Sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Anti Hukuman Mati mendaftarkan permohonan uji materi terhadap Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pembatasan Pengajuan Peninjauan Kembali (PK), ke Mahkamah Agung. SEMA itu dinilai telah menutup hak para terpidana untuk mendapatkan keadilan.
“Dalam hukum harus diperhatikan prinsip kehati-hatian, tidak bisa terburu-buru. Terutama hukuman mati yang tidak bisa direhabilitasi," ujar Peneliti Imparsial Ardi Manto saat mendaftarkan gugatan di Gedung MA, Jakarta, Jumat (17/04).
Ditambahkan, peneliti Intitute Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menilai, SEMA tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan beberapa undang-undang lainnya.
Pertama, SEMA itu dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. MA dinilai tak berwenang untuk membuat peraturan yang berisi materi undang-undang.
Koalisi menilai, SEMA bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia. Pembatasan pengajuan PK dinilai menutup hak terpidana untuk mendapat keadilan dalam proses hukumnya. Kemudian, SEMA tersebut juga dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
SEMA tersebut juga dinilai telah mengintervensi putusan Mahkamah Konstitusi. Dalam putusan MK pada 2013, ditetapkan bahwa pengajuan PK dapat dilakukan lebih dari satu kali. Namun, SEMA No 7 Tahun 2014 memberikan aturan bahwa pengajuan PK bagi terpidana hanya bisa dilakukan 1 kali.
© Copyright 2024, All Rights Reserved