Pemerintah segera mengajukan Rancangan Amendemen Undang-Undang (UU) No 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Antiterorisme) ke DPR. Namun belum bisa dipastikan, kapan pemerintah menyelesaikan Rancangan Amendemen UU itu.
Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (Menkeh dan HAM) Yusril Ihza Mahendra mengemukakan hal itu, di Kantor Menko Polkam, Rabu (13/8). "Pokoknya segera kami selesaikan amendemen tersebut. Tapi tanggal pastinya belum bisa dipastikan," kata Yusril.
Dikatakan ada beberapa hal yang akan diamendemen dalam UU Antiterorisme itu. Salah satunya adalah Pasal 26 tentang penangkapan tersangka teroris. Selama ini ada anggapan di masyarakat, dengan Pasal 26 itu seolah-olah membuat para tersangka teroris bisa ditangkap semena-mena. Padahal hal itu tidak benar.
Yusril juga mengatakan, amendemen UU Antiterorisme tidak akan mengarah kepada Internal Security Act (ISA) seperti yang berlaku di Singapura atau malaysia. "Amendemen ini sasarannya tegas untuk mengatasi masalah terorisme. Jadi bukan untuk masalah-masalah politik seperti di Malaysia atau Singapura," kata Yusril.
Sementara itu, Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, Rapat Koordinasi Polkam akan lebih terfokus pada masalah kemungkinan direvisinya UU No. 15 Tahun 2003. Rapat juga akan membahas langkah-langkah simultan dalam mencegah terorisme. 'Jadi pemerintah tidak akan merujuk pada ISA model Singapura atau Malaysia. Masukan dulu ke laci, dikunci lalu secara jernih kita melihat apa yang perlu diperbaiki dalam Undang-Undang Teroris yang sudah kita miliki,' kata Menko Polkam.
Dikatakan pula, ada tiga kemungkinan yang akan dihasilkan dalam rapat Koordinasi Polkam besok. Pertama menganggap UU No. 15 Tahun 2003 itu sudah cukup memadai. Kedua, merevisinya, dan ketiga apakah perlu undang-undang keamanan dalam negeri yang sifatnya lebih tajam dan luas.
"Meski Undang-Undang No. 15 tahun 2003 lebih luas dibanding yang dimiliki oleh negara lain, tapi itu tidak penting. Yang lebih penting adalah apakah undang-undang itu sudah pas atau belum dengan kondisi di Indonesia,' ujarnya.
Seperti ditulis Suara Pembaruan, Direktur Jenderal Hukum dan Perundang-undangan Depkeh dan HAM, Abdul Gani Abdullah mengatakan, sejauh ini tidak ada rencana menerbitkan ISA. "Saya tidak memperoleh mandat untuk menyiapkannya," tegasnya. Dikatakan, saat ini justru tengah disusun draf untuk mengamendemen ketentuan yang ada dalam UU Antiterorisme. Namun dia menjelaskan, amendemen itu tidak semata-mata dipicu oleh eskalasi aksi terorisme di Tanah Air akhir-akhir ini, seperti pengeboman Hotel JW Marriott, Jakarta pekan lalu.
"Jauh sebelumnya sudah ada surat resmi dari DPR yang meminta kita menyiapkan amendemen UU 15/2003, yang naskah aslinya berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Jadi amendemen ini tidak ada kaitan langsung dengan wacana ISA, atau dalam kaitan dengan bom Marriott," jelasnya. Amendemen yang akan dilakukan, ungkap Gani, berupa penyempurnaan rumusan pasal mengenai penyidikan dan laporan intelijen, yang menurut beberapa kalangan multitafsir.
Dia mengaku tidak ingat ketentuan pasal berapa yang akan diamendemen . "Tetapi rumusannya nanti pada intinya menyatakan, bahwa kalau ada bukti awal yang cukup, dapat dimulai penyidikan oleh penyidik," ungkapnya. Dalam naskah UU No 15/2003, ketentuan mengenai penyidikan diatur dalam Bab V. Bab itu meliputi hal penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, yang terdiri dari 11 pasal, yakni Pasal 25 hingga Pasal 35.
Menurut Direktur Program Imparsial, sebuah lembaga pemantau hak asasi manusia (HAM), Rachlan Nashidik, di Jakarta, Selasa (12/8), aksi-aksi terorisme dapat dicegah dengan memperbaiki kinerja aparat keamanan. Pembuatan UU Keamanan Dalam Negeri hanya menambah kewenangan aparat negara dan tidak akan dapat mencegah terjadinya aksi-aksi teror.
"Apa yang dibutuhkan masyarakat adalah kebijakan antiterorisme yang bersifat komprehensif," katanya. Pemerintah diminta lebih mengutamakan upaya pencegahan, bukan tindakan-tindakan represif yang kemungkinan akan dimasukkan dalam UU Keamanan Dalam Negeri.
© Copyright 2024, All Rights Reserved