Dua mantan Presiden Direktur Bank Ficorinvest-Supari Dhirdjoprawiro (periode Agustus 1993-Juli1998) dan S Soemeri (periode Juli 1998-Maret 1999) -dijatuhi hukuman penjara masing-masing selama satu tahun enam bulan. Keduanya dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan jaksa penuntut umum.
Demikian putusan yang dibacakan secara bergantian oleh majelis hakim yang diketuai Zoeber Djajadi dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (13/8). Pembacaan putusan tersebut berlangsung sekitar pukul 10.50 hingga sekitar pukul 17.30, karena majelis hakim membacakan semua isi putusan tersebut, termasuk keterangan saksi-saksi.
Selain menghukum pidana penjara satu tahun enam bulan, majelis hakim juga menghukum Supari dan Soemeri dengan denda sebesar Rp 15 juta subsider tiga bulan kurungan. Tidak hanya itu, majelis hakim juga menghukum kedua terdakwa untuk membayar uang pengganti Rp 16,8 miliar.
Vonis satu tahun enam bulan tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa Eko Bambang Riyadi dan Cecep Sunarto, 29 April 2003, yang menuntut kedua mantan Presiden Direktur Ficorinvest tersebut masing- masing empat tahun.
Menanggapi putusan tersebut, baik Supari maupun Soemeri menyatakan sangat kecewa, apalagi mereka merasa tidak melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerugian negara atau unsur memperkaya diri sendiri. Mereka juga menyatakan tidak mengerti hukuman tambahan, membayar ganti rugi sebesar Rp 16,8 miliar.
"Kami menghormati putusannya. Tetapi yang sebenarnya tidak ada unsur pidana. Karena itu hanya persoalan utang piutang yang sudah dibayar. Kok malah sekarang kami dihukum membayar uang pengganti Rp 16 miliar lebih," ujar Soemeri seusai sidang.
Supari yang didampingi penasihat hukumnya, Soesabdo Marmosoedjono, dan Soemeri yang didampingi penasihat hukumnya, Soeprijadi, menyatakan akan mengajukan banding atas putusan tersebut.
Tidak hanya Supari dan Soemeri yang menyatakan akan banding putusan tersebut, jaksa Cecep Sunarto pun seusai sidang menyatakan akan mengajukan banding atas putusan majelis hakim.
"Kalau putusan pidananya kurang dari dua pertiga dari tuntutan yang diajukan jaksa, maka kami akan mengajukan banding," ujar Cecep Sunarto.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa Supari Dhirdjoprawiro dan S Soemeri terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi, yang dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut. Keduanya terbukti menyalahgunakan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 16,8 miliar.
Namun, khusus untuk dakwaan kedua yang didakwakan jaksa kepada Soemeri-yaitu ketika selaku presiden direktur melakukan transaksi dengan tidak mengindahkan Bank Ficorinvest yang bersaldo debet dan mengizinkan penarikan uang sebesar Rp 4,7 miliar-majelis menyatakan dakwaan tersebut tidak terbukti dan membebaskan Soemeri dari dakwaan.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim sependapat dengan jaksa bahwa kedua terdakwa dalam jabatannya atau kedudukannya sebagai presiden direktur terbukti bersalah melakukan perbuatan melawan hukum. Terdakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan yang bertentangan dengan praktik perbankan yang sehat. Perbuatan tersebut adalah melakukan pencairan kredit pada saat PT Bank Ficorinvest bersaldo debet (saldo negatif). Padahal, hal tersebut dilarang karena bertentangan dengan keputusan presiden, keputusan Menteri Keuangan, ketentuan/peraturan Bank Indonesia.
Sebelum menjatuhkan pidana, majelis hakim menyebutkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Hal yang memberatkan yakni dalam menjalankan tugas para terdakwa tidak menjalankan prinsip kehati-hatian dalam perbankan, di mana bank dalam keadaan saldo debet. Tidak hanya itu, dalam menggunakan bantuan likuiditas, terdakwa masih cenderung profit oriented, bukan menjaga likuiditas dari banknya.
Adapun hal meringankan adalah para terdakwa belum pernah dipidana, sopan, dan tidak menyulitkan persidangan. Selain itu, perbuatan terdakwa dilakukan dalam kondisi sulit yakni krisis ekonomi, terdakwa cukup berumur, berkurang kesehatannya, masih dapat diharapkan di kemudian hari tidak mengulangi perbuatannya, serta terdakwa tidak menikmati hasil dari perbuatan tersebut.
Putusan tersebut oleh penasihat hukum Soesabdo dan Soeprijadi dianggap aneh karena dalam perkara tersebut tidak ada kerugian negara, tetapi majelis hakim menghukum mereka dengan membayar uang pengganti sebesar Rp 16 miliar lebih.
"Menurut majelis, terdakwa tidak menikmati keuntungan, tidak melakukan perbuatan melawan hukum, tapi mengapa harus bayar uang pengganti," kata Soemeri.
© Copyright 2024, All Rights Reserved