Pagar makan tanaman, itulah pepatah tepat untuk tim auditor Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) yang mengaudit keuangan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ternyata tim auditor BPK yang dipimpin Djapiten Nainggolan Kepala Sub Auditoriat 3A1 yang berjumlah 14 orang menerima uang Rp555 dari KPU.
Djapiten sendiri yang mengungkapkan hal tersebut ketika menjadi saksi dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Gedung Uppindo, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (21/9) dengan terdakwa Kepala Biro Keuangan KPU Hamdani Amin.
"Saya pernah menerima uang dari KPU. Pertama diserahkan oleh staf saya Chaidar sejumlah Rp6 juta pada Januari 2004. Chaidar adalah Ketua Sub Tim Pemeriksaan pada KPU," ujar Djapiten. Lebih jauh, Djapiten mengaku menerima uang lelah itu sebesar RP 140 juta. Dengan rincian, Rp104 juta didapat dari Wakabiro Keuangan KPU M Dentjik pada 3 Oktober 2004. Kemudian, pada periode Januari hingga Februari 2004, Djapiten menerima Rp 36 juta.
Selain itu, Djapiten juga membeberkan bahwa dari seluruh timnya yang berjumlah 14 orang hanya satu orang yang menolak dana dari KPU yaitu stafnya bernama Latif. Sedangkan ke-13 lainnya menerima dengan perincian :1.Khaidar Rp 107 juta; 2.Priono Rp 108 juta; 3.Onegawati Rp 58 juta; 4.Helmi Rubain Rp 58 juta; 5.Is Sumiati Rp 45 juta; 6.Dedi Rp 45 juta; 7.Nur Rp 13 juta; 8.Iswardani Rp 4 juta; 9.Yanti Rp 4 juta; 10.Fitri Rp 4 juta; 11.Sulung Rp 4 juta; 12.Kerot Rp 4 juta; dan 13.Suharto Rp 1,5 juta
"Uang itu untuk uang lelah. Pemberian uang tersebut ketika BPK sedang melakukan tahap akhir pemeriksaan audit," ujar Djapiten tenang mengungkapkan alasannya mengapa menerima uang dari KPU.
Apapun alasan yang dikemukakan Djapiten tak menghilangkan tanggungjawabnya sebagai PNS bahwa diri berikut timnya melakukan tindak pidana korupsi. Kita tunggu bagaimana tim auditor BPK yang memeriksa KPU mempertanggungjawabkan perbuatannya. Keadilan harus ditegakkan dan kalau perlu mereka semua dipecat dan diseret ke pengadilan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved