Langkah politik Fraksi PDIP yang menggantung terbentuknya Pansus Bulogate II berbuntut pada kontroversi soal penahanan Akbar Tanjung. Bagaimana semua ini bisa terjadi?
Langkah taktis yang dilakukan F-PDIP dengan menggantung terbentuknya Pansus Bulogate benar-benar menemukan muaranya. Melalui penunggangan terhadap tema penegakan supremasi hukum—seperti yang dicanangkan Partai Golkar, fraksi partai banteng gemuk dalam lingkaran bulat ini melepaskan bola panas kepada Kejaksaan Agung.
Setidaknya awal bola panas ini bisa ditangkap dari pernyataan juru bicara F-PDIP yang menugaskan Komisi II yang kebetulan ketua komisinya dari PDIP, untuk memantau pelaksanaan proses hukum yang sedang berjalan terhadap Akbar Tanjung, Ketua Umum Partai Golkar.
Dengan memutar jurus menunda terbentuknya Pansus, maka bola panas itu membuat pihak Kejaksaan Agung menjadi serba repot bahkan gagap. Semua itu bisa terlihat dari simpang siurnya pernyataan yang dibuat Kahumas Kejakgung Barman Zahir dan pengacara Akbar Tanjung, Ruhut Sitompul.
Seberapa urgennya untuk menahan Akbar Tanjung? Tokh Akbar sudah dijadikan tersangka dan Akbar tak mungkin bisa menghindar dari jerat hukum yang ada. Soal benar atau salahnya Akbar, pengadilanlah yang akan memutuskannya.
Lantas pihak mana yang begitu bernafsunya untuk memasukkan Akbar kedalam tahanan? Ada kepentingan apa? Ini sebuah pertanyaan yang cukup sulit untuk mendapat jawaban konkrit dari sisi hukum.Tapi dari sisi politik, tentu tak begitu rumit.
Sebenarnya Akbar Tanjung sudah mengetahui bahwa dirinya akan ditahan pada 07 Maret 2002, sesuai dirinya diperiksa di Kejaksaan Agung. Sebab, salah seorang tokoh politik sudah memberitahu Akbar bahwa dirinya akan ditahan. Tapi Akbar tetap tidak percaya atas informasi itu.
Kembali ke soal penahanan Akbar. Langkah menahan Akbar memang akan menciptakan demoralisasi, baik terhadap Akbar pribadi ataupun terhadap Partai Golkar. Stigma-stigma politik yang buruk akan mudah dilekatkan kepada Partai Golkar dimasa mendatang. Siapa yang akan mendapat keuntungan politik atas demoralisasi ini? Bisa dipastikan yang akan mendapat keuntungan adalah pesaing politik Partai Golkar. Siapa? Tentu partai yang ada saat ini.
Kedua, dengan langkah menahan Akbar, maka pemerintahan Megawati Soekarnoputri bisa mencipatakan kesan bahwa proses penegakan hukum sedang dilaksanakan tanpa pandang bulu. Tentu akan muncul pertanyaan, kenapa yang korupsinya lebih besar dari Akbar tetap dibiarkan? Malah diberi keringanan secara terus menerus. Sebut saja pemilik BDNI (Syansul Nursalim), pemilik BII (Eka Tjipta Wijaya), pemilik Bank Danamon, pemilik Texmaco. Jadi mentahlah langkah untuk membangun stigma bahwa hukum ini sudah ditegakkan tanpa pandang bulu.
Ketiga, tentu saja ada pihak lain yang mengompori F-PDIP agar bersemangat untuk menekan Kejaksaan Agung dan menjebloskan Akbar ke dalam rumah tahanan. Sebab, dengan bentroknya PDIP dan Golkar, mereka akan semakin gampang untuk merapuhkan pemerintahan Megawati Soekarnoputri. Dan ini, secara politik akan menambah nila tawar mereka terhadap partai yang sedang berkuasa saat ini.
Nah, dari ketiga argumentasi ini, bisa jadi yang terjadi bukanlah sebuah upaya untuk menegakkan hukum secara benar dan betul. Tetapi lebih merupakan upaya untuk menunjukkan bahwa kami berani melakukan penahanan terhadap Akbar Tanjung yang menjadi Ketua Umum Partai Golkar yang besar itu. Jadi jangan macam-macam, bila ingin selamat dari jerat hukum. Patuh dan taatlah kepada kami. Siapa kami? Waktulah nanti yang akan membuktikan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved