Indonesia menginginkan kode etik atau code of conduct (CoC) di Laut China Selatan bisa mengikat secara hukum. Dengan demikian, semua pihak terutama negara yang memiliki klaim atas wilayah itu, bersikap sesuai pedoman.
“Kerangka CoC kan sudah, saat ini tinggal dinegosiasikan isinya. Perundingan tentu saja akan lama karena butuh waktu banyak, sebab kan kami ingin hasilnya ini bisa legally binding,” terang Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kemenlu, Siswo Pramono, kepada pers di Jakarta, Kamis (16/11).
Seperti diketahui, kerangka CoC ini disepakati negara anggota ASEAN dan China pada Agustus lalu setelah proses negosiasi selama bertahun-tahun. CoC ini merupakan pedoman berperilaku di Laut China Selatan untuk menghindari konflik. Sementara, sengketa antara China dan sejumlah negara anggota ASEAN di perairan itu belum rampung.
Siswo mengatakan, perundingan mengenai isi CoC ini akan memakan waktu lama. Salah satu tantangan proses negosiasi ini adalah banyak negara berupaya memasukkan kepentingan nasionalnya dalam kode etik tersebut.
“Masing-masing punya kepentingan nasional berbeda, tapi semua kepentingan tadi masih dinegosiasikan secara politik dan perlu disertakan kondisi kondusif juga dalam perundingannya. Itu yang kami utamakan saat ini selama negosiasi,” tutur Siswo.
Wakil Menteri Luar Negeri, AM Fachrir, menambahkan, saat ini proses negosiasi CoC masih terus berlangsung dan belum ada target penyelesaian.
“Saat ini kami sudah sampaikan zero draft CoC dulu, hal yang mungkin bisa disepakati seluruh pihak. Target agak susah ya karena selama ini harapan kita ya pasti lebih cepat selesai, lebih bagus,” ucap Fachir.
Fachir pun meminta seluruh pihak untuk menjaga stabilitas dan keamanan di kawasan agar tercipta suasana kondusif yang mendukung percepatan perundingan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved