Kasus vaksin palsu, pabrik obat palsu dan kasus obat kedaluwarsa, sangat meresahkan masyarakat. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) menjadi lembaga yang paling disorot. Lembaga ini dinilai lemah dalam pengawasan peredaran obat-obatan tersebut. Muncul wacana, untuk memperkuat Badan POM agar lebih efektif dalam mengawasi peredaran obat dan makanan.
Rencana penguatan Badan POM tersebut mendapatkan dukungan dari kalangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani Chaniago bahkan setuju jika Badan POM diberi kewenangan untuk melakukan penindakan hingga pemberian sanksi.
“Penguatan tersebut nantinya bisa memberikan kewenangan pada Badan POM untuk memberikan sanksi. Selama ini Badan POM hanya mengawasi peredaran obat. Ketika ada temuan, Badan POM hanya mempublikasikan tanpa ada tindak lanjutnya. Sedangkan, hasil temuannya diberikan kepada pihak kepolisian," terang politisi Partai Nasdem ini kepada politikindonesia.com di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (14/09).
Kepada Elva Setyaningrum, perempuan kelahiran Lampung, 6 Oktober 1965 mengungkapkan, alasan dirinya setuju dengan penambahan kewenangan Badan POM. Ketua Umum DPP Garda Wanita Malahayati ini menjelaskan dasar hukum untuk penguatan fungsi Badan POM.
Lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia, Jakarta ini juga memaparkan alasannya mendukung Badan POM memiliki kewenangan penyelidikan dan penyidikan. Berikut wawancara.
Badan POM menjadi sorotan, setelah mencuatnya kasus peredaran obat palsu. Anda setuju kewenangan lembaga itu diperkuat?
Saya mendukung penambahan kewenangan Badan POM. Maraknya kasus yang muncul belakangan ini, seperti vaksin palsu, pabrik obat palsu dan makanan kadaluarsa, menunjukkan penambahan kewenangan bagi Badan POM sangat mendesak.
Badan POM harus diberi kewenangan menyidik seperti KPK. Saat ini, kewenangan yang dimiliki Badan POM lebih banyak pencegahan dengan hanya melakukan inspeksi mendadak dan tak bisa melakukan penyitaan dan penyidikan.
Banyak kasus obat dan makanan yeng lolos karena Badan POM tidak bisa mengawal proses hukum. Selama ini, apabila ada temuan dari Badan POM, kasus itu diserahkan ke kepolisian untuk melakukan penanganan. Bahkan, hukuman terhadap pelaku pengedar dan pembuat obat dan makanan palsu tidak membuat efek jera.
Apa dimungkinkan Badan POM punya kewenangan menyidik?
Sangat dimungkinkan. Dengan kewenangan ini, Badan POM bisa membantu tugas kepolisian. Apalagi, peredaran obat dan makanan palsu saat ini semakin marak dan meresahkan masyarakat.
Kalau barangnya dilihat langsung dan harus bisa langsung ditindak, karena punya efek bahaya ke masyarakat.
Akan tetapi, untuk tahap penuntutan, tetap harus ditangani oleh kejaksaan.
Lantas dengan cara apa penguatan kewenangan Badan POM tersebut?
Ada 2 cara yakni dengan Peraturan Presiden dan revisi Undang-Undang terkait Badan POM.
Perpres bisa lebih cepat. Mungkin dalam waktu dekat, Perpres yang memberikan penguatan terhadap Badan POM itu akan keluar.
Cara kedua adalah merevisi Undang-Undang. Dulu dalam Rancangan Undang-Undang terkait Badan POM pernah disisipkan kesediaan farmasi dan pengawasan obat. Jadi sekarang kami di Komisi IX DPR mengatakan BPOM harus punya UU sendiri.
Saat ini, DPR sudah mengusulkan RUU tentang pengawasan obat dan makanan melalui Badan Legislasi (Baleg). Namun karena proses pembahasan RUU lama sementara kasus ini mendesak, kami berharap Presiden mengeluarkan Perpres terlebih dahulu.
Perpres itu diharapkan memberikan kewenangan tambahan bagi Badan POM sambil menunggu penyelesaian UU yang kini bergulir di DPR.
Berapa lama target proses di DPR selesai?
Bisa setahun atau setengah tahun, tergantung perdebatan di DPR.
Anda mendukung Badan POM punya wewenang menyelidik dan menyidik. Alasannya?
Dalam menelusuri obat-obatan ilegal ini membutuhkan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Jadi harus dipantau dan diikuti.
Sementara itu, proses penyelidikan dan penyidikan atas pengawasan obat dan makanan, selama ini hanya dilakukan polisi karena mereka punya sumber daya.
Komisi IX DPR ingin Badan POM juga punya kewenangan seperti polisi.
Jadi kalau kita bicara Pasar Pramuka kemarin, ada beberapa apotek yang ditutup. Itu kan pengawasannya jauh-jauh hari, harus didatangi dulu, harus pura-pura beli dulu.
Badan POM akan nanti kita akan beri kewenangan itu. Setelah adanya perluasan kewenangan, Badan POM tak hanya dapat menindak langsung, namun juga melakukan pencegahan.
Misalnya, pada apotek dan warung yang tak begitu paham perbedaan obat yang asli dan ilegal. Badan POM harus memberikan edukasi melalui sosialisasi. Itu bentuk pencegahannya.
Bagaimana dengan Revisi Peraturan Menteri Kesehatan tentang Kefarmasian yang dikonsultasikan Badan POM ke DPR?
Revisi tersebut dilakukan untuk menambah kewenangan serta memperkuat Badan POM. Ada 3 Permenkes terkait Kefarmasian yang dikonsultasikan ke DPR untuk disempurnakan.
Ketiganya adalah Permenkes Nomor 30 Tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di puskesmas, Permenkes Nomor 35 Tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek dan Permenkes Nomor 58 Tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.
Jadi, nanti peran Badan POM akan diperkuat dengan Permenkes tersebut. Sehingga pengadaan dan penyaluran obat berada dalam pengawasan Badan POM untuk mencegah adanya obat-obat yang dipalsukan. Nantinya, obat yang masuk dan keluar akan dicek Badan POM, jika ditemukan ada obat dari sumber tidak resmi maka akan dilakukan pencegahan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved