Niat Indonesia untuk bergabung dengan Trans Pacific Partnership (TPP) yang disampaikan Presiden Joko Widodo di depan Presiden AS Barrack Obama mendapatkan kritikan dari sejumlah kalangan. Presiden Jokowi dinilai terlalu prematur berkeinginan membawa Indonesia masuk fakta perdagangan bentukan AS tersebut.
Sikap yang dinyatakan Jokowi dihadapan Obama itu cukup mengejutkan lantaran Indonesia tidak mengikuti sejak awal pembentukan TPP. “Terkejut Presiden mengatakan kita mau masuk kesana, karena kita enggak ikut dari awal pembentukan TPP ini, ini kan bentukan dari AS,” ujar Pakar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana, kepada pers, Kamis (29/10).
Hikmahanto mengaku tidak mengerti konteks keinginan Jokowi untuk bergabung dengan TPP. “Saya enggak tahu dalam konteks apa Pak Jokowi bilang ingin masuk TPP, sebab ada kritikan Indonesia di zaman Jokowi condong ke Tiongkok, sebagai gesture bebas aktif. TPP ini kan bentukan Amerika, walaupun di AS ini juga jadi perdebatan. Terlalu tinggi, terlalu prematur bagi kita mau niat masuk TPP,” ujar dia.
Ia menyebut, akan banyak peraturan di dalam negeri yang harus diubah, salah satunya soal pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945. “Banyak BUMN yang bicarakan pasal 33 ayat 2 dan 3, nantinya kalau ada TPP semua keistimewaaan yang diberikan pada BUMN itu enggak ada lagi, kita belum sampai kesana,” jelasnya.
Hikmahanto menambahkan iklim investasi di Indonesia belum terlalu bagus jika Indonesia masuk dalam TPP. Hikmahanto menyebut, untuk Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) saja, saat ini Indonesia justru masih kewalahan.
“Memang betul bahwa kalau ada TPP ekspor kita bisa imbang. Tapi masalahnya, iklim investasi di Indonesia ini masih belum bagus, sehingga pelaku usaha kita untuk ekspor barang secara bagus akan sulit.”
Hikmahanto menyarankan Indonesia jangan terburu-buru gabung TPP. “Saya merasa TPP ini jangan dulu kita ikuti. MEA aja sekarang kita punya masalah, apalagi nanti kita ikut TPP dimana di dalamnya ada AS. Sekali lagi, kita itu kalau mau ikut dalam perdagangan bebas seperti ini, harus merupakan negara yang punya produsen kua. Jangan cuma punya konsumen kita berani masuk, justru konsumen kita yang nantinya dieksploitasi,” tandas dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved