya. Perlu dibangun dan didapatkan kesepakatan fundamental itu," saran SBY.
Ia menambahkan, yang berubah dari semangat rekonsiliasi dan "settlement" masa lalu, dulu dan yang sekarang adalah isunya digeser. "Dari konsep rekonsiliasi menjadi negara harus meminta maaf kepada Partai Komunis Indonesia. Dibangun opini bahwa TNI & Rakyat yang anti PKI lah yang bersalah, dan PKI tidak salah. Di sinilah permasalahannya."
SBY mengatakan, perebutan kekuasaan terhadap pemerintahan Presiden Soekarno yang syah dengan segala tindakan kekerasan yang menyertainya itu benar-benar ada. Keterlibatan PKI dan unsur lain itu juga nyata. Jadi bukan fiksi. Bahkan jika kudeta itu berhasil, maka gerakan pembersihan dari Dewan-Dewan Revolusi Daerah terhadap mereka yang anti PKI juga akan dilakukan di seluruh tanah air.
Karena kudeta gagal, maka yang memegang inisiatif adalah yang anti PKI. Dalam aksi komunal yang sifatnya horisontal sangat bisa terjadi ekses dan tindakan yang melebihi kepatutannya. Itulah yang terjadi. Ada hubungan sebab dan akibatnya.
"Oleh karena itu jika ingin dicarikan penyelesaian, format dan konsepnya harus benar. Dan yang penting semua pihak siap. Pemerintah tidak boleh gegabah untuk memaksakan sesuatu yang pemerintah sendiri belum siap," saran SBY.
SBY mengatakan, bangsa ini harus berhati-hati dan jangan gegabah dalam bertindak. Yang penting, anak keturunan mereka yang terlibat dalam perlawanan terhadap negara tidaklah boleh divonis sebagai ikut bersalah, dan mendapatkan perlakuan yang tidak adil. Sebenarnya, sekarang pun mereka sudah memiliki hak politik, ekonomi yang sama dengan yang lain. "Sebelum menemukan model dan solusi yang tepat, ini saja yang harus dijaga dan dipertahankan."
Isu yang terakhir, yang disoroti Demokrat adalah berkaitan dengan peran pers dan media masa dalam kehidupan politik dewasa ini.
Kita semua tahu pers adalah salah satu pilar demokrasi. Kita juga tahu pers memiliki peran penting dalam melakukan kontrol terhadap kekuasaan. Pers juga harus membuka diri secara adil, tidak berpihak dan secara berimbang memberitakan dan meliput suara dan pandangan masyarakat.
SBY mengatakan, jika ketiga hal itu tidak dilaksanakan, maka gugurlah jati diri dan fungsi pers sebagai penjaga nilai-nilai demokrasi, serta sebagai penegak kebenaran dan keadilan.
"Partai Demokrat, dan saya pribadi sebagai seorang pencinta demokrasi, tercengang melihat perubahan sangat dramatis dalam dunia pers dan media masa kita. Dulu, boleh dikata tiada hari tanpa kritik dan serangan pers, baik kepada pemerintah maupun saya pribadi."
Meskipun kritik dan serangan itu sering berlebihan disertai dengan sinisme yang tinggi, tetapi saya berterima kasih karena akhirnya kekuasaan yang saya miliki dikontrol secara ketat. Jika saya bisa bertahan selama 10 tahun, di tengah gencarnya serangan pers, pengamat, parlemen dan lawan-lawan politik, itu antara lain juga disumbang oleh peran pers yang kritis.
"Saya yakin, rakyat kita rindu terhadap pers yang peduli, kritis, adil dan berimbang, serta bertanggung jawab. Tidak harus sekeras dan seganas dulu ketika mengkritisi pemerintah dan saya sebagai Presiden, karena hal begitu sebenarnya tidak baik, tetapi absen dan nyaris diamnya pers justru membahayakan kita semua," ujar SBY yang kemudian mengutip tutur bijak yang mengatakan "janganlah kita selalu membenarkan yang kuat, tetapi perkuatlah kebenaran".
Diakhir refleksinya, SBY mengatakan, ia menyadari hampir pasti ada pihak-pihak yang tidak nyaman mendengarkan refleksi yang disampaikan Demokrat ini, namun demi kecintaan dan tanggung jawab Partai Demokrat guna memastikan perjalanan republik ini menuju ke arah yang benar, semua itu disampaikan secara terbuka dan apa adanya.
"Sikap politik Partai Demokrat tidak berubah. Kami mendukung Presiden Jokowi dan pemerintahannya untuk mengemban tugasnya sampai selesai. Kami akan tetap mendukung setiap keputusan, kebijakan dan tindakan pemerintah yang tepat dan sesuai aspirasi rakyat. Tetapi, kami juga akan tetap mengkritisi jika keputusan, kebijakan dan tindakan itu nyata-nyata tidak tepat, sekaligus mengajukan rekomendasi kami," ujar SBY.
Mencermati dinamika perkembangan politik terkini, antara lain migrasinya sejumlah partai politik ke kubu pemerintah, dan melemahnya kekuatan di kubu yang beroposisi, SBY mengatakan, Demokrat tetap konsisten bahwa kami tetap memilih berada di luar pemerintahan. "Posisi ini adalah pendirian kami, pilihan kami."
SBY mengatakan, dengan posisi ini Demokrat tidak memiliki hambatan psikiologis ketika harus menyampaikan sikap terhadap Presiden dan pemerintah baik ketika harus mendukung maupun ketika harus menentang.
"Saya mendoakan Presiden Jokowi dan pemerintah bisa mengatasi berbagai tantangan dan permasalahan dewasa ini dan juga sukses," tandas SBY.
© Copyright 2024, All Rights Reserved