Sebanyak 26% penduduk Indonesia masih buang air besar (BAB) sembarangan. Dari angka itu, sebagian besar melakukannya di sungai. Sehingga 76,3% air sungai tercemar. Padahal air sungai tersebut menjadi bahan baku yang dikonsumsi masyarakat.
Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengakui, memang masih banyak ditemui masyarakat yang BAB dan membuang sampah sembarangan di sungai. Kebiasaan buruk itu sebenarnya telah menggangu kesehatan dan kebersihan lingkungan. Kondisi ini dipahami karena minimnya akses mandi, cuci, kakus (MCK).
"Kalau air sudah tercemar, dibutuhkan biaya yang sangat mahal untuk menjernihkannya," kata Djoko kepada politikindonesia.com usai membuka Jambore Sanitasi 2012 di Jakarta, Senin (25/06).
Menurut Djoko, akibat banyaknya masyarakat yang BAB di sungai sehingga air bersih sulit dijangkau. Bahkan, air bersih yang dikonsumsi masyarakat Indonesia beresiko tercemar bakteri dan limbah.
"Jika polusi air bisa ditekan, maka penyebaran penyakit juga bisa dikurangi. Oleh karena itu, sanitasi yang baik sangat penting bagi generasi muda. Jadi jagalah kebersihan lingkungan," ujar Djoko.
Untuk berprilaku hidup bersih, lanjut Djoko, perilaku yang mencemari air harus segera ditinggalkan.
Sementara itu, untuk menyelamatkan air di masa depan, Djoko mengatakan, diperlukan peningkatan pengolahan sanitasi, yaitu sampah, air limbah serta drainase.
"Mulai sekarang, kita harus perduli terhadap sanitasi. Karena masa depan kualitas air tergantung pada bagaimana kita menciptakan sanitasi itu sendiri," papar Djoko.
Djoko mengatakan, perbaikan sanitasi ini dilakukan dalam rangka mengejar target Milenium Development Goals (MDGs) 62,41% pada tahun 2015. Sementara pada tahun 2010, Indonesia baru mencapai 55,53%.
"Oleh karena itu, pemerintah menggalakan upaya pemahaman terhadap sanitasi. Di antaranya meningkatkan penyediaan prasarana dan sarana sanitasi di seluruh Indonesia," kata Djoko lagi.
Menurut Djoko, kebiasaan buruk itu bisa dirubah dengan mengubah prilaku masyarakat untuk hidup bersih. Karena mengubah perilaku hidup bersih itu sama pentingnya dengan membangun infrastruktur. Diharapkan, dengan anggaran sebesar Rp3 triliun per tahun, sanitasi di Indonesia bisa lebih ditingkatkan.
"Untuk mengubahnya prilaku perlu kita lakukan sejak dini dengan adanya pemilihan duta sanitasi melalui Jambore Sanitasi ini," ujar Djoko.
Sementara itu, Direktur Jenderal Cipta Karya Budi Yuwono mengatakan, kampanye perubahan perilaku sanitasi melalui peran anak-anak sebagai agen perubahan secara nasional antara lain di representasikan dengan Jambore Sanitasi.
Jambore kali ini diselenggarakan pada Minggu (24/06) hingga Minggu (01/07) di Jakarta. Kegiatan kali ini diikuti oleh 198 siswa SMP dari 33 provinsi di Indonesia.
"Kegiatan kali ini kami mengangkat tema Peduli Sanitasi, Peduli Masa Depan Air. Tema itu diambil agar bisa mengingatkan semua pihak bahwa masa depan air akan sangat bergantung terhadap bagaimana kita memperlakukan air saat ini," kata Budi.
Menurut Budi, Jambore Sanitasi keempat ini dimulai sejak tahun 2008, saat pencanangan tahun sanitasi internasional. Setiap tahun penyelenggaraan jambore ini, pihaknya melihatkan siswa SMP di seluruh Indonesia dan memilih 5 duta sanitasi.
"Para siswa-siswi yang merupakan duta sanitasi yang mewakili provinsinya akan diberi berbagai pembekalan tentang sanitasi dan pengetahuan teknis di Jambore Sanitasi," imbuh Budi.
Budi berharap, para duta tersebut dapat berperan aktif meningkatkan kepedulian dan peran aktif masyarakat di bidang sanitasi, khususnya di kalangan anak-anak.
"Duta sanitasi nanti akan menjadi Ikon di daerah masing-masing untuk mengampanyekan peduli sanitasi," pungkas Budi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved