Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkapkan data bahwa 99% kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan karena sengaja dibakar dan mereka tetap melakukannya meskipun musim hujan.
"Selama Februari hingga Juli, hotspot yang terjadi lebih banyak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Artinya, pembakaran juga dilakukan saat musim penghujan," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di kantor BNPB, Jakarta, Rabu (17/09).
Menurut Sutopo, pola hotspot yang terjadi di Sumatera selalu menunjukkan peningkatan signifikan di bulan Juni-Oktober, untuk Kalimantan terjadi di bulan Agustus-Oktober. Khusus di Riau, hotspot meningkat pada bulan Februari-Maret dan memicu bencana asap.
"Bencana kebakaran hutan alami terbesar di Indonesia terjadi saat El Nino tahun 1997 lalu. Tapi sekarang 99% penyebabnya karena dibakar dan 70%-nya terjadi di luar kawasan hutan," ujar Sutopo.
Dampaknya seperti kerugian ekonomi, kerusakan lingkungan, politik, kesehatan dan lainnya tak terhindarkan. Salah satunya seperti kerugian ekonomi dari kebakaran hutan di Riau mencapai Rp20 triliun, 2.398 hektar cagar biosfer terbakar, 21.914 hektar lahan terbakar, 58.000 orang terserang gangguan pernapasan, belum lagi para pelajar yang kegiatan belajar mengajarnya terganggu.
"Belum lagi protes dari pemerintah Singapura karena jutaan masyarakatnya terpapar oleh asap. Padahal antisipasi lebih efektif daripada pemadaman," kata Sutopo.
Titik panas kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan masih bertambah hingga bulan September 2014 ini. Seperti tanggal 13 September kemarin, titik panas keseluruhan terpantau sebanyak 351 titik, tapi pada tanggal 15 September menjadi 1.694 titik.
"Kurang dari 2 hari, berdasarkan pantauan satelit MODIS, dari 300 titik panas menjadi 1.600 lebih titik panas," pungkas Sutopo.
© Copyright 2024, All Rights Reserved