Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengkritik keras aturan baru program Jaminan Hari Tua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang diterapkan sejak 1 Juli berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo. Bahkan, anggota Komisi IX DPR itu dinilai aturan baru itu sebagai pembunuhan massal bagi para buruh.
“Ini pembunuhan massal buruh. Kalau saya lihat, jadi jauh dari semangat UU BPJS," ujar anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDIP, Ribka Tjiptaning kepada pers, di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (03/07).
Ribka mengkritik aturan pencairan dana jaminan hari tua (JHT) dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo terkait BPJS Ketenagakerjaan. Menurut Ribka, aturan pencairan dana JHT itu sangat menyulitkan dan tidak berpihak pada kepentingan tenaga kerja.
Ia mengatakan, kehadiran UU BPJS yang dimaksudkan untuk mengakomodasi kepentingan tenaga kerja justru bertabrakan dengan aturan pencairan dana JHT.
Ia membandingkan dengan fungsi BPJS kesehatan untuk menganulir panjangnya birokrasi kesehatan. Seharusnya, BPJS ketenagakerjaan juga dapat memangkas kerumitan birokrasi tenaga kerja dalam memeroleh hak-haknya.
Ribka mengatakan, pencairan dana JHT seharusnya menjadi hak tenaga kerja. Dalam hal ini, ia meminta pemerintah untuk tidak membuat rumit aturan pencairan dengan cara membagi pencairan dana dalam beberapa tahap dengan syarat tertentu.
"Pencairan dana kan urusan buruh, jadi tidak usah pemerintah mau mengatur lagi. Itu hak buruh kok, kenapa jadi ribet begini," ujarnya.
Secara terpisah, Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf juga mempertanyakan hal yang sama. Ia curiga Presiden Joko Widodo tidak membaca PP yang ditekennya.
“Apakah Pak Presiden Jokowi sudah membaca isi PP yang ditekennya itu? Jangan-jangan tidak mengetahui apa isi PP nya yang mengatur besaran nilai yang bisa diambil setelah 10 tahun hanya 10 persen," kata Dede.
Dede juga menyayangkan langkah Jokowi yang baru menandatangani PP Nomor 46 Tahun 2015 terkait BPJS Ketenagakerjaan pada 30 Juni 2015. Padahal, sesuai UU NO 24/2011 tentang BPJS, diperintahkan pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan berlaku mulai 1 Juli 2015.
Berdekatannya penandatangan PP dengan waktu pelaksanaan membuat proses sosialisasi berjalan minim. Karena itu, Dede menyatakan, Komisi IX DPR akan memanggil Menteri Tenaga Kerja dan Dirut BPJS Ketenagakerjaan pada pekan depan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved