Pengetatan syarat pengurangan masa hukuman (remisi) dan pembebasan bersyarat terpidana kasus korupsi yang dilakukan Kementerian Hukum dan HAM, diprotes keras oleh sejumlah kalangan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Bahkan, sejumlah politisi senayan itu menggagas wacana hak interpelasi DPR terhadap kebijakan tersebut. Manuver politik yang seperti itu dinilai hanya memperjuangkan kepentingan para koruptor.
Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada, Oce Madril mengingatkan tindakan para wakil rakyat yang berupaya menggunakan hak konstitusionalnya itu hanya menguntungkan para koruptor.
“Wakil rakyat jangan jadi pembela koruptor. Jangan hak konstitusional dijadikan alat untuk membela koruptor," ujar Oce, Jumat (09/12).
Dalam kacamata Oce, seharusnya kalangan DPR jsutru mendukung penghapusan remisi bagi koruptor. Bahkan, lebih dari itu, DPR harus memperjuangkan agar para koruptor dihukum lebih berat lagi.
“Interpelasi itu hak mempertanyakan sesuatu hal yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak. Nah, kalau memperjuangkan remisi untuk koruptor, dimana kepentingan rakyatnya. Jelas mereka hanya memperjuangkan kepentingan koruptor," ujar Oce.
Kata Oce, penghapusan remisi bagi koruptor sama sekali tidak melanggar HAM. Justru korupsi yang telah menghancurkan HAM dan merenggut hak hidup rakyat banyak. “Apanya yang melanggar HAM? Itu konsep HAM yang sesat. Justru seharusnya koruptor dihukum lebih berat," tegas dia.
Seperti diketahui, pasca rapat kerja Komisi III DPR dengan Menkumham Rabu lalu, mulai bergulir gagasan untuk mengajukan hak interpelasi atas kebijakan pemerintah mengetatkan remisi. Gagasan ini didukung oleh 28 orang legislator dari 7 fraksi DPR. Gerakan ini dimotori Partai Golkar dengan Azis Syamsudin dan Bambang Soesatyo sebagai motornya. Tiga fraksi lain yakni PKS, PAN dan PPP juga mendukungnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved