Pemilihan legislatif (pileg) di Indonesia sudah dilaksanakan pada Rabu (09/04). Namun, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendapat laporan adanya surat suara yang tertukar. Desakan pemilihan umum (Pemilu) ulang di sejumlah daerah pun mulai bermunculan, tak lama setelah pencoblosan rampung digelar.
Menurut Ida Budhiati, Komisioner KPU, pihaknya terus berkoordinasi dengan KPU provinsi dan kabupaten/kota yang terkait kejadian itu. "Kami terus berkoordinasi untuk mengetahui berapa kekurangan surat suara yang harus ditambah," kata Ida Budhiarti kepada politikindonesia.com di Kantor KPU, Jakarta, Kamis (10/04).
Kepada Elva Setyaningrum, satu-satunya perempuan yang terpilih menjadi anggota KPU periode 2012-2017 ini memaparkan apa saja yang dilakukan, apabila di salah satu tempat pemunggutan suara (TPS) ada surat suara yang tertukar. Selain itu, perempuan kelahiran Semarang, 23 November 1971 ini menjelaskan mengapa harus terjadi Pileg ulang dan kapan waktunya. Lulusan sarjana, magister dan doktor Universitas Diponegoro Semarang ini juga mengungkapkan adanya kecurangan pada Pemilu yang berujung sengketa. Bahkan, ibu dari 2 anak ini memberikan solusi agar kecurangan tak terjadi. Simak hasil wawancara berikut ini!
Apa yang harus dilakukan, jika di salah satu TPS terjadi surat suara yang tertukar?
Sejauh ini kami belum mendapat secara lengkap jumlah TPS yang tertukar surat suaranya. Kami baru mendeteksi sampai wilayah provinsi. Untuk saat ini, kami baru menerima laporan surat suara yang tertukar terjadi di 4 provinsi. Yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali dan Aceh. Untuk mengatasi hal itu, kami pun terus berkoordinasi dengan KPU provinsi dan kabupaten/kota yang terkait kejadian itu. Untuk surat suara yang tertukar, sebelum mengadakan Pemilu ulang, kami sudah menginstruksikan kepada seluruh jajaran KPU daerah untuk mengidentifikasi dan melaporkan kepada KPU mengenai kondisi TPS yang menerima surat suara tertukar. Laporan itu meliputi informasi peristiwa tertukarnya surat suara berupa jumlah, lokasi, jenis surat suara yang tertukar dan nama daerah pemilihan. Selain itu juga melaporkan jumlah pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT), daftar pemilih khusus (DPK), DPT Tambahan dan DPK Tambahan. Karena pada Pileg kali ini hampir di seluruh provinsi di Tanah Air terdapat TPS yang menerima surat suara tertukar, sehingga harus dilakukan pemungutan suara ulang.
Bagaimana penyelesaiannya untuk mengatasi masalah surat suara tertukar?
Untuk mengatasi masalah tersebut, kami sudah mengambil langkah penyelesaian. Pertama, menerbitkan surat edaran (SE) nomor 306/KPU/IV/2014 perihal penanganan surat suara tertukar. Dalam edaran itu disebutkan, jika kelompok panitia pemungutan suara (KPPS) menemukan surat suara tertukar sebelum penghitungan suara, maka penghitungan perolehan suara tidak dilakukan. Namun, jika KPPS baru menemukan surat suara tertukar setelah penghitungan suara berlangsung, maka hasil penghitungan suara dinyatakan tidak sah atau dibatalkan. Kami juga menetapkan pemungutan suara ulang untuk TPS-TPS yang surat suaranya tertukar.
Mengapa Pileg 2014 harus terjadi pemungutan suara ulang atau susulan?
Pileg susulan dilakukan karena surat suara di beberapa daerah tertukar dengan daerah pemilihan lainnya. Tertukarnya surat suara mayoritas diketahui pada saat penghitungan suara. Kami memprediksi tidak sampai 500 TPS yang melakukan pemungutan suara ulang. Seperti di KPU Kota Sukabumi, Jawa Barat (Jabar) ada 91 TPS akan melakukan pemungutan suara ulang karena tertukarnya surat suara untuk DPR RI. Surat suara untuk caleg DPR daerah pilihan (dapil) Jabar IV Kota/Kabupaten Sukabumi tertukar dengan surat suara dari dapil Jabar VI Kota Depok dan Kota Bekasi sehingga pemungutan suaranya harus diulang. Selain itu, terdapat juga daerah yang belum menerima logistik Pemilu karena terhalang medan dan cuaca ekstrem. Di antaranya Kabupaten Yahukimo, Papua baru akan menggelar Pileg pada Sabtu (12/04).
Kapan Pileg ulang tersebut harus dilakukan?
Kami memerintahkan kepada sejumlah Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) untuk menyelesaikan pemungutan dan penghitungan suara ulang paling lambat 15 April. Penyelesaian pemungutan dan penghitungan perolehan suara di tingkat KPPS harus diselesaikan pada tanggal tersebut karena saat itu mulai dilakukan rekapitulasi perolehan suara oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Jadi Pileg ulang di sejumlah daerah tidak harus dilakukan secara serentak. Semua itu tergantung kesiapan logistik dan penyelenggara Pemilu di daerah masing-masing. Karena kami juga sudah menyiapkan 1.000 surat suara cadangan untuk pencoblosan ulang. Penyediaan jumlah surat suara cadangan itu sudah sesuai dengan undang-undang. Jadi Pemilu ulang ini bisa dilakukan lebih cepat bagi tempat pemungutan suara (TPS) yang jumlah pemilihnya sedikit. Seperti Kabupaten Sragen sudah menggelar Pemilu ulangnya hari ini, Kamis (10/04). Karena surat suaranya sedikit, jadi bisa dilakukan lebih cepat.
Apa pendapat Anda mengenai adanya kecurangan dalam Pemilu yang berujung sengketa?
Memang potensi kecurangan pelaksanaan Pemilu dalam semua tingkatan, baik daerah maupun pusat akan selalu timbul. Bahkan, kecurangan tersebut berunjung pada sengketa yang ramai dilaporkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mayoritas peserta Pemilu menuding kecurangan itu karena ketidaknetralan penyelenggara Pemilu. Tapi, untuk mengantisipasi semua itu tergantung pada peraturan teknis yang digunakan. Kalau kita bicara tentang proses dan hasil pemilu, sistem pemilunya harus berintegritas sehingga tak mempengaruhi tingkat kerumitan. Karena itu semua terkait sistem pemilihan di lapangan. Salah satu faktor yang mencegah kecurangan adalah dengan sistem Pemilu sederhana.
Apa yang dimaksud sistem Pemilu sederhana?
Sistem Pemilu sederhana adalah Pemilu yang tidak berimplikasi pada kerumitan secara teknis. Misalnya, dari sisi jumlah peserta Pemilu, kemudian besaran daerah pemilihan, varian daerah dan alokasi kursi. Kemudian teknik atau metode penandaan surat, itu akan berimplikasi secara teknis dalam penyelenggaraan Pemilu. Bayangkan, misalnya peserta Pemilu banyak, variannya banyak, jumlah daerah pemilihan juga banyak. Ini tentu berimplikasi kerumitan pada penyelenggara, juga kesulitan bagi pemilih, jadi bingung.
Menurut Anda, adakah solusi untuk mencegah kecurangan tersebut?
Salah satu faktor yang mencegah kecurangan adalah, pertama sistem pemilu sederhana. Kedua, kalau kami mengibaratkan diri sebagai panitia olimpiade, kami harus menyediakan wasit-wasit terpercaya. Ini bisa dibangun dan diwujudkan dengan cara, menyusun tata cara rekrutmen penyelenggara Pemilu yang teruji dari aspek kemampuan, kapasitas, integritas dan kemandirian. Kemudian, partisipasi dari pemangku kepentingan untuk mengawal, mengevaluasi dan melakukan monitoring terhadap kinerja penyelenggara Pemilu itu juga perlu dioptimalkan. Saya kira itu problematik kalau kita bicara hal-hal terkait kecurangan.
Selama ini KPU menjadi sasaran unjuk rasa ketika terjadi sengketa Pemilu. Bagaimana pendapat anda?
Saya tidak sepakat kalau KPU selalu dijadikan tersangka oleh masyarakat, apabila terjadi kecurangan atau sengketa dalam Pemilu. Karena KPU sejatinya hanya pelaksana undang-undang. Kalau ada problem di undang-undang jadi akan berindikasi di KPU. Nah, di sinilah ke depan, peran strategis KPU melengkapi problematika dalam undang-undang. Baik bersifat multitafsir, tidak singkron, tidak lengkap atau mengundangkan peran strategis KPU sebagai regulator Pemilu yang salah satu wewenangnya membuat peraturan teknis tentang pelaksanaan Pemilu.
© Copyright 2024, All Rights Reserved