Revisi Undang-Undang (UU) Minyak dan Gas Bumi Nomor 22 tahun 2001 masih menjadi perdebatan di Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Setidaknya, ada 7 poin krusial yang tengah digodok untuk masuk dalam naskah akademik revisi UU tersebut.
Hal itu diungkapkan Anggota Komisi VII DPR Satya Widya Yudha kepada pers, di Jakarta, Rabu (20/04). Ia menyebut, beberapa poin yang menjadi perdebatan adalah soal Manajemen migas di hulu. “Seperti yang sudah dibahas sebelumnya yang terkait dengan badan seperti apa yang akan melakukan fungsi ini,” ujar dia.
Perdebatan lainnya soal jenis kontrak dimana masih diperdebatkan apakah akan dimodifikasi Profit Sharing Contract (PSC), atau seperti apa. “Tapi kalau melihat dasar hukum, yang ada bukan kontrak tapi izin. Ini yang terjadi seperti di pertambangan yang berubah dari Kontrak Karya (KK) ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK),” ujar politisi Golkar itu
Poin lainnya soal keistimewaan bagi perusahaan migas nasional (BUMN). “Privilige seperti apa yang akan diterima oleh Pertamina. Apakah berbentuk Wilayah Kerja (WK) baru atas kontrak yang hangus, lalu fee berapa persen yang akan ditetapkan. Mengingat, BUMN memang butuh mendapat porsi lebih untuk mengamankan revenue,” ujar dia.
Hal krusial lainnya adalah soal keistimewaan untuk pemerintah, Kesehatan, keamanan, keramahan lingkungan (K3) dan petroleum fund yang menjadi wewenang dari menteri keuangan. “Dengan adanya dana ini, terlihat ada dedikasi untuk mengalokasikan anggaran untuk hal yang lebih produktif. Indonesia dinilai membutuhkan petroleum fund,” ujar dia.
Masalah lainnya adalah terkait pengelolaan di sektor hilir. Indonesia dinilai kekurangan storage (Pasokan), dan Indonesia masih kekurangan manajemen yang mengurusi masalah hilir. Indonesia dinilai butuh strategi untuk domestic market obligation.
“Kita kekurangan kemampuan untuk menyimpan produk BBM kita. Soalnya apa yang ada saat ini hanya oleh Pertamina saja. Sebatas untuk memenuhi kebutuhan bisnis Pertamina, belum untuk menyiapkan cadangan strategis, untuk masyarakat," ujar Satya.
Satya mengatakan, berbagai pandangan yang mencuat terhadap sejumlah poin tersebut masih dikompilasikan di Komisi VII DPR. Nantinya, pandangan itu akan dimasukkan dalam naskah akademik dan dibawa Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Naskah akademik tersebut nantinya akan dirapatkan dalam badan musyawarah (Bamus). Setelah disepakati, kemudian akan dibawa ke paripurna untuk disahkan perubahannya.
“Nanti dalam waktu enggak lama lagi ini akan dibawa ke baleg. Kalau sudah di paripurna, argo sudah berjalan. Di sana diputuskan draft UU atas inisiatif DPR dan Ketua DPR akan kasih surat ke presiden untuk disahkan," ujar Satya.
Meski demikian Satya belum bisa memastikan revisi UU Migas dapat drtampungkan dalam tahun ini. Ia menilai pembahasan sangat tergantung dengan otoritas terkait. “Sekarang kita tinggal tunggu kapan itu diparipurnakan. Kalau dibilang selesai akhir tahun ini? Kita belum tau. Tergantung kapan paripurna dijalankan. Karena begitu paripurna dijalankan, baru kita bisa bilang kapan selesainya," tandas Satya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved