Setelah Nurdin Khalid yang ditetapkan Kejaksaan Agung (Kejakgung) menjadi tersangka kasus Koperasi Distribusi Indonesia (KDI) sebesar Rp156 miliar, kini mantan Menneg Pendayagunaan BUMN Tanri Abeng juga ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi privatisasi PT Jakarta International Container Terminal (JICT), anak perusahaan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, sebesar Rp12,9 miliar.
Kini, tampaknya lembaga dibawah pimpinan MA Rachman ini sedang bermain-main dengan kasus lama. Kenapa? Seharusnya kasus-kasus ini sudah sampai di pengadilan karena sejak dulu juga memang sudah pantas dijadikan tersangka. Dan itu bukan hanya Nurdin, Tanri, tetapi masih banyak lainnya. Sebut saja Setya Novanto, Manimaren, Baramuli pada skandal Bank Bali.
Seriuskah Kejaksaan Agung untuk menuntaskan kasus-kasus lama ini? Atau hanya sebatas konsumsi publik yang hanya ingin menunjukkan bahwa Kejakgung ada kerjaan untuk membrantas KKN? Atau hanya untuk mencari setoran tambahan? Tentu publik akan memonitor tuntasnya kasus-kasus KKN ini.
Kalau mau jujur dan bicara hati nurani, sebenarnya ada hal yang sangat janggal dari lembaga penyidik kasus korupsi ini. Yakni tidak pernah tuntasnya sebuah kasus serta amat terasa unsur diskriminasi dalam menentukan perkara-perkara (pilih bulu). Jika tidak demikian, tentu perkara KKN yang disidangkan di pengadilan sudah antri. Sebab, banyak sekali bukti dan tersangka yang sudah pantas duduk di kursi pesakitan.
Disamping itu, jika sudah duduk di kursi pesakitan, ya tersangkanya jangan dibebaskan seperti Djoko Tjandra, sementara Sjahril Sabirin—dalam kasus yang sama, dikejar-kejar terusssss. Dan yang perlu disadari oleh para petinggi negara, rakyat Indonesia itu tidak bodoh dan sudah tahu serta paham tentang aturan dan pranata hukum yang berlaku di negerinya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved