Iuran sebesar Rp1 miliar yang dibebankan kepada setiap calon ketua umum Partai Golkar dinilai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarief sama saja dengan politik uang. Syarief berharap iuran tersebut dibatalkan.
“Itu politik uang yang nyata. Mana ada di dunia, kalau mau jadi ketua partai harus nyumbang Rp1 miliar," ujar Syarief kepada pers di Jakarta, Selasa (03/05).
Dikatakan Syarief, ketimbang diminta membayar Rp1 miliar, para kader Golkar yang menjadi calon ketua umum seharusnya diminta untuk menyumbangkan ide-ide brilian guna perbaikan Golkar. “Bukan uang yang Rp1 miliar per calon. Ayo kita ubah kegilaan ini menjadi kewarasan," kata Syarief.
Sebelumnya, Wakil KPK Saut Situmorang berharap agar Partai Golkar dapat mengedepankan transparansi dalam menyelenggarakan Munaslub. Saut berharap Partai Golkar dapat secara mandiri mengawasi adanya politik uang.
Sejauh ini, para calon ketum Golkar tak keberatan atas keputusan DPP Golkar terkait setoran Rp1 miliar per calon. Setoran itu disebut untuk membantu biaya penyelenggaraan Munaslub di Bali yang mencapai Rp47 miliar. Rencananya, Munaslub digelar pada 15 Mei 2016.
Hanya Syahrul Yasin Limpo yang keberatan dengan rencana itu. Dia mengaku akan mundur dari pencalonan daripada membayar liuran Rp1 milair.
“Kalau mahar tidak setuju. Namanya mahar, saya tidak setuju. Silakan coret saja saya," kata Syahrul di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Senin (02/05).
Sementara Ade Komarudin, mengaku tak mempersoalkan besaran iuran sepanjang ditetapkan di dalam rapat pleno DPP Golkar. "Kan saya sudah bilang kemarin, saya ikut saja apa pun keputusannya," kata Ade.
© Copyright 2024, All Rights Reserved