SEJALAN dengan momentum Hari Anti Korupsi Sedunia 2024, Senin 9 Desember 2024, serta menjelang pergantian tahun, bangsa ini perlu melakukan refleksi bahwa di antara persoalan kebangsaan yang sangat mendasar dan berpotensi menghambat kemajuan adalah masalah defisit integritas.
Beberapa persoalan lain yang sering disorot publik, di antaranya ekonomi, politik, hukum, dan teknologi tentu juga penting tetapi tanpa adanya integritas publik yang kuat. Maka persoalan bangsa akan sulit diatasi karena perlu ditopang dengan fondasi moralitas publik yang rapuh jika masalah integritas tidak ditangani.
Secara modal insani untuk kemajuan bangsa, saat ini memang betul bahwa semakin banyak warga negara yang berpendidikan tinggi. Tidak sedikit doktor di berbagai bidang termasuk bidang politik, ekonomi, hukum dan teknologi yang lulus dari perguruan tinggi, baik dalam dan luar negeri. Tidak sedikit juga diantara mereka yang sudah mencapai gelar keilmuan tertinggi sebagai professor.
Sumber daya manusia potensial tersebut tentu seharusnya menjadi modal utama dalam menguatkan kepemimpinan bangsa di tahun 2025. Namun tidak sedikit pula, sumber daya manusia yang tersangkut masalah pelanggaran integritas sehingga potensi keilmuannya menjadi kurang bermakna dalam menguatkan dan memajukan bangsa.
Alih-alih memajukan bangsa sebagian pemimpin khususnya di sektor publik justru menjadi parasit bangsa. Mereka menggerogoti bangsa untuk kepentingan pribadi dan golongannya.
Jika kita flashback, sebenarnya upaya serius pemberantasan korupsi sudah dilakukan dari awal masa reformasi yang ditandai dengan ditetapkannya Undang- Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selanjutnya kedua instrumen tersebut diperkuat dengan ditetapkannya lembaga khusus, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam perspektif etika, KPK juga merilis sembilan nilai integritas yang bisa mencegah terjadinya tindak korupsi, yaitu jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil. Pendekatan ini merupakan bagian dari upaya preventif korupsi.
Untuk mendorong komitmen instansi pemerintah, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) juga memiliki kebijakan Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).
Dari kebijakan yang dikeluarkan oleh beberapa lembaga yang memiliki otoritas dalam pemberantasan korupsi tersebut, menunjukkan bahwa sepertinya jurus untuk mengatasi korupsi sudah dilakukan dari berbagai penjuru mata angin. Namun, apakah langkah-langkah tersebut sudah efektif? Hal ini menjadi pertanyaan mendasar bagi kita semua untuk melakukan evaluasi sekaligus mencarikan jalan keluar atas kebuntuan penanganan korupsi tersebut.
Persoalan korupsi tersebut sepertinya masih menjadi PR besar defisit bangsa ini. Parahnya persoalan ini, dalam sektor pemerintahan, tidak hanya terjadi di ranah eksekutif yang bersentuhan langsung dengan masyarakat melalui pelayanan publik, tetapi juga di ranah cabang kekuasaan lainnya termasuk legislatif dan bahkan yudikatif.
Alhasil adalah tidak mengherankan apabila kualitas penyelenggaraan negara di bangsa ini masih dianggap sarat dengan penyakit korupsi. Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi yang dipublikasikan oleh Transparency International, skor Indonesia pada tahun 2023 cenderung stagnan, sama seperti tahun 2022 yang berada pada skor 34.
Stagnasi ini dapat mengindikasikan belum adanya kemajuan dalam penanganan masalah korupsi. Kondisi ini juga dapat menjadi alarm bagi pemerintahan baru agar lebih waspada terhadap masalah korupsi. Bahkan, jika melihat Indeks Perilaku Antikorupsi yang dikeluarkan BPS, terjadi penurunan dari 3,92 pada tahun 2023 menjadi 3,85 pada skala 0-5 pada tahun 2024 yang menandakan semakin mendesaknya penanganan korupsi. Selain itu, Survei Penilaian Integritas semakin menegaskan tingkat kerawanan Indonesia terhadap korupsi.
Sementara itu, tahun 2024 kurang dari sebulan lagi akan segera berlalu dan tahun 2025 akan segera tiba di mana kabinet merah putih memiliki tantangan sekaligus peluang dalam penguatan integritas dan penanganan korupsi. Titik demarkasinya dalam kabinet ini sudah ada. Hal itu tercermin dalam cetak Biru Asta Cita yang ketujuh yaitu memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba.
Untuk mewujudkan Asta Cita ketujuh tersebut sangat ditentukan dengan seberapa kuat kepemimpinan berintegritas di tahun 2025. Dengan kata lain di tahun 2025, pada hakikatnya bangsa ini memerlukan pemimpin baik tingkat nasional maupun lokal, serta baik dari cabang kekuasaan eksekutif, legislatif maupun yudikatif yang mengedepankan atau mengarusutamakan integritas dalam kepemimpinannya.
Kemajuan beberapa negara maju telah terbukti ditentukan dengan seberapa serius perhatian terhadap penguatan integritas bangsa mereka. Keseriusan tersebut antara lain ditunjukkan dengan kepemimpinan yang berintegritas. Misalnya, sebagai negara yang memiliki ranking yang tinggi di tingkat global, penguatan integritas di Belanda tidak terlepas dari kuatnya faktor kepemimpinan tersebut.
Faktor kepemimpinan integritas di sini tentunya tidak hanya tercermin dalam jargon, tetapi juga dalam merealisasikan tata kelolanya. Pemimpin publik dalam hal ini perlu berperan sebagai CIO (Chief Integrity Officer). Sebagai CIO, pemimpin birokrasi berperan dalam perencanaan, melaksanakan dan memonitor efektivitas program penguatan integritas di birokrasi. Melalui peran mereka, diharapkan berbagai kebijakan terkait pemberantasan korupsi tidak hanya menjadi law in book tetapi juga law in action.
Tentu menjelang tahun 2025 kita semua berharap kiprah para pemimpin pemerintahan, tidak hanya Presiden tetapi juga para pemimpin di berbagai tingkatan dan sektor dalam mengarusutamakan integritas publik.
Mereka harus menguatkan standar integritas dan mengawalnya sampai Indonesia benar-benar menjadi bangsa yang kuat fondasi integritasnya dan maju serta sejahtera rakyatnya sebagai buah manis dari kepemimpinan integritas tersebut. Langkah penting tersebut selaras dengan tagline Hari Anti Korupsi Sedunia, teguhkan komitmen berantas korupsi untuk Indonesia maju.
*Penulis adalah pemerhati integritas publik dan analis kebijakan ahli Tk Madya, LAN RI
© Copyright 2024, All Rights Reserved