Sidang kasus dugaan pelanggaran UU Pornografi serta UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan terdakwa Yulianus Paonganan alias Ongen, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (03/05). Sidang kali ini adalah mendengar jawaban jaksa penuntut umum terhadap nota pembelaan (eksepsi) Ongen.
Sidang kali ini kembali digelar secara tertutup. Usai sidang, jaksa dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan enggan menyampaikan jawaban mereka atas eksepsi yang disampaikan Ongen dan kuasa hukumnya pada sidang sebelumnya.
Sementara itu, kuasa hukum Ongen, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan, jaksa bersikukuh ada pasal yang dilanggar Ongen. Akan tetapi, Yusril mengatakan bahwa perkara ini tidak sepantasnya diteruskan karena ada kewajiban dalam dakwaan yang tidak dipenuhi oleh jaksa penuntut umum. “Pada intinya kami menolak dakwaan dan menganggap PN Jakarta Selatan tak berwenang mengadili perkara ini,” ujar Yusril kepada pers di PN Jakarta Selatan.
Yusril punya argumen. Alasannya. dalam dakwaan tidak dijelaskan di mana locus delicti dan tempus delicti tindakan yang diduga dilakukan Ongen ini. “Kalau (locus) tidak jelas, lantas pengadilan mana yang berwenang untuk mengadili?" kata Yusril.
Yusril juga menganggap dakwaan terhadap kliennya tidak jelas. Ongen dianggap menghina Presiden ketika ia mengunggah foto Presiden Joko Widodo bersama artis Nikita Mirzani di akun Twitter-nya, @ypaonganan, dan membubuhkan tagar #PapaMintaL***e. “Apa yang mau didakwakan?” tanya dia.
Apakah penghinaan terhadap presiden? “Katanya tidak. Ini dakwaan pornografi UU ITE. Kalau pornografi, foto ini bukan dibuat oleh Ongen dan di-upload dia. Kalau dikasih kata-kata “papa minta l***e” itu tidak termasuk dalam kategori pornografi," terang Yusril.
Atas dasar itu, Yusril berharap Majelis Hakim dalam putusan selanya nanti dapat membatalkan dakwaan tersebut. Pembacaan putusan sela tersebut diagendakan dalam sidang pekan depan. “Mudah-mudahan dalam sidang dinyatakan dakwaan tidak dapat diterima sehingga selesai," ujar Yusril.
Sekedar informasi, Ongen ditetapkan sebagai tersangka oleh Subdirektorat Cyber Crime Bareskrim Polri atas tuduhan penyebaran konten berbau pornografi di media sosial pada Desember 2015.
Ongen didakwa melanggar Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf e juncto Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 250 juta dan paling banyak Rp 6 miliar.
Ia juga dinilai melanggar Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Persidangan hari ini masih berlangsung tertutup dan diwarnai aksi unjuk rasa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Komite Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Kamerad), serta Aliansi Kader Himpunan Mahasiswa Islam Jakarta. Mereka mendesak agar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membebaskan Ongen dari semua dakwaan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved