RAGAM persoalan baru yang menjadi tantangan riil, utamanya di sektor ekonomi, terus tereskalasi akibat ketidakpastian global yang berlarut-larut sekarang ini.
Jika tidak ditangani dengan bijaksana, semua tantangan riil itu pada gilirannya akan menyentuh langsung aspek kesejahteraan bersama.
Karena itulah semua elemen bangsa dipanggil dan diajak bergotong royong untuk menanggapi ragam tantangan riil saat ini.
Namun, keterlibatan semua elemen bangsa untuk merespons ragam tantangan itu tentu saja tidak boleh menghilangkan fungsi dan kewajiban bersama melaksanakan check and balances.
Sebaliknya, mekanisme checks and balances harus selalu hidup dan dihidupkan oleh dinamika negara-bangsa yang demokratis. Bahkan, lebih dari itu, mekanisme checks and balances harus berfungsi dan bekerja efektif. Dengan demikian, akan terwujud tata kelola negara-bangsa yang akuntabel.
Dengan mekanisme checks and balances yang efektif, tata kelola negara-bangsa yang dilaksanakan oleh tiga cabang kekuasaan, meliputi legislatif, eksekutif dan yudikatif, pun akan berjalan dengan efektif pula.
Efektivitas tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) legislatif, ekesekutif dan yudikatif akan terwujud karena mekanisme check and balances mewajibkan masing-masing lembaga negara saling mengawasi dan memelihara keseimbangan sehingga kekuasaan tidak terpusat pada satu lembaga. Aspek pengawasan semakin diperkuat karena juga dilaksanakan oleh publik.
Lazim jika fungsi checks and balances dijalankan oleh kekuatan oposisi. Sebaliknya, wajar juga jika pemerintah yang berkuasa mengajak semua elemen masyarakat, termasuk elemen kekuatan politik, untuk bekerjasama (koalisi) dalam tata kelola negara-bangsa.
Ajakan untuk berkoalisi selalu dilandasi kebutuhan, bahkan termasuk pertimbangan atau alasan sangat strategis. Misalnya, tantangan riil yang tidak ringan yang sedang atau akan dihadapi negara. Pertimbangan strategis lainnya adalah demi terwujudnya harmoni antar-elemen masyarakat pasca pemilihan umum (Pemilu).
Dua kebutuhan dan pertimbangan strategis seperti itulah yang melandasi keputusan dan langkah politik Presiden Joko Widodo -- sebagai pemenang Pilpres 2019 -- mengajak lawannya, sosok Prabowo Subianto, untuk berkoalisi dalam pemerintahan sekarang ini. Berkat langkah itu, rivalitas antar-kelompok masyarakat bisa direduksi, dan stabilitas nasional serta ketertibangan umum bisa dirawat dan dijaga dengan baik.
Sebagai Wakil Ketua Umum Partai Golkar, anggota koalisi dari pemenang Pilpres 2024, saya memahami dan merasakan bahwa pasangan presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, ingin mengajak semua elemen masyarakat untuk bergotong royong menghadapi tantangan riil yang sedang mengemuka saat ini.
Indonesia pun tak bisa menghindar dari ragam tantangan itu. Kesediaan semua elemen masyarakat untuk bekerjasama menghadapi tantangan sekarang ini, dengan sendirinya, akan menjadi faktor pendorong bagi terwujudnya harmoni antar-elemen masyarakat pasca Pemilu.
Adalah fakta bahwa masyarakat sempat terkotak-kotak karena perbedaan pilihan politik. Kecenderungan seperti ini tentu saja tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.
Untuk mereduksi potensi masalah di kemudian hari, saya sampai pada kesimpulan bahwa tatanan politik Indonesia saat ini hingga beberapa waktu ke depan belum membutuhkan oposisi di parlemen.
Sebaliknya, seluruh partai politik termasuk Golkar seyogyanya sepakat dan mendukung inisiatif pasangan presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, untuk mengajak semua kekuatan politik berkoalisi dan membangun kerja sama bergotong royong melanjutkan pembangunan nasional, sambil menghadapi dan menanggapi ketidakpastian global saat ini.
Ada dua pertimbangan utama mengapa saya sebagai Ketua MPR RI menyampaikan hal ini. Pertama, semua tokoh dan elite politik dari semua kekuatan politik idealnya fokus pada upaya bersama memulihkan harmoni di antara sesama anak bangsa. Pemilu telah usai. Kini, saatnya memulihkan silahturahmi di antara semua dan sesama elemen bangsa. Pihak-pihak yang belum dapat menerima keputusan resmi atas hasil Pemilu diberi peluang untuk mengajukan keberatan melalui jalur hukum.
Pertimbangan kedua, tantangan riel di bidang ekonomi saat ini cukup berat. Demikian beratnya sehingga diperlukan kesediaan semua elemen masyarakat untuk bergotong royong menghadapi ragam tantangan itu.
Sebagaimana telah diungkap sebelumnya, ketidakpastian global akibat konflik dan perang di beberapa kawasan menimbulkan gangguan cukup serius terhadap dinamika perekonomian dunia. Ada faktor suku bunga acuan yang naik, gangguan rantai pasok, naiknya harga minyak mentah di pasar dunia hingga faktor melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Oleh faktor utang luar negeri dan faktor ketergantungan dari impor minyak, Indonesia otomatis terdampak oleh tingginya suku bunga dan naiknya harga minyak mentah dunia, serta menguatnya nilai tukar dolar AS.
Tak hanya para ekonom, sebagian masyarakat pun sudah paham bahwa APBN tahun berjalan sedang mengalami tekanan lumayan berat karena naiknya harga minyak mentah, tingginya suku Bunga acuan dan faktor melemahnya rupiah terhadap dolar AS.
Nilai atau belanja impor minyak menjadi lebih mahal. Subsidi bahan bakar minyak (BBM) ikut membengkak. Menguatnya nilai tukar dolar AS di tengah suku bunga acuan yang tinggi menyebabkan pengeluaran untuk membayar pokok dan bunga utang luar negeri menjadi lebih besar dari sebelumnya.
Sebagian masyarakat pun tahu bahwa bahwa pemerintah saat ini memilih kebijakan menahan harga BBM bersubsidi yang dijual Pertamina pada tingkat yang sekarang, walaupun di saat yang sama produsen BBM lainnya sudah menaikkan harga jual.
Sudah dipastikan bahwa pemerintah tidak akan menaikkan harga BBM hingga Juni 2024 nanti. Terkait BBM bersubsidi itu, hanya pemerintah yang tahu apa yang akan terjadi di bulan Juni mendatang.
Pilihannya memang tidak mudah. Pasalnya, ketika harga energi dinaikan, dampaknya sangat signifikan. Biaya produksi naik. Mau tak mau, harga barang dan jasa ikut naik. Laju inflasi menjadi sulit dikenalikan. Kenaikan harga barang dan jasa akan memperlemah daya beli atau konsumsi masyarakat. Kalau sudah begitu, taruhannya adalah prospek pertumbuhan ekonomi.
Untuk mereduksi semua potensi masalah itulah dibutuhkan kesediaan semua elemen masyarakat untuk bergotong royong. Bekerjasama atau koalisi tidak otomatis mengeliminasi kewajiban bersama melaksanakan fungsi checks and balances. Kritik atau koreksi kebijakan pun bisa dilakukan dari dalam organisasi satuan kerja.
*Penulis adalah Ketua MPR RI
© Copyright 2024, All Rights Reserved