Hubungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakilnya Jusuf Kalla dari kacamata media kerap mengalami pasang surut. Gesekan-gesekan politik kerap terjadi antara keduanya ditambah komentar-komentar orang-orang dimasing-masing lingkaran mereka maupun dari pengamat, kadang turut menambah bumbu dalam pasang surut hubungan dua tokoh yang saat ini memimpin Indonesia tersebut.
Isu seputar persaingan popularitas, pembagian kekuasaan sampai desas-desus perpecahan dalam duet pucuk pimpinan negara itu kerap mengemuka di media. Tapi kali ini ada yang baru. Sesuatu yang justru memunculkan pandangan bahwa hubungan keduanya jauh lebih kompak.
Belakangan ini, Wapres kerap terlihat melakukan safari rapat kabinet terbatas di departemen-departemen. Hal itu karena keleluasaan serta kewenangan yang lebih dibanding sebelumnya yang diberikan Presiden kepada Wapres. Keleluasaan itu untuk memimpin langsung dan kewenangan mengambil keputusan terhadap safari rapat-rapat kabinet terbatas (ratas) yang ia pimpin.
Ratas pertama - dipimpin JK - digelar di Departemen Pertahanan pekan kemarin. Agenda utama membahas langkah konkrit untuk mempercepat menggerakkan industri pertahanan nasional. Hasilnya lumayan konkrit. Pemerintah meminta perbankan nasional siapkan USD 3,7 miliar untuk danai kegiatan produksi industri pertahanan nasional memasok kebutuhan TNI dan Polri yang bisa dibuat di dalam negeri.
Ratas kedua berlangsung 15 Januari di kantor departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Ratas memutuskan meningkatkan produksi minyak dan gas nasional hingga 30 persen dari saat ini pada akhir 2009 kelak. Ratas ketiga, berlangsung Rabu (17) siang. Bertempat di Departemen Perindustrian. Agenda utamanya soal kelangsungan pasokan listrik untuk industri dalam negeri.
Mengenai perluasan wewenang, Jubir Kepresidenan Andi Malarangeng mengatakan, semua ratas dipimpin Wapres JK adalah untuk koordinasikan pelaksanaan arahan yang diberikan oleh Presiden SBY.
"Presiden beri tugas-tugas penting pada wapres yang disampaikan dalam rapat-rapat kabinet. Untuk laksanakan tugas itu wapres adakan ratas dan melaporkannya ke Presiden. Kecuali untuk hal-hal yang sifatnya teknis seperti masalah Bakornas, wapres bisa langsung mengambil keputusan. Sebab beliau adalah ketua Bakornas," ujar Malarangeng dalam pembicaraan telepon.
Sebenarnya pola kerja berbagi tugas dan pendelegasian wewenang bukan hal baru. Sejak kampanye pilpres SBY telah nyatakan wakilnya kelak bukan sekadar {ban serep} dan punya peran tidak sebatas urusan ceremonial seperti pemerintahan-pemerintahan sebelumnya.
"Wapres akan menangani masalah ekonomi dan kesra. Saya konsentrasi di polkam," ujar SBY dalam salah satu kampanyenya ketika itu.
Kita saksikan implementasinya di masa awal Pemerintahan SBY-JK. Semua rapat-rapat teknis di bidang ekonomi dan kesra berlangsung di kantor wapres. Hasil akhirnya dibawa dalam rapat rapat kabinet guna mendapat persetujuan presiden, dan kemudian diumumkan pada publik.
Sayangnya masyarakat belum ngeh bener dengan praktek baru demikian. Sehingga rapat-rapat yang dipimpin Wapres beserta keputusan yang dihasilkan dipandang sebagai indikasi penggerogotan kewenangan Presiden karena melampaui kewenangan yang ada.
Kesalahpahaman inilah bibit muncul isu persaingan popularitas dan tidak kompaknya SBY dengan JK. Pupuknya adalah niat Partai Golkar mencalonkan JK selaku ketua umumnya sebagai capres di Pilpres 2009.
Lebih disayangkan lagi, ternyata pihak terdekat SBY termakan isu ini hingga merasa perlu diadakan perbaikan. Bentuknya adalah pemindahan semua ratas dan rakor bidang ekonomi dan kesra dari kantor wapres ke kantor presiden.
Bahkan Presiden SBY memaksakan diri pimpin langsung ratas walaupun tengah berada di luar negeri. Alhasil teleconference pun digelar di sela-sela kunjungan kerjanya di Amerika Serikat pertengahan 2005 walau tidak ada masalah mendesak dan wapres pun ada di Tanah Air.
Langkah yang semula bertujuan baik ini menjadi blunder. Tudingan yang beredar di masyarakat SBY tidak lagi percayai JK dan takut tersaingi. Isu retaknya hubungan SBY-JK makin menjadi-jadi. Bak bara dalam sekam, isu ini membayangi berjalannya roda pemerintahan sepanjang dua tahun terakhir.
September sampai November tahun silam bara itu menjadi kobaran api. {Minyak}-nya adalah penunjukan Marsilam Simandjutak sebagai ketua UKP3R oleh Presiden SBY.
Sejumlah petinggi Golkar yang kebakaran jenggot menuding Presiden punya rencana sistematis mengorek-orek dosa lama partai. Ancaman menarik dukungannya terhadap pemerintah bila Marsilam yang di awal era reformasi menyerukan pembubaran Golkar itu dipertahankan.
Sebagai ketua umum Partai Golkar, JK berkewajiban sampaikan desakan itu pada SBY. Peristiwa ini membenarkan dugaan adanya kerikil dan onak dalam hubungan SBY-JK. "Rumah tangga saja ada perbedaan pendapat, apalagi pemerintahan. Itu biasa, sudahlah jangan bicara itu lagi" jawab JK kala itu.
Isu perpecahan akhirnya tertelan berita-berita lainnya. Marsilam tetap berkantor di Bina Graha, partai Golkar pun diam. Di tahun ke tiga pemerintahannya, kini SBY-JK menerapkan pembaharuan di dalam hubungan antara keduanya dengan target meningkatkan kinerja pemerintahan. Kita tunggu hasilnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved