Munculnya penolakan militerisme sebenarnya adalah upaya menghambat capres dan cawapres asal militer untuk memberantas KKN. Sejumlah pengusaha membiayai demo LSM dan mahasiswa itu karena takut kalau-kalau Wiranto, SBY atau Agum Gumelar yang berkuasa. Mengapa?
“Kita harus mendukung militer menjadi Presiden, karena hanya pemimpin dari militer modern seperti Wiranto, SBY dan Agum yang akan mampu memberantas KKN dari birokrasi dan juga menyapu konglomerat hitam yang telah merugikan negara ini,” ungkap Setiabudi Msi seorang pengamat politik dari Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin.
Stigma buruk yang dihadapkan pada militer karena hasil buruk Orde Baru yang kebetulan dipimpin oleh militer. “Tapi ingat, Soeharto itu produk militer tempo dulu,” tandas pengamat politik yang kini tengah mengambil program S3 di Universitas Kebangsaan, Malaysia itu. Selain itu, krisis ekonomi bukan disebabkan karena militeristik melainkan karena kebijakan ekonomi yang terlalu berpihak pada konglomerat dan bukan usaha kecil dan menengah. “Kebetulan kebijakan itu lahirnya dari pakar-pakar ekonomi dari UI,” ujar Setiabudi sambil tersenyum.
Menurut Setiabudi, yang juga Direktur Eksekutif Central Regional Development Studies (CRDS), sebagai tentara masa lalu Soeharto tidak pernah diajari tentang bagaimana mengatur ekonomi negara yang baik. “Akibatnya selama 32 tahun memerintah dia ditipu oleh para konglomerat hitam itu,” tandasnya lagi. Lain halnya dengan TNI modern, salah satu pelajaran yang mereka dapat selama di AKABRI adalah Perbandingan Ekonomi Internasional.
Susilo Bambang Yudhoyono selama mengikuti pendidikan di Lemhanas lebih sering membahas Ketahanan Nasional dari sudut keamanan dan ekonomi. Begitupun Agum Gumelar yang ‘ditempa’ pelajaran ekonomi di Departemen Perhubungan. Dimana Agum bisa merasakan sendiri kebobrokan kebijakan ekonomi Orde Baru dalam departemen yang dipimpinnya. “Kalau Wiranto jangan tanya,” tambah Setiabudi. “Dia itu saksi hidup yang menyaksikan bagaimana Soeharto ditipu oleh Liem, Samsul Nursalim, Prayogo Pangestu dan konglomerat yang sekarang kabur ke Singapura itu.”
Tidak mengherankan jika mantan ajudan Soeharto itu bertekad akan menembak mati koruptor dan konglomerat hitam jika terpilih menjadi presiden. “Mereka adalah tentara modern yang ngerti ekonomi. Para jenderal itu sebenarnya sakit hati ketika intitusi TNI yang dituding merusak negara ini dan bukannya para konglomerat hitam yang membangkrutkan negara,” kata Setiabudi.
Setiabudi mengungkapkan, dalam sebuah pertemuan rahasia para jenderal calon presiden itu sepakat untuk menyeret para konglomerat hitam yang bersembunyi di Singapura dan Australia. “Tempatnya di salah satu apartemen di Jakarta Utara kediaman salah satu mantan menteri Orde Baru. Yang memfasilitasi pertemuan itu adalah Endriarto Hartono yang menanyakan komitmen mereka terhadap TNI,” cerita Setiabudi. “Besoknya SBY yang diutus ke kedutaan Amerika untuk menyampaikan hasil pertemuan itu.”
Secara pribadi, Setiabudi akan memilih pemimpin yang berasal dari militer. “Siapapun orangnya, asal jangan sipil,” alasan Setiabudi. Menurutnya sipil terlalu kompromi terhadap persoalan KKN. “Taufik Kiemas, dulu itu pura-pura sakit tapi sebenarnya menghadiri ulang tahun seorang konglomerat yang sembunyi di luar,” tambah Setiabudi.
Ia juga mencatat seorang pengusaha yang membiayai aksi demonstrasi yang dilakukan oleh sejumlah LSM dan gerakan mahasiswa menolak militerisme. “Sebenarnya Jakob Nuawea itu cuma tameng, saya tahu pengusaha nakal di belakang dia,” kata Setiabudi yang meminta nama orang itu tidak disiarkan dengan alasan bisa melanggar hukum.
Setiabudi juga meyakini bahwa salah satu capres militer akan menjadi pilihan rakyat dalam pemilu nanti. Pendapatnya ini tidak berdasarkan oleh hasil survei yang dilakukan oleh media-media nasional. “Mereka sedang bergerak di bawah tanah,” kata Setiabudi. “Kita tunggu saja, Indonesia masa depan kelak akan bersih dari KKN dan konglomerat bermasalah akan dituntaskan dengan cara militer.”
© Copyright 2024, All Rights Reserved