Mahkamah Konstitusi (MK) membolehkan pernikahan antar rekan satu kantor. Pernikahan tersebut dianggap tidak bertentangan dengan konstitusi dan hak manusia yang hakiki.
Dalam putusannya, MK membatalkan frasa “kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dibatalkan dan tidak mengikat,” yang tercantum dalam Pasal 153 ayat (1) UU No 13/2013 tentang ketenagakerjaan.
Pasal itu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
“Mengadili, mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Arief Hidayat, membacakan amar putusan, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (14/12).
Larangan pernikahan bagi suami-istri yang satu kantor bagi karyawan swasta dan BUMN tersebut, digugat oleh 8 orang karyawan. Mereka adalah Jhoni Boetja, Edy Supriyanto Saputro, Airtas Asnawi, Syaiful, Amidi Susanto, Taufan, Muhammad Yunus, dan Yekti Kurniasih.
Kedelapan orang itu meminta agar Pasal 153 ayat 1 huruf f UU Ketenagakerjaan dibatalkan sepanjang frasa “kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama”.
Para pemohon menilai Pasal 153 Ayat 1 huruf f UU Ketenagakerjaan tersebut menjadi alasan bagi pengusaha untuk melarang perkawinan sesama pekerja dalam suatu perusahaan yang sama. Padahal, menikah adalah melaksanakan perintah agama.
© Copyright 2024, All Rights Reserved