Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) menemukan banyak permasalahan ketika melaksanakan audit dan pengawasan kearsipan terhadap 34 kementerian. Hasilnya pun cukup miris. Padahal audit dan pengawasan kearsipan itu sebagai proses dalam menilai kesesuaian antara prinsip, kaidah dan standar penyelenggaraan kearsipan.
Kepala ANRI, Mustari Irawan mengatakan, dari 34 kementerian 34 kementerian hanya 2 kementerian yang mendapatkan nilai baik. Kemudian, 16 kementerian diantaranya dengan nilai cukup dan 5 kementerian lain mendapay penilaian kurang. Hal ini menandakan tidak ada satupun kementerian yang mendapatkan nilai sangat baik.
"Kementerian mana saja yang mendapatkan penilaian-penilaian itu belum bisa disebutkan karena hasil penilaian ini belum disampaikan kepada kementerian yang dimaksud. Kalau dipublikasikan sekarang dikhawatirkan akan heboh," katanya kepada politikindonesia.com usai talkshow bertema,"Audit Kearsipan dan Tertib Arsip Menjaga Akuntabilitas dan Memori Kolektif Bangsa", di Jakarta, Selasa (22/11).
Menurutnya, dengan hasil tersebut menandakan kondisi kearsipan di Indonesia sampai saat ini masih belum sesuai dengan peran dan fungsinya. Kesadaran pengarsipan dokumen-dokumen dari kementerian/lembaga hingga pemerintah daerah juga masih tergolong rendah. Sehingga kearsipan belum menjadi sesuatu yang prioritas, tapi masih termarginalkan dan terpinggirkan.
"Umumnya, kementerian/lembaga, BUMN, dan pemerintah daerah masih sangat minim sekali perhatiannya. Sehingga muncul berbagai masalah kearsipan yang komplek. Di antaranya banyak sekali beberapa arsip milik negara yang hilang karena adanya penumpukan arsip disembarang tempat. Hal itu terjadi adanya pengelolaan arsip yang tidak sesuai kaidah-kaidah kearsipan. Bahkan terjadinya polemik aset negara lantaran tidak didukung oleh kepemilikan arsip," ujarnya.
Dijelaskan, permasalah kearsipan yang sangat komplek tersebut pihaknya pun meminta negara wajib hadir untuk mewujudkan tata kelola kearsipan yang modern. Salah satu indikator tata kelola kearsipan di pemerintahan yang baik ditentukan dengan tata kelola pengarsipan yang baik pula. Semua itu sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 42 Tahun 2009 tentang Kearsipan.
"Namun, dalam kurun waktu tujuh tahun setelah UU tersebut lahir, belum sepenuhnya dijalankan oleh seluruh warga negara, kementerian/lembaga, BUMN, dan pemerintah daerah. Padahal arsip sangat penting bagi kita semua. Kesadaran pengarsipan memang harus dimulai dari lembaga negara. Semua lembaga negara diwajibkan menyerahkan arsipnya," ungkapnya.
Pihaknya pun mengingatkan kepada seluruh pihak, khususnya pemerintah untuk melakukan pengarsipan dokumen-dokumen secara tertib dan teratur. Tidak adanya arsip terhadap dokumen dan aset dapat menimbulkan hal yang fatal, seperti hilangnya aset negara. Penyebabnya, kepemilikan aset ini tidak dapat dibuktikan di pengadilan.
"Sayangnya, sampai saat ini masih ada kementerian/lembaga yang tidak mengetahui pengaturan arsip telah diatur dalam undang-undang. Di pusat saja masih minim kesadaran pentingnya kearsiapan, bagaimana dengan sistem pengarsipan pemerintah daerah diperkirakan lebih buruk dari sistem pengarsipan di kementerian/lembaga," paparnya.
Karena itu, ke depan, lanjutnya, pihaknya akan memperluas cakupan audit dan pengawasan kearsipan agar terwujud budaya tertib arsip. Terlebih Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah meluncurkan "Gerakan Sadar Arsip". Yaitu suatu gerakan yang diharapkan semakin menyadarkan berbagai pihak betapa pentingnya arsip bagi kelangsungan hidup suatu bangsa.
"Karena arsip merupakan bagian dari tata kelola pemerintahan. Jika arsipnya buruk maka birokrasinya akan buruk. Jadi harus ada gerakan sadar arsip nasional dan harus dimulai dari lingkungan kita dulu. Ini merupakan salah satu pekerjaan yang selama ini diabaikan. Apalagi pekerjaan seorang arsiparis merupakan pekerjaan penting yang jarang terlihat. Bahkan orang tersebut harus punya keahlian khusus," imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Akreditasi ANRI Rudi Anton menambahkan untuk mewujudkan budaya tertib arsip dan penyelenggaraan kearsipan berjalan secara optimal dibutuhkan pengawasan kearsipan. Itu dilakukan untuk mengawal dan mengawasi penyelenggaraan kearsipan di negara ini. Sehingga dibutuhkan strategi pengawasan kearsipan sebelum terjun langsung ke lapangan untuk melakukan proses pengawasan kearsipan.
"Pengawasan kearsipan harus ada strateginya, jadi kalau kita bicara strategi pengawasan, harus dimulai dengan audit supaya kita punya peta kondisi penyelenggaraan kearsipan negara kita ini seperti apa. Dengan adanya audit, dapat memberi ruang bagi objek pengawasan untuk melakukan perubahan berdasarkan rekomendasi audit," jelasnya.
Dikatakannya, tujuan pengawasan yang dilakukan pihaknya sebenarnya dalam konteks kelembagaan. Tujuannya bukan untuk menghukum, tapi bagaimana pencipta arsip melaksanakan pengelolaan arsip di lingkungan masing-masing secara prosedural dan sistemik. Adapun jenis pengawasan kearsipan terdiri atas pengawasan kearsipan eksternal dan pengawasan kearsipan internal.
"Pengawasan kearsipan eksternal dilaksanakan kami lakukan terhadap pencipta arsip tingkat pusat dan pemerintah provinsi. Sedangkan, pengawasan kearsipan internal dilaksanakan oleh Lembaga Kearsipan Daerah (LKD) provinsi terhadap Satuan Kerja Perangkat Daearah (SKPD) provinsi," tuturnya.
Menurutnya, Tim Pengawas Kearsipan ANRI memperoleh banyak temuan dan permasalahan-permasalahan terkait dengan belum tertibnya budaya pengarsipan. Banyak lembaga yang belum menyusun empat pilar pengelolaan arsip dinamis yang meliputi tata naskah dinas, klasifikasi arsip, jadwal retensi arsip dan sistem klasifikasi keamanan serta akses arsip.
"Permasalahan lain yang muncul antara lain seringnya mutasi di lembaga kearsipan daerah yang akan diandalkan sebagai pembina maupun pengawas sangat tinggi. Sehingga SDM yang baru menggeluti dunia kearsipan berjalan kurang optimal. Hasil temuan-temuan permasalahan kearsipan yang mendasar atau signifkan akan disampaikan kepada Wakil Presiden dalam bentuk Laporan Hasil Pengawasan Kearsipan Nasional (LHPKN)," pungkasnya.
Selain masalah SDM, katanya lagi, salah satu temuan yang cukup signifikan untuk turut serta menjadi sebab pengelolaan arsip yang kurang baik adalah sarana dan prasarana yang tidak memadai. Sehingga sangat naif mengharapkan pengelolaan arsip statis akan berjalan dengan baik manakala sarana utama yaitu Depot Arsip Statis tidak tersedia pada LKD Provinsi
"Dengan adanya audit dan pengawasan kearsipan, diharapkan dapat terwujud pengelolaan kearsipan yang lebih baik. Terciptanya budaya tertib arsip yang berkesinambungan dan mendorong pencipta arsip dan lembaga kearsipan untuk menyelenggarakan kearsipan sesuai dengan prinsip, kaidah, standar kearsipan dan peraturan perundangan yang berlaku. Dengan demikian dapat terwujud akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dan menjaga memori kolektif bangsa," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved