Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mememprediksi Amicus Curiae tidak akan mempengaruhi putusan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), sebab hanya sebagai bentuk penggiringan opini.
Para hakim MK diyakini sudah membuat keputusan tinggal membawanya dapat Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk difinalisasi.
Sebelumnya, munculnya sejumlah pihak yang ramai-ramai mengajukan diri sebagai Amicus Curiae atau sahabat pengadilan ke sidang Persengketaan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK). Amicus Curiae merupakan upaya untuk mempengaruhi putusan yang akan dibacakan.
“Saya melihatnya sebagai upaya terakhir untuk membentuk opini, mempengaruhi opini dari Mahkamah Konstitusi dari hakim-hakim Mahkamah Konstitusi, kalau bicara Mahkamah Konstitusi sebetulnya proses formalnya sudah selesai. Pada hari ini majelis hakim itu tinggal berdiskusilah tinggal rapat saja dan mungkin merenungkan pilihan-pilihan jawaban mereka atau keputusan mereka menghadapi tanggal 22 nanti,” kata Qodari dikutip dari kanal Youtube Cokro TV, Sabtu (20/4/2024).
Menurut Qodari, semua proses tahapan persidangan sudah selesai dijalani, biarkan para hakim MK mengambil keputusannya berdasarkan bukti dan fakta-fakta di persidangan, bukan dari opini publik yang sengaja masif dihembuskan.
Merujuk pada UU Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) tugas MK hanya berwenang mengadili perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).
“Jadi kalau kembali kepada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 sesungguhnya yang namanya MK itu memang fokus kepada hasil, karena itulah kemudian nama sidangnya itu PHPU permohonan hasil pemilihan umum begitu sengketa pemilihan hasil pemilihan umum,” kata Qodari.
Bahkan, kata Wodari, formatnya itu sudah format yang khusus mengenai hasil di mana di situ KPU angkanya berapa dan angka tandingan dari pihak yang memohon atau menggugat itu angkanya berapa.
Seharusnya, kata Qodari, pihak penggugat baik tim hukum dari nomor urut 01, Anies?"Muhaimin atau kubu 03, Ganjar?"Mahfud mengajukan perbandingan perbedaan suara dari yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan versi hitung real count masing-masing pemohon.
“Harusnya pihak 01 mengeluarkan angka misalnya angka kami bukan 24 tapi 40 misalnya, 02 misalnya bukan 58 tapi misalnya 48, sebaliknya 03 juga harus mengajukan angka misalnya 03 mengatakan bahwa kami angkanya 33 misalnya,” kata Qodari.
Qodari mengatakan, sebetulnya karena kubu 01 dan 03 tidak mengajukan angka-angka yang dipersoalkan maka seharusnya tidak diproses dalam pengadilan, namun MK punya kebijakan atau perspektif lain sehingga gugatan mereka tetap bergulir di MK.
Menurut Qodari, bila bicara angka-angka maka sebetulnya permohonan dari 01 dan 03 harusnya tidak diproses, tidak diterima oleh Mahkamah Konstitusi. Hal itu apabila mengikuti proses yang betul-betul formal.
Namun Mahkamah Konstitusi juga ada perspektif politiknya kalau ini tidak ditampung ini, tidak diproses sama sekali nanti akan menimbulkan atau akan menimbulkan keresahan dan menyebabkan masalah ini gantung.
“Kan nggak semua kasus yang masuk ke MK itu kan diterima kalau legal standingnya itu nggak memenuhi syarat atau duduk permasalahan itu bisa ditolak,” kata Qodari.
Sementara Amicus Curiae sudah dilakukan hakim MK dengan memanggil empat menteri untuk menjelaskan kebijakan yang dipersoalkan oleh para pemohon.
“Kalau menurut saya sih Amicus Curiae sebetulnya inisiatifnya sudah diambil oleh MK dengan memanggil para menteri-menteri itu ya minta dijelaskan mengenai proses pengambilan kebijakan mengenai anggaran, mengenai dana perlindungan sosial dan menurut saya itu salah satu bagian yang excellent dari proses pilpres,” kata Qodari.
“MK kali ini di mana seluruh masyarakat Indonesia menjadi tahu bagaimana perencanaan APBN itu dilakukan dan bagaimana yang namanya perlinsos itu ya kelihatan pos-posnya,” pungkas Qodari. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved