Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah melakukan pendalaman dalam kasus suap terkait proyek ijon infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang menyeret sejumlah anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). KPK menelusuri aliran uang suap tersebut terkait sistem bagi uang di Komisi V DPR seperti pengakuan tersangka Damayanti Whisnu Putranti.
Dalam kesaksiannya di persidangan, anggota Komisi V DPR dari PDIP itu menyebut adanya sistem bagi-bagi fee proyek di Komisi V DPR. Penerima fee dari rekanan tersebut, disebut Damayanti, telah menjadi sistem di Komisi V DPR.
"Pak Amran menginstruksikan Abdul untuk membayarkan fee yang sudah ada judul dan kode kepemilikan masing-masing. Fee untuk pembangunan jalan di Tehoru-Laimu," kata Damayanti saat menjadi saksi untuk terdakwa Abdul Khoir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (11/04).
Amran Hi Mustary adalah Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah IX meliputi Maluku dan Maluku Utara. Damayanti mengaku tak tahu mengenai pengaturan besaran fee tersebut, hanya saja ia menyebut pemberian fee kepada anggota dari rekanan telah menjadi sistem di Komisi V.
"Saya kurang tahu (soal pengaturan besaran fee). Itu sudah sistem, ketika saya masuk di komisi V. Fee itu memang menjadi hak pemegang aspirasi, sesuai sistem yang sudah ada di Komisi V. Mengalir saja," ujar dia.
Terkait pengakuan itu, KPK pun melakukan pendalaman. Plh Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati, Rabu (13/04), mengatakan, penyidik KPK masih membidik sejumlah saksi lain dalam kasus tersebut dalam pengembangan kasus dan menyelidiki aliran uang suap dalam kasus tersebut. Namun Yuyuk tidak mengungkap siapa-siapa saja saksi yang dimaksud.
"Jadi ini masih ada kemungkinan penyidik mengembangkan kasusnya dan melakukan pengembangan selanjutnya. Jadi mohon ditunggu mungkin masih ada saksi-saksi lain yang akan dipanggil," kata Yuyuk.
© Copyright 2024, All Rights Reserved