Perundingan tahap ketiga antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dengan kelompok separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) mulai hari ini (Selasa, 12/4) hingga tanggal 17 April berlangsung di Helsinki, Finlandia.
Perundingan tahap ketiga ini tetap akan difasilitasi oleh Crisis Management Initiative (CMI) di bawah pimpinan mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari. Perundingan pertama sejak pemberlakukan darurat militer di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) berlangsung 28-29 Januari. Perundingan kedua dimulai 21-22 Februari. Perundingan pertama dan kedua berlangsung di tempat yang sama, Helsinki.
Perundingan pertama dan kedua berakhir belum menghasilkan kesepakatan apapun. Namun, pada perundingan kedua ini, GAM mengisyaratkan melupakan tuntutan merdeka. Pemerintah RI masih tetap dengan tawaran pemberlakuan otonomi khusus.
Dalam perundingan ketiga ini, delegasi Indonesia diketuai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaludin telah berada di Helsinki. Hamid akan didampingi Menteri Negara Komunikasi dan Informasi Sofyan A Djalil, salah seorang deputi Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kesejahteraan Rakyat, Farid Husain, dan Menko Politik Hukum dan Keamanan Widodo AS sebagai supervisor.
"Aceh lon sayang (Aceh-ku sayang)" sebuah lagu cukup populer yang mengisahkan kepiluan dan penderitaan dialami masyarakat Aceh akibat konflik berkepanjangan antara Pemerintah dengan pihak Gerakan Separatis Aceh (GSA).
Para ulama di Aceh menilai, konflik bersenjata dan bencana alam gempa bumi dan tsunami tahun lalu itu merupakan peringatan keras dari Allah SWT, agar bangsa Indonesia (RI-GSA) segera bertaubat untuk mengakhiri perselisihan yang telah membawa rakyat tercapik-cabik dan merengangnya ukhwah Islamiyah sesama umat Islam.
"Konflik telah berdampak penderitaan berkepanjangan bagi masyarakat Aceh, banyak orang mati karena fitnah akibat ambisi politik dan nafsu angkara. Oleh karenaya salah satu penyebab terjadinya bencana dahsyat itu akibat terputusnya tali silaturahmi sesama umat, termasuk antara kelompok GAM/GSA dan Pemerintah," kata Teungku Raja, seorang pemuka agama Islam di Aceh Besar.
Untuk itu, dapat dipahami pemikiran para Ulama se Provinsi NAD yang menyatakan mendukung sepenuhnya proses perundingan damai antara Pemerintah Indonesia dengan pihak GSA) yang akan berlangsung di Helsinki, Finlandia, Selasa (12/4).
"Kami ulama Aceh mendukung proses perundingan antara RI-GAM di Helsinki dan bersedia terlibat didalam mencari jalan keluar yang terbaik dalam rangka membangun Aceh Baru yang aman-damai, adil dan bermartabat," kata Ketua Umum Rabithah Thaliban Aceh, Tgk. Faisal Ali.
Dukungan tersebut merupakan salah satu hasil silaturahmi dan musyawarah ulama se-Provinsi NAD yang berlangsung selama dua hari sejak 8 April 2005 di Kampus Universitas Syaiah Kuala (Unsyiah), Darussalam Banda Aceh.
Lebih lanjut, Tgk. Faisal Ali menyatakan, ulama Aceh akan menerima hasil perundingan tersebut, demi kedamaian masyarakat Aceh. Ia juga berharap agar perundingan tersebut bisa menghasilkan kedamaian, sehingga dibutuhkan adanya rasa saling ikhlas dari kedua belah pihak yang bertikai.
"Kepada pihak-pihak yang terlibat dalam proses perundingan, kami sangat berharap untuk mengedepankan rasa keikhlasan dan mengutamakan kepentingan masyarakat yang telah cukup lama menderita akibat konflik politik di Aceh," ujarnya.
Rasa pesimis dan optimis itu sudah merupakan yang wajar, namun dibalik semua itu masyarakat Aceh yang sedang berada dalam situasi darurat karena konflik dan bencana berharap masalah Aceh bisa segera diselesaikan dengan baik untuk menuju Aceh baru pasca bencana alam.
© Copyright 2024, All Rights Reserved