Kemajuan teknologi mengungkapkan fakta baru yang mengejutkan. Ternyata orang tua sekarang cenderung lebih mempercayai ChatGPT daripada dokter soal kesehatan anak-anak mereka.
Hal ini terungkap dari sebuah studi terbaru yang diterbitkan dalam Journal of Pediatrict Psychology oleh University of Kansas Life Span Institute.
Studi ini bertujuan untuk mencari tahu apakah teks yang dihasilkan oleh ChatGPT di bawah pengawasan seorang pakar kesehatan dapat dipercaya seperti teks yang dihasilkan oleh pakar itu sendiri. Studi ini menggunakan metode observasi kepada 116 orang tua berusia 16 hingga 65 tahun.
"Saat kami memulai penelitian ini, itu terjadi tepat setelah ChatGPT pertama kali diluncurkan -- kami khawatir tentang bagaimana orang tua akan menggunakan metode baru yang mudah ini untuk mengumpulkan informasi kesehatan bagi anak-anak mereka," demikian disampaikan penulis jurnal Calissa Leslie-Miller yang dikutip dari Vice pada Kamis (12/12/2024).
Calissa menyebut bahwa orang tua sering kali mencari jawaban di internet. Oleh sebab itu, mereka ingin memahami seperti apa penggunaan ChatGPT ini dan apa yang perlu dikhawatirkan.
Dalam melakukan studi tersebut, peserta diminta untuk menyelesaikan penilaian dasar atas niat perilaku mereka terkait topik perawatan kesehatan anak. Setelah itu, mereka diminta untuk menilai teks yang dibuat oleh seorang pakar atau ChatGPT di bawah pengawasan pakar.
Studi ini menemukan bahwa ChatGPT yang direkayasa mampu memengaruhi niat perilaku untuk mengambil keputusan. Seperti, pengobatan, tidur dan diet.
Selanjutnya, ditemukan bahwa adanya perbedaan antara ChatGPT dan konten ahli dalam hal moralitas, kepercayaan, keahlian, akurasi dan keandalan yang dipersepsikan. Namun, ketika perbedaan tersebut ada, teks ChatGPT mendapat skor lebih tinggi dalam hal kepercayaan dan akurasi daripada informasi ahli.
Peserta juga menyatakan bahwa mereka akan lebih cenderung mengandalkan informasi ChatGPT daripada informasi dari seorang ahli.
"Hasil ini mengejutkan kami, terutama karena penelitian ini dilakukan pada awal ketersediaan ChatGPT. Kami mulai melihat bahwa AI diintegrasikan dengan cara yang mungkin tidak langsung terlihat, dan orang-orang mungkin tidak menyadari saat mereka membaca teks yang dihasilkan AI dibandingkan konten ahli," ungkap Calissa.
Hasil penelitian ini menimbulkan kekhawatiran dari para peneliti. Sebab, alat chat GPT rentan terhadap halusinasi yang dapat membuat kesalahan yang terjadi saat sistem tidak memiliki konteks memadai.
Dalam hal kesehatan anak misalnya, konsekuensinya bisa sangat signifikan. Calissa khawatir orang-orang akan semakin bergantung kepada AI untuk mendapatkan saran kesehatan tanpa pengawasan ahli yang tepat.
"Selama penelitian, beberapa iterasi awal keluaran AI berisi informasi yang salah. Hal ini mengkhawatirkan karena, seperti yang kita ketahui, alat AI seperti ChatGPT rentan terhadap 'halusinasi'—kesalahan yang terjadi saat sistem tidak memiliki konteks yang memadai," lanjut Calissa.
“Dalam kesehatan anak, di mana konsekuensinya bisa signifikan, sangat penting bagi kami untuk mengatasi masalah ini. Kami khawatir orang-orang mungkin semakin bergantung pada AI untuk mendapatkan saran kesehatan tanpa pengawasan ahli yang tepat.”
Terlepas dari bagaimana peserta menilai teks, Calissa menemukan adanya perbedaan dalam kredibilitas sumber. Dengan mengingat hal itu, kata Calissa, jika orang tua beralih ke teknologi AI untuk mendapatkan informasi, mereka harus mencari sumber yang terintegrasi ke dalam sistem dengan lapisan keahlian yang telah diperiksa ulang.
“Saya yakin AI memiliki banyak potensi untuk dimanfaatkan. Secara khusus, AI dapat menghasilkan informasi dalam jumlah yang jauh lebih banyak daripada sebelumnya. Namun, penting untuk menyadari bahwa AI bukanlah pakar, dan informasi yang diberikannya tidak berasal dari sumber yang ahli," pungkasnya. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved