Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP) mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). LSM ini membawa segepok data yang diklaimmnya sebagai data tentang dugaan korupsi korupsi yang dilakukan oleh Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah. Atut dianggap bertanggung jawab atas penggunaan dana sebesar hampir Rp340,5 miliar dari anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) 2011 untuk kepentingan hibah.
Kepada pers, Selasa (23/08), Juru Bicara ALIPP, Uday Suhada mengemukakan, pada APBD 2011, Atut mengeluarkan kebijakan melalui program bantuan hibah yang jumlahnya sebesar Rp340,463 miliar. Dana tersebut digelontorkan kepada 221 lembaga/organisasi. Ada pula program bantuan sosial sebesar Rp51 miliar. Nilai dana hibah itu jauh lebih besar dari tahun 2010 yang hanya mencapai Rp 239,27 miliar dan tahun 2009 yang hanya Rp 14 miliar.
Berdasarkan kajian dan analisis terhadap nama organisasi penerima bantuan hibah dan bantuan sosial, realisasi dan nilai yang dihibahkan, kami menemukan sejumlah kejanggalan yang mengarah pada tindak pidana korupsi," kata Suhada.
Tak hanya itu, ALIPP juga mengaku menemukan sejumlah kejanggalan yang mengarah pada dugaan tindak pidana korupsi dalam kebijakan dana hibah tersebut. Antara lain, kebijakan tersebut dilaksanakan tidak secara transparan mengingat surat keputusan dan daftar alamat penerima, baik bantuan hibah maupun bantuan sosial.
Disamping itu, terdapat sejumlah nama lembaga/organisasi penerima dana yang diduga fiktif dan nepotisme. Antara lain adalah: PMI Provinsi Banten (Rp900 juta ) yang diketuai Ratu Tatu Chasanah, adik Ratu Atut. KNPI Provinsi Banten (Rp1,5 miliar) yang diketuai oleh Aden Abdul Khalik, adik tiri Ratu Atut. Himpaudi (Rp3,5 miliar) yang diketuai oleh Ade Rossi, menantu Ratu Atut. Tagana Provinsi Banten (Rp 1,75 miliar) yang diketuai Andhika Hazrumi, anak Ratu Atut. GP Ansor Kota Tangerang (Rp400 juta) yang diketuai Tanto W Arban, menantu Ratu Atut.
Disamping itu, ALIPP juga menemukan indikasi pemberian dana hibah untuk seluruh perhimpunan istri aparat penegak hukum di Provinsi Banten, dana bantuan hibah yang tidak jelas nama organisasinya
Tidak itu saja, Suhada juga menyebut adanya pembiayaan 150 orang yang disebut ‘tokoh’ yang menghabiskan biaya sebesar Rp7,5 miliar. Padahal, dalam daftar penerima bantuan dengan tegas disebutkan nama organisasi bukan nama kegiatan.
“Intinya, atas kebijakan Atut tersebut diduga telah terjadi kerugian keuangan negara dari dana bantuan hibah sebesar Rp88,02 miliar dan dana bantuan social sebesar Rp49,460 miliar,” pungkas Suhada.
© Copyright 2024, All Rights Reserved