Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Laode M Syarif mengaku aneh dengan apa yang dilakukan Pemerintah yang menghambur-hamburkan anggaran untuk bantuan sosial (bansos) pada saat negara tidak dalam bencana atau wabah.
Laode menilai apa yang dilakukan dengan pembagian bansos saat ini sarat dengan konflik kepentingan. Jadi sebenarnya tujuan bansos bukan untuk membantu tapi kepentingan kampanye yang dibalut bansos.
"Ketika saya di KPK, kami sepakat bahwa bantuan sosial harus diberikan berdasarkan nama dan alamat yang jelas penerima. Sehingga bansos bisa disalurkan dengan baik. Sebab banyak terjadi penyelewengan bansos," kata Laode dikutip saat dari wawancarai Metro TV.
Laode mengatakan, ada beragam data orang miskin yang dimiliki lembaga. Misalnya Kementerian Sosial (Kemensos) punya daftar orang miskin. Begitu juga Kementerian Pertanian (Kementan) juga punya daftar orang miskin yang perlu dibantu dan juga Kementerian Tenaga Kerja (Kemanaker) juga punya data pekerja yang perlu bantuan.
"Nah dari sekian data itu harus disinkronkan supaya tidak terjadi duplikasi data orang miskin. Sehingga menyebabkan kebocoran dan penyelewengan penyaluran bansos," kata Laode.
Namun akhir-akhir ini yang terjadi justru malah dihambur-hamburkan tanpa memperhatikan data orang miskin. "Berarti itu bukan bansos tapi kampanye dibalut bansos. Ini jelas konflik kepentigan, ini adalah akar dari korupsi. Fenomena seperti ini perlu disuarakan," kata Laode.
Menurut Laode, bansos bisa dilanjukan pembagiannya asalkan sesui dengan nama dan alamat penerima bansos. Jadi tidak boleh diberikan sembarangan. Hal yang paling penting bansos memang dibutuhkan rakyat miskin.
"Seharusnya bansos disalurkan oleh Kementerian Sosial. Ini sesuai tata kelola pemerintah yang baik. Bansos bukan diberikan kepada semua orang. Sebab ini bisa jadi tanggungjawab dan beban negara. Ini aneh kok jumlah anggaran bansos lebih banyak dari masa pandemi Covid-19," kata Laode.
Laode juga menyoroti anggaran Kementerian da lembaga dipotong 5% untuk bansos. Jadi anggaran negara dikutak-katik agar dana bansos ada. Hal ini sangat tidak lazim.
Sebab pengaturan anggaran yang mendadak bisa dilakukan ketika negara dalam keadaan darurat, bencana atau wabah seperti Covid-19 lalu.
"Tapi sekarang kan negara tidak ada wabah atau bencana. Jadi hal ini semakin memperjelas bahwa bansos digunakan untuk alat politik," kata Laode.
Menurut dia, apa yang dilakukan terkait kebijakan bansos ini bisa menimbulkan kerugian negara karena tidak sesuai peruntukkannya. Misalnya anggaran yang semula untuk pembangunan pertanian atau pembangunan jembatan tapi diubah jadi bansos.
"Memangnya ada gempa? Aneh itu bansos tidak boleh dihambur-hamburkan untuk semua orang. Hal ini harus ada yang bersuara tentang keanehan ini. BPK dan BPKP bisa menilai ini. Ini bisa dilakukan audit atas masalah itu," pungkas Laode.
© Copyright 2024, All Rights Reserved