Rencana TNI bersikap netral dalam Pemilu 2004 mendapat sambutan positif dari PDI Perjuangan. Ketua DPP PDIP Roy B.B. Janis mengatakan, sikap tersebut merupakan langkah baik demi kepentingan bangsa. Sebab, bila prajurit TNI yang masih aktif menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2004, bisa-bisa suara organisasi TNI terpecah-belah.
"Saya kira, rencana TNI bersikap netral dalam Pemilu 2004 itu cukup bagus. Kasihan kalau TNI sampai menggunakan hak pilihnya," kata Janis seperti dikutip Jawa Pos.
Seperti diberitakan sebelumnya, pimpinan TNI sudah menyatakan akan bersikap netral dalam Pemilu 2004. Sikap tersebut dibuat demi kepentingan bangsa dan negara ke depan.
Apakah PDIP tidak merasa dirugikan dengan sikap TNI tersebut? Menurut Janis, hal itu tidak masalah. Dia optimistis, PDIP akan terus berupaya menarik para purnawirawan TNI dan keluarganya untuk menyalurkan suaranya ke PDIP. Kendati, diakuinya, hal itu tidak mudah diperoleh. Sebab, sekarang, banyak parpol yang juga menampung para purnawirawan di jajaran pengurusnya. Seperti, PPP, PKB, maupun Partai Golkar. "Tapi, kita berusaha menarik mereka sebanyak-banyaknya agar para purnawirawan tetap menyalurkan suaranya ke PDIP," terangnya.
Sementara itu, rencana pimpinan TNI bersikap netral alias tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2004 dinilai pengamat politik UI Arbi Sanit sebagai hal yang positif. "Saya kira itu bagus. TNI memang harus netral, tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2004 mendatang agar tidak terseret dalam politik sesaat," kata Arbi Sanit kepada koran ini kemarin.
Sebenarnya, lanjut Arbi, dengan jumlah militer aktif sekitar 500 ribu personel, kalau TNI menggunakan hak pilihnya, itu tidak banyak berpengaruh terhadap perolehan kursi di DPR. Paling-paling hanya dapat satu kursi. "Jadi, kalaupun menggunakan hak memilih, jumlah suaranya tidak terlalu signifikan," paparnya.
Sebaliknya, yang besar justru keluarga mereka. Kalau dirata-rata satu prajurit punya tiga anak dan satu istri, berarti jumlahnya sekitar 2 juta. Itu nilainya sama dengan empat kursi di DPR. "Lebih besar dibandingkan kalau militer aktif menggunakan hak pilihnya," ujarnya.
Kalau pimpinan TNI memilih netral alias tidak menggunakan hak suaranya dalam Pemilu 2004, itu jauh lebih baik guna menjaga kekompakan prajuritnya. Kalau prajurit dibebaskan ikut pemilu dan memilih parpol, pasti pilihannya beragam. Belum lagi soal pemilihan langsung presiden. Tentu ini bisa memecah belah suara TNI. "Sebagai pengayom semua golongan dan aliran politik, kalau ikut pemilu, TNI tentu sulit bersikap netral. Makanya, keputusan pimpinan TNI untuk netral adalah keputusan tepat," ungkapnya.
Kerugian lainnya, kalau prajurit TNI dibebaskan ikut pemilu, akan memecah belah prajurit, pimpinan, maupun unit-unit dalam militer. Sebab, mereka punya jago parpol dan capres masing-masing. Kalau sampai bentrok, itu sangat berbahaya karena mereka punya senjata. "Perintah komando pun akan diabaikan kalau merugikan pilihan politik mereka. Ini bisa gawat," ungkapnya.
Meski dalam Pemilu 2004 tidak menggunakan hak memilih, jangan berharap TNI akan memperoleh kursi di dewan seperti pada zaman Orba. Sebab, dalam negara demokrasi, militer dan polisi memang tidak dilibatkan dalam urusan politik. "Tugas utama TNI adalah menjaga kedaulatan negara ini, keamanan, dan ancaman negara dari luar," terangnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved