Problematika yang ada sekarang ini belum bisa di pecahkan. Karena itu, bank-bank sekarang ini harus kembali pada posisinya dengan benar.
Menurut Anda, apa sih problematika dunia perbankan nasional saat ini?
Saat ini, bank-bank yang ada, sehatnya lebih disebabkan karena adanya kebijakan bunga SBI yang cukup tinggi. Faktor ini, menurut saya merupakan salah satu penyebab kurangnya minat bank untuk menurunkan kredit. Sebab mereka takut CAR banknya menjadi merah bila kredit yang disalurkan menjadi macet. Toh sprade bunganya cukup untuk membuat hidup bank yang ada. Apalagi melihat perekonomian kita ini naik turun. Rupiah sekarang mulai melemah lagi. Jadi, bank mengambil langkah aman saja, ya taruh di SBI.
Tapi itu kan sama dengan sengaja memacetkan sektor riil?
Itulah memang problematika yang ada sekarang ini yang menurut saya belum bisa di pecahkan. Karena itu, menurut saya, bank-bank sekarang ini harus kembali pada posisinya dengan benar.
Maksudnya?
Selama ini di Indonesia, kompetisi perbankannya kurang sehat. Karena apa? Karena kompetisi yang terjadi hanya antarbank lokal yang ada. Ini suatu kompetisi yang berat. Seharusnya mereka melihat kompetisi itu, yang paling besar bukan pada bank yang ada di Indonesia, tetapi pada bank asing yang telah dan akan masuk ke Indonesia. Mereka (bank-bank asing) itu, siap untuk memperbesar sayapnya dimasa depan, dan menurut saya, peluangnya cukup besar, antara lain karena rapuhnya bank-bank lokal yang ada selama ini.
Bisa Anda jelaskan lagi soal kerapuhan bank-bank lokal kita?
Ya, rapuhnya bank lokal yang ada, sebagian besar kan karena tidak siap untuk berinvestasi.
Maksudnya?
Bagaimana investasi akan siap mereka lakukan bila untuk itu mereka masih tergantung pada founding. Jika ditelusuri, ini kan menyebabkan banknya menjadi rapuh.
Jadi seperti itu kualitas perbankan kita selama ini. Lalu seperti apakah kualitas manajemen perbankan yang baik itu?
Ya, tergantung dari banknya. Terus terang saja, salah satu yang tergolong baik, misalnya Bank Universal, karena di bank ini para bankirnya benar-benar memahami dan memiliki kualitas yang baik.
Artinya mereka paling bagus?
Bukan paling bagus, tetapi baik dalam arti orang-orang di bank itu memang bankir. Sehingga mereka memahami benar. Bank Niaga juga demikian.Kalau bank-bank yang lain, kebanyakan orangnya bukan bankir. Maka apakah mereka mengenal perbankan sesungguhnya, itu yang perlu di pertanyakan. Padahal kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu yang paling penting di dalam bank.
Seperti apa flatform dunia perbankan kita?
Idealnya, Indonesia itu tak perlu memiliki bank yang banyak, seperti di masa lalu. Jadi,bank-bank yang tidak kompeten, yang ada saat ini sebaiknya di merger.Lihat saja, jumlah aset yang ada sudah tidak efisien. Padahal dengan merger, bank akan jadi kuat dan akan meningkat efisiensinya. Sementara kondisi di Indonesia ini sangat disayangkan, karena banyaknya bank, maka kompetisi yang terjadi juga lebih banyak antarbank kita sendiri.
Di sisi lain, yang menggunakan jasa perbankan selama ini juga belum banyak, bila dibandingkan dengan potensi pasar yang ada. Hanya golongan-golongan tertentu saja yang menggunakan bank, yaitu midle up. Sehingga yang diburu hanya pasar ini. Bayangkan, sekian banyak bank berkompetisi untuk merebut pasar yang sama. Semua energi dihabiskan untuk itu, bukan berupaya menciptakan network yang saling mendukung agar mampu menciptakan bank yang kuat dan kokoh. Ini yang tidak dilakukan. Lantas, pasar yang lain, midle low siapa yang secara sungguh-sungguh dan konsisten menggarap?
Di era otonomi daerah saat ini---jika benar pemerintah konsisten melaksanakannya, justru pasar yang sangat potensial bagi perbankan adalah pasar retail. Kenapa? Karena setiap daerah itu memerlukan bank yang kuat dan profesional berada di daerahnya agar bisa menunjang aktifitas ekonomi mereka di lokal. Sehingga uang tidak disedot ke pusat semua. Karena itu perlu dilakukan upaya untuk mengembangkan perbankan yang benar-benar solid di daerah.Bisa Anda bayangkan, berapa jumlah propinsi dan kabupaten/kota di Indonesia, yang masing-masing memiliki cabang bank yang kokoh dan professional.Bila ini terjadi,maka arus lalu lintas perekonomian nasional akan lancar dan sehat.Bila terjadi krisis kan penderitaannya tidak seperti saat ini, langsung colaps karena sebab uang disedot ke pusat semua.
Kalau untuk yang seperti itu, bukankah BRI sudah melakukannya?
Untuk tipikal yang ini, kita memang punya BRI, karena BRI di setiap kecamatan bahkan di desa juga sudah ada. Tapi harus kita lihat lagi, apakah BRI memang benar-benar merupakan bank yang berkualitas bagus dan dikelola sesuai dengan paradigma perbankan professional. Ini masih merupakan sebuah pertanyaan yang harus dijawab secara benar. Sebab, semua orang mengetahui, bank-bank ber-“plat merah” paradigmanya tidak melayani costumer.Jadi ya customernya menunggu saja. Mungkin karena darah feodalistik kita masih banyak berpengaruh, terutama di BUMN.
Artinya BRI yang sudah merambah ke desa itu pun ternyata juga masih tidak efektif karena tidak menjemput bola?
Bukan soal menjemput bola, tetapi kembali lagi kedalam paradigma layanan yang benar untuk memuaskan nasabah.
Apa sih yang menyebabkan dunia perbankan kita ini sangat rontok?
Selain karena sistem dan krisis, saat ini orang terlalu konsentrasi kepada performing loan saja. Kesalahan terbesar yang kita lakukan adalah menutup begitu banyak bank dan mengalihkan seluruh aset-asetnya ke dalam BPPN. Kalau pemerintah mau turun tangan benar-benar, maka tidak perlu ditutup karena aset-aset itu menghasilkan produktifitas dan soal hutang nantinya kan bisa di rescheduling, misalnya sepanjang 10 sampai dengan 15 tahun tergantung berapa hutangnya.
Artinya kebijakan menyerahkan seluruh asset bank ke BPPN merupakan kebijakan yang salah?
Ya, karena dengan diberhentikannya semua aset yang ada dan tergeletak begitu saja, siapa yang mau beli? Semua ini tidak terjawab dan belum dapat diselesaikan. Padahal, seandainya dulu tidak ditutup, aset bank berupa pabrik macam-macam itu kan masih bisa tetap jalan. Itu berarti masih bisa menggerakkan ekonomi, walaupun lambat bayar hutangnya, ya biarkan saja. Artinya mereka (bank, konglomerat) punya hutang besar, tetapi (perusahaan atau pabrik) mereka (kalau diteruskan) setidaknya masih bisa menghidupkan puluhan ribu pegawai. Tapi kalau ditutup, itu kan sama artinya menciptakan banyak pengangguran.
Itu kan kausalitas yang tak terhindarkan, di mana pengangguran tercipta akibat dosa konglomerat?
Itulah yang dinilai rakyat tidak adil. Konglomerat yang banyak utang, rakyat yang harus kehilangan pekerjaan akibat perusahaannya bermasalah. Artinya, pemerintah yang mengeluarkan kebijakan tidak melihat dampak itu semua, mereka hanya melihat konglomerat-konglomerat saja. Dan itu pula yang merupakan salah satu dosa perbankan karena selama ini hanya memperhatikan konglomerat.
Jadi, bank ikut berdosa, karena hanya memperhatikan konglomerat tanpa pernah berpaling ke masyarakat usaha menengah bawah?
Ya. Padahal, justru orang yang lebih kecil jauh lebih hati-hati di bandingkan konglomerat dalam berhutang. Kelompok menengah kebawah itu kan yang paling takut kalau nunggak membayar kredit. Mereka paling rajin membayar, tapi cilakanya bunga yang dikenakan justru relatif jauh lebih tinggi dibandingkan bunga yang diberikan pada konglomerat yang malas membayar hutang itu. Kan jadi lucu, orang yang membayarnya bagus, tidak diperhitungkan. Sebaliknya, orang yang tidak bayar dan berhenti malah dikasih diskon. Kalau dikatakan adil, adil di mana, adil untuk siapa, ini semua kembali lagi kepada singkronisasi sistem yang ada pada kita. Nah ini kan sangat erat kaitannya antara keputusan-keputusan regulasi dengan keputusan-keputusan perbankan yang kerap tidak match. Dan yang sangat disayangkan, tidak ada tindakan hukum yang tegas terhadap semua ini.
Itukah titik-titik lemah bank-bank lokal yang secara tak langsung memberikan peluang bank asing yang belakangan justru makin berkibar?
Ya, tapi ingat, Bank Asing, itu regulasinya bukan hanya di Indonesia. Bank Asing itu mempunyai double regulation: dari negara mereka yang bersangkutan dan dari Indonesia. Jadi kalau dia melanggar di Indonesia dia kena dan di negara asalnya juga kena. Karena kontrolnya banyak, oleh sebab itu setiap kali Bank Asing akan mengambil keputusan, mereka akan sangat hati-hati. Sungguh sulit mereka akan melakukan KKN. Tidak mungkin mereka akan melakukan praktik money loundring di Indonesia karena mereka akan terkena sanksi di negara asalnya.
Menurut Anda, apa upaya yang paling signifikan dilakukan pemerintah untuk membenahi perbankan nasional?
Pertama Bank Indonesia (BI) harus Independen, karena BI merupakan regulator maka tak ada pilihan, BI harus benar-benar Independen. Lantas, regulasi yang ada saat ini perlu ditinjau. Jangan peraturan-peraturan ini diubah seenaknya. Ini harus dikontrol. Dalam membahas semua ini harus tahu dinamikanya, nah ini kembali lagi kecepatan mengantisipasi perkembangan di dunia perbankan. Ingat, dunia perbankan ini sifatnya sektoral dan perkembangannya cukup cepat. Jangan seperti selama ini, laju perkembangan dunia perbankan sudah jauh, sementara regulasinya masih tertinggal.Misalnya soal money loundring, itu kan sudah sejak dulu ada, tapi kita baru membuat aturannya.
Kedua, pengawasannya di perbanyak. Sehingga BI tau benar, mana bank-bank yang bagus dan perlu dipertahankan dan mana bank-bank yang harus di merger. Didalam melakukan merger, nantinya, harus hati-hati.Lihat secara jeli portofolionya.Bila perlu write off, masukkan lost supaya tidak jadi beban. Dan yang paling penting, hukum yang mengatur dunia perbankan harus jelas dan tegas dilaksanakan.Bila tidak, ya hanya tinggal mimpi bila kita ingin memiliki perbankan yang kokoh dan profesional.
Apatis dong?
Saya selalu optimis. Tetapi aspirasi-aspirasi seperti ini kadang-kadang tidak didengarkan. Jadi orang-orang yang mempunyai posisi-posisi penting masih banyak tidak mendengarkan. Karena itu, bila posisi penting di dalam otoritas moneter atau fiskal masih dipegang oleh orang yang kualitas skillnya rendah, maka dia akan sulit berpikir secara global.Mereka hanya akan sibut melihat dari detailnya saja. Apa sih sebenarnya yang sedang terjadi di dunia perbankan kita? Kalau dia masuk secara detail sampai yang sekecil-kecilnya mereka tidak dapat menembus dan memecahkan persoalan yang sebenarnya. Nah, yang terjadi di negara kita ini sangat kompleks.Apalagi selalu di-geret-geret ,bahwa ini persoalan masa lalu.Lho iya, ini masa lalu.Lantas kedepan bagaimana? Apa mau masa lalu terus.Kan tidak.Maka dari itu, ya selesaikan dengan jelas dan tegas serta buat regulasinya.
Bagaimana cara yang efektif untuk menggerakkan semua itu?
Bank Indonesia harus berpandangan jauh kedepan. Otoritas moneter yang lainnya juga harus demikian.Sehingga koordinasi dan kerjasama yang dilakukan benar-benar simultan. Jangan Bank Indonesia mempunyai regulasi A,maka Departemen Keuangannya B. Bila ini tetap terjadi, maka dunia perbankan kita bentuknya kadang-kadang tidak jelas
Ini semua kan soal Hukum. Bagaimana peran hukum yang ada saat in dalam menunjang aktifitas perbankan?
Hukum yang ada sampai saat ini sangat lemah.Untuk investasi lemah, apalagi di perbankan. Para investor kurang berminat mengeinvestasikan dananya di Indonesia.Sebagian dari para investor itu lebih memilih Malaysia, karena jauh lebih baik dan hukumnya jelas dibandingkan ditempat kita. Misalnya, sebuah bank ingin mengajukan eksekusi terhadap nasabahnya yang membandel,seperti tidak mau membayar,baik bunga ataupun pokok pinjamannya yang sudah masuk dalam katagori kredit macet.Inikan sangat sangat sulit dilakukan disini.Prosesnya sungguh berliku-liku.Padahal,sejak awal sudah ada komitmen antara bank dan nasabah ketika kredit diberikan dan ini merupakan kesepakatan hukum.Malah bisa-bisa banknya yang disalahkan.Ini kan jadi rada aneh.
Bila kita selami, kredit macet itu sama artinya dengan menggiring bank kedalam jurang,bila tidak cepat diselesaikan.Dana yang dipinjamkan kepada nasabah itu kan ada cost-nya.CAR bank kan bisa drop akibat NPL yang tinggi.Dan karena hukum di negara kita ini kurang tegas dan jelas,maka tak perlu terkejut bila NPL bank menjadi tinggi dan CAR nya menjadi rendah (perumpamaan ini tidak berlaku bagi bank yang melanggar 3L atau mengucurkan kridit kepada grup sendiri). Semua ini karena penerapan hukum yang tidak jelas.
Bila demikian, bagaimana prospek kedepan perekonomian Indonesia?
Akan bertambah parah---bank itu kan ibarat urat nadi dalam tubuh kita yang mengalirkan darah, selagi semua aspek dan sektornya tidak dibereskan. Dan yang paling utama dibenahi adalah aspek hukumnya. Kalau soal hukumnya beres, maka rasa optimis kita akan melihat prospek yang lebih baik akan semakin besar.Bila tidak, ya beginilah….
Katanya banyak bank yang hidup saat ini tergantung SBI?
Lho itu kan sederhana sekali. Bank memberikan bunga deposito atau tabungan kepada nasabah kan, paling besar, misalnya 12% pertahun.Lalu, suku bunga SBI sebesar 17% pertahun. Bank kan dapat selisih 5%, kan aman itu.
Kenapa ini dilakukan pemerintah?
Itu saya tidak tahu. I don’t know why. Akibatnya tidak ada kredit yang disalurkan oleh bank.Disamping memperkecil resiko, tentu bisnis dari sprade bunga saja sudah membuat bank aman.Ngapain susah-susah.Diserahkan ke SBI kan dapat garansi, aman. Dengan demikian, secara tidaklangsung ini membunuh sekto riil. Makanya yang tadi saya jelaskan bahwa kebijakan ini tidak terkoordinir, itu yang saya sayangkan.(*)
© Copyright 2024, All Rights Reserved