Sebuah bangsa perlu memiliki karakter untuk menunjukkan kepribadian yang dimiilikinya. Upaya untuk membangun karakter bangsa harus menggunakan kearifan lokal sesuai dengan jati diri dan landasan budaya kita. Oleh karena itu, pembangunan karakter merupakan suatu hal yang sangat fondamental untuk membangun sebuah bangsa yang maju.
"Kearifan lokal bisa memperkuat persatuan bangsa. Karena dengan kearifan lokal yang dimiliki setiap daerah dapat digunakan untuk membangun karakter bangsa yang tentunya memiliki dimensi historis dan aktual sebagai serta memiliki aspek ideasional," kata Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X pada Seminar Nasional Kebudayaan 2017 di Jakarta, Selasa (21/11).
Menurutnya, pengertian kearifan lokal yang dikuti dari Teezi Marchettini dan Rosini merupakan hasil dari proses trial and error dari berbagai macam pengetahuan empiris dan non empiris, atau yang estetik maupun intuitif. Oleh sebab itu, Sri Sultan juga memahami kearifan lokal sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi di lingkungan komunitasnya.
"Kearifan lokal tertulis bisa ditemui dalam nyanyian, pepatah dan petuah yang bisa dijadikan sebagai acusn perilaku sehari-hari. Selain itu, ada juga kearifan lokal yang berbentuk lisan yang hingga kini diwariskan secara terus menerus dan turun temurun. Apalagi di dalam khasanah budaya etnik nusantara tersebar banyak sekali nilai-nilai keunggulan budaya lokal yang bisa dijadikan sebagai karakter bangsa," ujarnya.
Dijelaskan, khasanah etnik budaya nusantara tersebut, jika direvitalisasi akan mampu memberikan kontribusi dalam merekat semangat kebangsaan. Selain itu, juga mampu menjawab tantangan budaya global. Karena dalam upaya merealisasikan pendayagunaan kearifan lokal untuk memperkuat semangat kebangsaan dapat melibatkan pemimpin etnik. Hal itu bisa dilakukan melalui dialog budaya antar etnik.
"Namun, yang diperlukan saat ini adalah pengukuhan kembali komitmen kita sebagai bangsa. Hal itu dilakukan untuk membangkitkan potensi yang terpendam. Sehingga bangsa ini dapat menyongsong masa depan yang lebih baik dengan menjunjung tinggi prinsip kebersamaan antar etnik. Oleh sebab itu, setiap kelompok budaya hendaknya bisa saling menyapa dan mengenal untuk saling memberi dan menerima," papar Sri Sultan.
Diungkapkan, sebenarnya budaya nusantara memiliki pondasi peradaban yang tinggi dengan sisi baik dan buruknya masing-masing budaya. Namun, sebelum budaya nusantara itu terjalin erat, penjajahan dengan sistematik menghilangkan ingatan kolektif bangsa ini akan asal-usul peradaban tersebut. Bangsa menjadi terpecah belah dan tidak bisa bersatu sebagai sebuah bangsa.
"Sejak saat itulah hingga saat ini, bangsa Indonesia menjadi kehilangan karakter dan jatidiri aslinya yang pernah menjadi perekat nusantara. Sedangkan, saat ini budaya lokal tersebut terus menerus mengalami pergeseran budaya global. Bahkan, permasalahan etnik dan bahasa daerah juga sudah banyak memudar dan ditinggalkan," imbuhnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved