Akhiri sudah pertumpahan darah dan air mata di bumi Maluku. Terlalu banyak korban jiwa, penderitaan dan harta benda akibat keserakahan manusia. Mari ‘baku bae’. Itulah harapan yang mengiringi kesepakatan damai kelompok Islam dan Kristen yang berunding di Malino, Sulawesi Selatan, Selasa (12/02/2002).
Pertemuan dua hari itu, diakhiri dengan penandatanganan kesepakatan dan saling berangkulan, berciuman diantara para peserta. Isak tangis meledak, sementara di luar ruang pertemuan hujan deras turun. Konflik antara kelompok Islam dan Kristen di Maluku telah berlangsung sejak Januari 1999, mengakibatkan lebih dari 1.000 orang tewas dan ribuan lainnya mengungsi ke daerah lain.
Ketua delegasi kelompok Islam Tamrin Elly menjelaskan, para peserta akan mensosialisasikan hasil pertemuan Malino dengan memanfaatkan media massa dan media tradisional seperti melalui masjid. Dia berharap kesepakatan Malino menjadi awal membangun kembali wilayah Maluku.
Sementara ketua delegasi Kristen Tonny Pariela menyatakan hal senada. "Rakyat Maluku sudah jenuh dan capek konflik," kata dia. "Karenanya upaya rekonsiliasi yang ditawarkan pemerintah adalah tepat."
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Jusuf Kalla, koordinator pertemuan, menyatakan bahwa pemerintah bersama masyarakat akan melakukan rehabilitasi sosial, termasuk relokasi pengungsi serta penegakan hukum. "Tim investigasi dan tim mediator akan bekerja paling lambat dua bulan setelah kesepakatan dicapai," katanya.
Inilah Sebelas Butir Kesepakatan Malino untuk Maluku:
1. Mengakhiri semua bentuk konflik dan kekerasan.
2. Menegakkan supremasi hukum. Aparat penegak hukum harus bersikap profesional dalam menjalankanm tugas.
3. Menolak dan menentang serta menindak segala bentuk gerakan separatisme yang mengancam keutuhan NKRI, antara lain RMS.
4. Sebagai bagian NKRI masyarakat Maluku berhak berada, bekerja dan berusaha di seluruh wilayah RI. Begitu pula sebaliknya, dengan menaati budaya setempat dan menjaga keamanan dan ketertiban.
5. Segala bentuk organisasi, satuan, kelompok atau laskar yang bersenjata tanpa izin di Maluku, dilarang dan harus menyerahkan senjata atau dilucuti dan diambil tindakan seseuai hukum yang berlaku. Bagi pihak luar yang mengacaukan Maluku wajib meninggalkan Maluku.
6. Membentuk tim investigasi independen nasional untuk mengusut tuntas peristiwa 19 Januari 1999, FKM, RMS, Kristen RMS, Laskar Jihad, Laskar Kristus, pengalihan agama secara paksa dan pelanggaran HAM dan lain-lain sebagainya demi tegaknya hukum.
7. Mengembalikan pengungsi ke tempat semula tanpa paksaan dengan segala hak keperdataannya secara bertahap sesuai situasi dan kondisi.
8. Pemerintah akan membantu masyarakat merehabilitasi mental, sosial, sarana ekonomi dan sarana umum seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, agama serta perumahan rakyat agar masa depan seluruh masyarakat Maluku dapat maju kembali dan keluar dari kesulitan.
9. Guna menjaga ketertiban dan keamanan seluruh wilayah dan masyarakat, kekompakan dan ketegasan TNI/Polri mutlak diperlukan. Sejalan dengan itu, berbagai fasilitas TNI/Polri harus dibangun, dilengkapi dan difunngsikan kembali.
10. Untuk menjaga harmonisasi antar seluruh masyarakat pemeluk agama di Maluku, segala usaha dakwah dan penyiaran agama harus tetap menjunjung tinggi kemajemukan dengan mengindahkan budaya setempat.
11. Mendukung rehabilitasi Universitas Pattimura dengan prinsip untuk kemajuan bersama. Karena itu, sistem rekrutmen dan kebijakan lainnya dijalankan secara terbuka dengan prinsip keadilan dengan tetap memenuhi syarat kualitas yang ditentukan.
Menanggapi disepakatinya perjanjian damai Maluku, di Jakarta (13/02/2002), Wapres Hamzah Haz menyerukan agar kedua kelompok yang bertikai melupakan masa lalu demi efektivitas rekonsiliasi itu.
“Kalau masing-masing pihak dapat menahan diri terutama masing-masing kita dapat melupakan masa lalu, dan kita segera melihat ke depan, saya kira tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan. Kita tidak usah lagi menghitung berapa korban dari keluarga kita. Tapi masa yang lalu itu kita jadikan peringatan bagi kita agar tidak terulang lagi,” papar Hamzah.
Namun Hamzah menilai bahwa penyebab semua konflik selama ini adalah masalah kesenjangan ekonomi. “Tapi saya kira tidak ada penyebab pokok sepenuhnya selain masalah kesenjangan ekonomi. Sebenarnya adanya kesenjangan ekonomi antara masyarakat setempat dan masyarakat pendatang seperti di Kalbar, Kalteng, sering jadi pemicu konflik dan ketegangan,” katanya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved