Para saksi yang diminta keterangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk tidak gampang mempercayai orang-orang yang mengaku bisa membantu pengaturan perkara. Bila ada oknum yang mencoba memeras, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas meminta korban untuk segera melaporkan ke KPK.
“Kalau ada informasi seperti itu dilengkapi saja datanya laporkan ke KPK. Walaupun sementara saya mengatakan, hanya orang dungu saja yang berani memeras apalagi menggunakan identitas KPK," kata Busyro di Jakarta, Selasa (07/10).
Komentar ini disampaikan Busyro terkait dengan ditangkapnya oleh polisi, 2 pelaku pemerasan terhadap saksi KPK dari Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT). Kedua pemeras yang tercatat sebagai anggota LSM Gerakan Penyelamat Harta Negara itu meminta uang Rp500 juta kepada korban berinisial SH alias Y.
Pengungkapan kasus yang ditangani Polres Jakarta Selatan ini bermula dari laporan Y yang merasa ditipu oleh pelaku. Kedua tersangka menjanjikan dapat mengurus atau memediasi perkara yang tengah ditangani KPK. Y bahkan telah memberi US$20 ribu dan Rp5 juta kepada pelaku.
Kapolres Jakarta Selatan, Kombes Wahyu Hadiningrat, mengatakan, keduanya ditangkap di dua tempat terpisah. M ditangkap di kawasan Cibubur dan sementara K dicokok di Tangerang.
Adapun korban yang diperas merupakan pejabat di lingkungan Kemen PDT, berinisial Y. “Yang bersangkutan meminta Rp500 juta kepada korban. Sementara korban baru memberi US$20 ribu dan Rp8 juta," terang Wahyu di Polres Jakarta Selatan.
Dijelaskan pemberian US$20 ribu diberikan dalam 3 tahap. Tahap pertama, Y memberikan US$10.000, lalu US$4.000, dan terakhir US$6.000. Jumlah tersebut diberikan secara tunai. "Sedangkan Rp 8 juta diberikan dengan cara transfer antar bank," beber Wahyu.
Wahyu menambahkan, pengungkapan kasus ini bermula dari laporan Y yang merasa ditipu oleh para pelaku. Kedua anggota LSM ini memberikan janji dapat mengurus atau memediasi kasus yang tengah ditangani oleh KPK. "Dijanjikan tersangka bahwa dia sanggup menjadi mediator membuat orang yang diperiksa bisa selesai perkaranya," jelas Wahyu.
Kedua pelaku memang kerap berada di KPK. Kepada korban mereka mengaku sebagai orang dalam KPK. "Korban kemudian percaya," terang Wahyu.
Selain itu, pelaku juga menyebut beberapa nama KPK. Namun, Wahyu tidak merinci siapa saja nama-nama tersebut, apakah pimpinan, deputi, atau penyidik. "Tapi kan itu harus diklarifikasi," ujarnya.
Dalam penangkapan itu, polisi menemukan pistol otomatis CZ berikut 4 peluru dari tangan M. Selain dijerat pasal pidana penipuan, penggelapan, M juga dijerat pasal UU Darurat karena senjata yang ditemukannya.
Ditempat yang sama, Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, mengatakan, bahwa 2 orang yang ditangkap polisi itu dalam sebulan terakhir memang kerap berada di KPK. "Mereka bukan pegawai KPK, di KPK sebagai tamu," ujar Priharsa.
Menurut Priharsa, sesuai aturan di perundangan KPK, tidak ada pimpinan, penyidik, atau pegawai KPK yang mampu mengatur perkara di KPK, kecuali atas dasar hukum. “Tidak ada penghentian penyidikan di KPK. Kalaupun ditemukan seperti imi sudah dapat dipastikan merupakan bentuk penipuan," ujar Priharsa.
Sementara tersangka M yang dihadirkan dalam jumpa pers itu, mengelak bila dirinya memeras Y. “Bohong itu Yoga, dia takut saja kasus alkesnya naik (ke penyidikan)," kata M.
© Copyright 2024, All Rights Reserved