Presiden RI Ketiga BJ Habibie mengungkapkan kegelisahannya pada meredupnya industri dirgantara nasional. Sebab, industri masa depan itu justru dihancurkan dengan asumsi yang dibuat-buat.
Habibie mengatakan hal itu saat menjadi pembicara kunci pada hari ulang tahun Badan Standardisasi Nasional (BSN) ke-20 di Jakarta, Kamis (30/03).
Pada kesempatan itu, mulanya Habibie membahas pentingnya standardisasi untuk memberikan rasa aman bagi masyarakat.
Dia lantas mencontohkan pembuatan pesawat terbang yang standarnya harus memenuhi kualifikasi internasional. Pengujinya juga dari badan dunia sehingga industri dirgantara yang memegang sertifikasi ini akan dipercaya masyarakat dunia.
"Indonesia pun menerapkannya. Bahkan selama 25 tahun industri dirgantara Indonesia berkembang pesat dan dipercaya dunia internasional. Namun, kondisinya berbalik ketika reformasi bergulir. Ada pemikiran yang tidak inovatif," ungkapnya.
Dijelaskan, pada saat reformasi ada pemikiran yang anti-inovasi sehingga industri dirgantara Indonesia diruntuhkan. Industri penerbangan dihancurkan dengan asumsi-asumsi yang diada-adakan. Pada zaman itu pemerintah tak mau lagi membuat pesawat sendiri. Mereka mengandalkan pesawat buatan luar negeri.
"Katanya, buat apa susah bikin pesawat, lebih baik beli saja. Jadi sebenarnya inilah pemikiran yang tidak berkembang. Padahal negara lain berlomba-lomba menciptakan pesawat sendiri, Indonesia justru mengandalkan negara lain," paparnya.
Dia juga menyoroti anggaran ilmu pengetahuan dan teknologi militer yang terlalu kecil. Meski begitu penelitian harus tetap jalan di tengah anggaran yang minim. Karenanya dia mengingatkan para pemimpin di Indonesia harus meneruskan budaya estafet. Sebab, jangan sampai program dari pemimpin sebelumnya malah dipendam.
"Penelitian harus tetap dilakukan. Para peneliti jangan pernah putus asa dengan anggaran yang minim. Karena para peneliti juga bisa mencari bantuan dana dari pihak swasta untuk meneruskan penelitian," tegas Habibie.
© Copyright 2024, All Rights Reserved