Pemerintah tidak akan membatalkan pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Tahun 2015 tentang Pengupahan yang telah ditanda tangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 23 Oktober lalu. PP yang menjadi dasar formula perhitungan upah minimum provinsi (UMP) itu dinilai sudah mengakomodir kepentingan pekerja maupun pengusaha.
“Kami meyakini PP Pengupahan ini akan bisa diterima kedua belah pihak, bahwa sekarang ini masih ada demo karena pemerintah tidak bisa memuaskan semua pihak. Namun, kami melihatnya PP ini justru memberi kepastian bagi pekerja maupun pengusaha,” ujar Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung di kantor Seskab, Jakarta, Rabu (28/10).
Kepastian yang dimaksud, ujar Pramono, dengan dimasukkannya komponen laju inflasi tahunan dan tingkat pertumbuhan ekonomi dalam formulasi perhitungan UMP untuk memperkuat hitungan kebutuhan hidup layak (KHL).
Seskab menilai, masih adanya demonstrasi para pekerja yang mempersoalkan PP tersebut, adalah hal yang sah-sah saja. “Pemerintah harus lebih cepat membuat keputusan, dan tidak akan mencabut PP pengupahan ini,” tegasnya.
Seperti diketahui, hari ini, ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja kembali menggelar aksi demontrasi, menyuarakan penolakan terhadap PP Pengupahan.
"Kami sangat menyesal jadi sahabatmu hai Jokowi. Kau ternyata pengkhianat," teriak salah satu orator di depan istana negara, Jakarta, Rabu (28/10).
PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dinilainya sangat merugikan para buruh. Pasalnya, dalam kenaikan upah ditentukan oleh tingkat inflasi serta pertumbuhan ekonomi, dan kenaikan sudah ditentukan 10 persen dari tingkat inflasi. "Dalam kenaikan 10 persen ini juga kami (buruh) tidak dilibatkan," sesalnya.
Para demontran ini berasal dari berbagai elemen serikat pekerja seperti, Serikat Pekerja Tekstil Sandang Kulit (SPTSK), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) dan berbagai organisasi lainnya. "Bagaimana hidup kita layak kalau upah kita dibatasi tiap tahun naik hanya 10 persen," ujar orator demo itu.
© Copyright 2024, All Rights Reserved