Singapura merupakan negara tetangga yang memiliki arti tersendiri dan sangat strategis bagi Indonesia. Namun hingga kini kedua negara tak memilki perjanjian ekstradisi padahal hampir lima dasawarsa kedua negara saling berhubungan.
Pemimpin kedua negara dibawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Singapura Lee Hsien Loong menganggap penting perjanjian ekstradisi. Karena itu pada pertemuan kedua pemimpin negara tersebut di Jakarta 8 November 2004 lalu sepakat untuk membuat perjanjian ekstradisi. Diharapkan dalam waktu satu tahun perjanjian ekstradisi tersebut selesai, kini perundingan itu memasuki tahap ke-3.
Perundingan antara Indonesia dan Singapura tentang perjanjian ekstradisi Senin (15/8) kembali dimulai yang dilaksanakan di kantor Kejaksaan Agung Singapura. Perundingan yang direncanakan selama dua hari (15-16/8) telah memasuki masalah teknis, yaitu pembahasan naskah atau draf perjanjian yang telah disiapkan kedua belah pihak.
Perundingan di Singapura tersebut merupakan yang ketiga kalinya setelah sebelumnya berlangsung pada 17-18 Januari 2005 di Singapura dan 12-13 April 2005 di Yogyakarta. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Direktur Perjanjian Politik, Keamanan dan Kewilayahan Deplu, Arif Havas Oegroseno.
Dalam perundingan kali ini masing-masing delegasi akan bertukar draf perjanjian ekstradisi yang telah mereka susun. Draf tersebut antara lain berisi daftar jenis-jenis tindak pidana yang dimasukkan dalam perjanjian ekstradisi, termasuk kejahatan korupsi.
Menurut Menlu Hassan Wirajuda beberapa waktu lalu, Indonesia menyertakan setidaknya 20 jenis tindak pidana dalam daftar perjanjian, antara lain kejahatan internasional termasuk tindak pidana kriminal berat, penyelundupan obat-obatan terlarang, pencucian uang atau `money laundering`, dan terorisme.
Indonesia sebenarnya sejak sejak 1974 telah meminta Singapura untuk melakukan kerja sama tentang ekstradisi. Karena untuk mengatasi berbagai masalah hukum yang menyangkut kasus-kasus kejahatan yang membutuhkan perjanjian ekstradisi. Namun, baru pada tahun 2003 Singapura bersedia untuk memulai proses pembicaraan perjanjian setelah PM Goh Chok Tong dan Presiden Megawati Soekarnoputri bertemu di Batam pada 4 Agustus 2003.
© Copyright 2024, All Rights Reserved