Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tampaknya mulai tak sabar melihat perdebatan publik soal Internal Security Act (ISA). Menteri bernemapilan kalem ini, mendesak masyarakat untuk menghentikan perdebatan mengenai Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri (Internal Security Act/ISA) dalam menanggulangi aksi terorisme yang pernah dilontarkan Menhan Matori Abdul Djalil. Pemerintah tidak bermaksud mengkopi ISA yang diterapkan oleh Pemerintah Singapura dan Malaysia.
"Kita pisahkan dulu bayang-bayang (ISA) Singapura dan Malaysia. Masukkan ke laci, kunci. Kita bicara jernih, yang kita perlukan adalah undang-undang sendiri, perangkat hukum sendiri yang lebih efektif dalam menangani terorisme," kata Yudhoyono kepada wartawan di Kantor Kementerian Polkam, Jakarta, Rabu (13/8) siang.
SBY menegaskan, pemerintah membutuhkan sebuah perangkat undang-undang yang bisa melakukan pencegahan dan pemberantasan terorisme secara lebih efektif. "Sampai saat ini yang jadi pikiran utama pemerintah lebih pada revisi undang-undang yang sudah ada yaitu Undang-Undang No 15 tahun 2003 (tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme). Terutama kita akan menelaah lebih dalam lagi apakah undang-undang itu cukup atau tidak untuk kita melakukan pencegahan yang efektif, deteksi dini, operasi intelijen, operasi kepolisian, sehingga kita bisa lebih banyak mencegah dibandingkan harus menunggu sebagaimana yang terjadi pada bulan-bulan terakhir ini," paparnya.
Dia menekankan sekali lagi, tidak ada pikiran dari pemerintah untuk menjiplak ISA-nya Singapura dan Malaysia. "Pemerintah tidak sebodoh itu. Kondisinya berbeda, substansinya berbeda. Kerangka waktu, kerangka isi berbeda benar dengan persoalan dan permasalahan kita saat ini," tegasnya.
Untuk itu, Menko Polkam mengingatkan agar semua pihak memandang masalah ini dengan jernih, yaitu bahwa diperlukan sebuah perangkat undang-undang selain tindakan kebijakan dan sistem untuk mencegah dan memberantas terorisme.
Dia juga menandaskan bahwa undang-undang yang tengah dipikirkan pemerintah tidak akan mengabaikan demokrasi dan HAM. "Kalau ada satu-dua pihak yang khawatir, jangan-jangan nanti dengan undang-undang terorisme yang baru, kita ditangkap atau ditahan. Saya yakin bahwa masyarakat Indonesia yang jumlahnya 200 juta mungkin lebih takut kena bom teroris dibandingkan mau ditangkap oleh polisi," ungkapnya.
"Jangan buruk sangka ini dilarikan ke politik. Pasti nanti pemerintah semena-mena menahan seseorang. Kita ini negara demokrasi, negara hukum. Apa iya, tidak ada alasan yang cukup, tidak ada bukti yang cukup, tidak ada kaitannya dengan terorisme, tiba-tiba ditangkap. Saya kira itu pikiran yang tidak jernih," tambahnya.
ISA yang diterapkan Pemerintah Singapura dan Malaysia, kata SBY, selain mencakup masalah hukum dan keamanan, juga mencakup masalah politik. Sementara ia menjamin, undang-undang terorisme yang tengah dipikirkan untuk direvisi oleh pemerintah hanya mengatur masalah hukum dan keamanan. "Politik free, silahkan publik mengawasi. Silahkan LSM mengawasi, aktivis HAM mengawasi, apakah pemerintah semudah itu menangkap dan menahan orang dalam melakukan langkah-langkah preventif dan pre-emtive.
Berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan terorisme, SBY menjelaskan, ada tiga kemungkinan dipikirkan pemerintah. Pertama, merevisi UU No 15 Tahun 2003. Kedua, tidak merevisi UU tersebut, tapi menyempurnakan penjabaran dan implementasi di lapangan secara nasional. Ketiga, membentuk sebuah undang-undang keamanan dalam negeri yang lebih tajam, meluas, tidak hanya menyangkut masalah terorisme, tapi mengelola masalah keamanan dalam negeri.
Namun pemerintah, sambung Yudhoyono, cenderung berpandangan untuk merevisi UU No 15 Tahun 2003 terutama menyangkut masalah kewenangan yang dinilai pemerintah belum cukup untuk melakukan langkah-langkah pencegahan.
"Yang harus kita lihat kembali adalah sebuah kewenangan, sebuah otoritas, sebuah ruang untuk melakukan deteksi dini untuk melakukan pencegahan. Bagaimana kalau ada laporan intelijen yang sahih, sekelompok orang diduga kuat sedang merancang sebuah aski terorisme, apa yang bisa kita lakukan," tegas SBY.
© Copyright 2024, All Rights Reserved