Pemilihan Umum 9 April, tinggal beberapa hari lagi. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Gumelar terus menyuarakan tentang pentingnya keterwakilan perempuan di parlemen. Ditengah gencarnya kampanye parpol, Linda tak kalah gencar berkampanye untuk mendorong masyarakat agar memilih calon anggota legislatif dari kaum perempuan.
“Pilih caleg perempuan, caleg perempuan nyata memberi arti," ujar Linda kepada politikindonesia.com, di Jakarta, Jumat (04/04).
Istri Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar itu mengatakan, saat ini jumlah perempuan yang duduk di parlemen hanya 18 persen. Jumlah itu masih kurang dari ketentuan undang-undang yang seharusnya minimal 30 persen.
"Walau jumlah perempuan di parlemen saat ini masih jauh dari harapan kita dan jauh dari amanat undang-undang yang minimal 30 persen. Tapi setiap tahunnya ada peningkatan jumlah anggota parlemen perempuan. Jangan sampai, pada Pemilu 2014 ini jumlah keterwakilan perempuan malah turun," katanya
Linda mengakui, jika dilihat dari tingkat keterpilihan caleg perempuan di Indonesia saat ini, memang masih rendah. Seringkali caleg perempuan dicitrakan kurang berkualitas dibandingkan caleg laki-laki. Sebagian parpol juga tidak serius memilih caleg perempuan. Bahkan, masih ada partai politik (parpol) yang memanfaatkan caleg perempuan sebagai pendulang suara dan tidak melihat dari kapasitasnya. Padahal banyak caleg perempuan yang mumpuni, punya kualitas dan integritas.
"Data kementerian menunjukkan, jumlah perempuan yang duduk di DPR hanya 18 persen. Sedangkan di MPR dan DPD masing-masing 20 dan 27 persen,” ucap perempuan kelahiran Bandung, 15 November 1951 ini.
Di daerah, tambah dia, jumlahnya lebih sedikit lagi. DPRD Provinsi hanya 16 persen, sedangkan DPRD kota kabupaten hanya 12 persen. “Makanya perlu terus dikampanyekan untuk untuk menambah anggota legislatif perempuan. Jangan sampai, hasil Pemilu 2014 nanti, jumlah perempuan yang duduk di legislatif malah menurun,” ujar dia.
Kepada Elva Setyaningrum, mantan anggota DPR RI tahun 1992-1997 ini memaparkan perkembangan keterwakilan perempuan di parlemen dari Pemilu ke Pemilu. Dia juga mengungkapkan alasannya masyarakat harus memilih caleg perempuan dan menjelaskah langkah-langkah yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas caleg perempuan. Simak hasil wawancaranya!
Menurut Anda, siapa yang bertanggungjawab menyukseskan Pemilu?
Pemilu adalah tanggung jawab bersama agar pelaksanaannya sukses dan sukses menghasilkan anggota legislatif yang mumpuni dan keterwakilan perempuan.
Masalah-masalah yang masih dihadapi tentu adalah bagaimana opini ini dibangun bersama. Jangan ada menyudutkan salah satu apakah laki-laki atau perempuan. Tapi kita bangun satu kehendak bersama untuk menunjukkan bahwa Pemilu Indonesia berjalan dengan baik tidak ada defisit demokrasi dan juga semua berpartisipasi secara aktif. Sehingga Pemilu kali ini bisa menghasilkan anggota legislatif perempuan berjumlah 30 persen dari total keseluruhan. Karena 30persen itu adalah nilai paling minimal karena kalau di bawah itu susahlah bersuara kita perempuan.
Bagaimana perkembangan keterwakilan perempuan di parlemen dari Pemilu ke Pemilu?
Sudah banyak kemajuan. Dari Pemilu 2004 sampai Pemilu 2009 ada peningkatan. Walaupun di dalam UU sudah mensyaratkan 30 persen caleg. Ternyata itu tidak cukup membawa lebih banyak perempuan duduk sebagai legislator. Pada Pemilu 2014 ini perlu perjuangan lebih panjang. Kita harapkan masyarakat sudah semakin pintar dan semakin jeli memilih caleg perempuan. Karena manfaatnya banyak jika bisa menempatkan perempuan yang cukup dalam legislatif untuk kepentingan pemberdayaan perempuan, kesetaraan gender dan perlindungan anak akan lebih banyak manfaatnya. Oleh karena itu, saya berharap masyarakat akan semakin pinter, semakin jeli memilih caleg perempuan. Banyak manfaatnya, jika bisa menempatkan perempuan dalam legislatif.
Mengapa harus memilih caleg perempuan?
Karena perempuan itu lebih teliti, amanah, pekerja keras, jujur, lebih transparan, loyal kepada kontituen dan memiliki banyak sifat yang baik. Memang sifat-sifat tersebut melekat pada seorang perempuan meski tidak bisa disamaratakan kepada semua perempuan. Selain itu, perempuan juga memiliki hak politik yang sama dengan laki-laki. Selain itu, sebenarnya kehadiran perempuan dalam politik menjadi sangat berarti dan penting, khususnya untuk memperbaiki taraf kehidupan masyarakat yang masih belum layak. Termasuk diskriminasi gender hingga kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan publik. Sehingga perempuan mampu memperjuangkan kepentingan kaumnya dan anak-anak. Bahkan, bisa memperjuangkan dan menghasilkan kebijakan yang berperspektif gender. Saya yakin ada perasaan kebersamaan di masyarakat yang akhirnya memilih caleg perempuan. Semoga makin banyak caleg perempuan yang terpilih di Pemilu 2014 ini. Jadi suksesnya Pemilu 2014, jangan hanya diukur dari terlaksananya Pemilu secara prosedural. Tapi secara substansial, Pemilu harus menghasilkan para wakil rakyat berkualitas dalam paradigma kesetaraan gender.
Adakah hal yang mendasari ketertarikan masyarakat untuk memilih caleg perempuan?
Saya rasa, semua itu relatif. Karena ada budaya yang masih menganggap perempuan tugas domestik. Masih ada perempuan yang ikut kata suami. Tapi sekarang sudah banyak perempuan yang bisa menentukan sikapnya. Hal itu dilihat dari masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), jumlah permpuan yang berani melapor sudah meningkat. Perempuan sudah tahu haknya. Perempuan sudah semakin cerdas. Justru, saya khawatir perempuan akan kurang terakomodasi jika partisipasi perempuan lewat wakilnya di legislatif sangat sedikit. Kalau ada perempuan di dalam tentu dia lebih tahu apa yang dia butuhkan.
Bagaimana upaya pemerintah agar caleg perempuan mencapai 30 persen?
Peningkatan jumlah keterwakilan perempuan 30 persen di DPR pusat dan daerah merupakan target pembangunan milenium 2015. Ini menjadi modal sosial yang besar sebagai sebagai landasan kebijakan pembangunan berkelanjutan guna mencapai kesetaraan gender di berbagai bidang pembangunan nasional pada tahun 2025.
Memang itu proses. Dalam UUD dinyatakan 30 persen DCT. Baru DCT. Kita dorong dengan sosialisasi. Itu salah satu cara yang pada saatnya nanti perempuan dipilih oleh semua golongan, bukan hanya perempuan. Juga melakukan sosialisasi dengan caleg yang baru pertama. Sudah menjadi tanggung jawab parpol agar bisa menggerakkan masyarakat atau caleg perempuan ini menyuarakan kepentingan perempuan dan anak. Bahkan, ada beberapa parpol yang caleg perempuan lebih dari 30 persen. Ini berarti sudah ada kesadaranya. Tinggal masyarakatnya memiliki cara pandang yang sama. Perlu sosialisasi melalui media, bahwa mari kita pilih perempuan.
Langkah apa yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas caleg perempuan?
Untuk meningkatkan kualitas caleg perempuan, kami sudah melakukan pendekatan dengan partai politik. Baik secara formal maupun informal. Selanjutnya, kami mengajak agar pemilih memilih caleg perempuan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang bekerjasama bekerja sama dengan berbagai pihak. Di antaranya dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan United Nations Development Programme (UNDP) membekali 4.500 caleg perempuan di seluruh Indonesia dengan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan perempuan. Baru-baru ini kami bersama UNDP melakukan pelatihan untuk caleg perempuan di sembilan provinsi. Seperti di DKI Jakarta, Banten, Lampung, Bengkulu, Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, Bali dan Yogyakarta. Peserta pelatihan tersebut berjumlah 486 orang. Bahkan, setelah terpilih nanti, kami berencana kembali membekali mereka terkait pengarusutamaan gender bersama dengan Kemendagri dan UNDP. Program ini juga untuk anggota laki-laki.
Lalu, apa yang didapat dari pelatihan tersebut?
Dari pelatihan itu, memang ada kesenjangan kemampuan yang besar. Ada caleg perempuan yang sudah matang dan mempersiapkan diri mengikuti Pemilu. Tapi ada juga yang sama sekali tidak mengerti politik dan tidak tahu dunia apa yang akan dimasuki karena dia hanya dipinjam KTP nya untuk memenuhi kuota. Ketidaksiapan itulah yang membuat caleg perempuan tidak bisa bersaing dengan caleg lainnya. Pelatihan tersebut memberikan pengetahuan tentang politik. Selain itu, mereka juga diajari untuk berstrategi memenangkan Pemilu.
© Copyright 2024, All Rights Reserved