Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar delik tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang tidak dimasukkan ke dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP). KPK menilai, masuknya kedua delik tersebut ke KUHP dapat membatalkan kewenangan KPK untuk memeriksa kasus korupsi.
“Kami sudah mengajukan surat kepada pemerintah tentang RUU KUHP, pada intinya kami menyampaikan delik-delik tindak pidana korupsi (tipikor) tidak diintegrasikan ke dalam RUU KUHP, karena integrasi tersebut akan bermakna bahwa delik tipikor bukan lagi sebagai tindak pidana khusus, tapi menjadi tindak pidana umum. Akibatnya yang justru akan terjadi deligitimasi wewenang KPK memeriksa kasus tipikor," terang pelaksana tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji kepada pers di Jakarta, Selasa (15/09).
Kemarin, Direktur Jenderal Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Widodo Ekatjahjana juga datang ke KPK dan berdiskusi dengan pimpinan KPK terkait RUU KUHP tersebut.
“Begitu pula dengan delik-delik Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) agar tidak diintegrasikan ke dalam RUU KUHP dengan akibat yang sama terhadap KPK," tambah Indriyanto.
Alasan lain adalah adanya asas "Lex Specialis" pada RUU KUHP menyatakn secara tegas dan jelas tetap mempertahankan delik-delik tindak pidana korupsi yang tidak berdampak pada delegitimasi kelembagaan KPK.
“Andai tetap saja delik tipikor diintegrasikan kepada RUU KUHP, harus ada penegasan bahwa penegak hukum, termasuk KPK, tetap memiliki kewenangan melakukan pemeriksaan kasus tipikor atas delik-delik tipikor yang ada di dalam RUU KUHP maupun di luar KUHP. Tanpa masukan ini, dikhawatirkan terjadi delegitimasi kewenangan KPK atas kasus-kasus korupsi," tambah dia.
Indriyanto mengatakan, apabila saran dari KPK ini tidak diindahkan, ia khawatir akan terjadi pelemahan KPK. “Bila tidak (didengar), maka KPK menjadi macan tanpa taring alias macan ompong saja," tegas Indriyanto.
© Copyright 2024, All Rights Reserved