Yulianis menganggap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlalu mengistimewakan mantan bosnya, M Nazaruddin, terpidana kasus korupsi Wisma Atlet.
Hal itu disampaikan Yulianis saat memberikan keterangan dihadapan Pansus Angket KPK, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (24/07).
Setelah disumpah di depan Pansus, Yulianis mengungkapkan alasannya mau memberikan keterangan kepada pansus angket KPK. “Saya ke sini karena teman-teman saya. Saya capek ngomong ke sana ke mari tapi enggak ada yang peduli teman-teman saya," ujar Yulianis.
Yulianis menyebut, teman-temannya itu adalah Mindo Rosalina Manulang, terpidana kasus suap wisma atlet. Nama lain yang disebut Yulianis di antaranya Asep Aan Priadi, Devi Reza Raya, Sulistyo Nugroho alias Yoyok, Bayu Wijakongko, Marisi Martondang, Minarsih dan Amin Andoko.
Yulianis mengatakan, teman-temannya itu dikorbankan oleh Nazaruddin sehingga mereka kini harus menanggung hukuman pidana.
Yulianis mengatakan, Nazarudin memiliki banyak perusahaan boneka. Karyawan-karyawannya yang dijadikan direktur perusahaan itu. Kini, saat terjadi masalah, para karyawan itulah yang harus menanggung tanggung jawab. “Padahal semua proyek ini Nazaruddin yang memberi arahan, modal operasional tapi yang menanggung itu korban-korban. Seperti harus ganti kerugian, dipenjara," kata Yulianis.
Yulianis mengatakan, meski Nazaruddin telah berstatus tersangka saat itu dan ditahan oleh KPK, namun ia dengan bebas bisa mengintimidasi para karyawan-karyawannya saat hendak bersaksi di KPK.
“Kami itu eks karyawan jadi curiga kok KPK istimewa banget memperlakukan Nazarudin, karyawan diatur kesaksiannya oleh Nazaruddin meskipun ia dipenjara," ujar Yulianis.
Yulianis mengaku tahu betul kelicikan Nazarudin berbohong dalam memberikan kesaksian-kesaksiannya di kasusnya maupun kasus lain. Meski dianggap membuka kebocoran kasus-kasus lain, sehingga mendapatkan justice collaborator dari KPK, namun Yulianis meyakini bahwa pernyataan Nazaruddin tidak benar.
“Nazar banyak berbohong di kesaksian di kasus lain termasuk kasusnya dia sendiri, saya juga bingung dapat JC, padahal KPK tahu dia berbohong," katanya.
Karena itu pun ia mengkritisi KPK berkaitan perlakuan khusus KPK terhadap Nazaruddin, dan justru menumbalkan pihak lain khususnya eks karyawan Nazaruddin yang tidak bersalah.
Yulianis menuturkan bagaimana liciknya Nazaruddin mengondisikan saksi-saksi yang diaturnya. Mulai dari di Mako Brimob, Lapas Cipinang, hingga di KPK dimana ada ruangan-ruangan khusus untuk mengumpulkan para saksi. "Di Mako Brimob ada ruangan meeting di sebelah selnya. Nah waktu di KPK memang agak ketat, tapi bisa keluar pura-pura ke rumah sakit, pas di rumah sakit itu teman-teman saya diintimidasi," ungkapnya.
Yulianis mengatakan, salah seorang temannya pernah dipukuli pakai BAP, karena kesaksiannya tidak sesuai dengan keinginan Nazaruddin. Dia adalah Marisi Martondan, bekas karyawan Nazaruddin yang menjadi tersangka dalam kasus pengadaan alat kesehatan di Rumah Sakit Khusus Pendidikan Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana 2009.
Menurut Yulianis, keterangan yang akan diungkapkan Marisi telah dikondisikan Nazaruddin dari dalam penjara. Begitu pun saksi-saksi lainnya.
"Ini diperiksa, Pak Marisi dipanggil, kata-kata tidak sesuai dipukulin pakai BAP ini, disuruh ganti, memukul menggunakan BAP," ujar Yulianis.
Yulianis juga mengungkap KPK telah mengetahui kondisi tersebut. "Kita sudah lapor (KPK) sudah dari awal dari kasus ini," ungkapnya.
Terkait hal ini, Yulianis mempertanyakan sisi pencegahan KPK. "Pencegahan dari KPK apa? Enggak ada pencegahannya. Saya sudah bicara ke mana-mana. Menurut KPK yang terjadi di Lapas bukan ini (tanggung jawab) dia," ujar Yulianis.
Meski demikian, Yulianis menegaskan, informasi-informasi yang disampaikannya kepada Pansus tak bertujuan untuk melemahkan KPK. “Tujuan saya bicara di sini bukan untuk melemahkan, menjatuhkan KPK tapi supaya KPK berhenti mengistimewakan Nazaruddin," kata Yulianis.
"Dan tolong perhatikan teman-teman saya karena ulah Nazaruddin. Jangan orang-orang kecil seperti kami dijadikan tumbal," ujar dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved