Isu komando teritorial (koter) mencuat setelah Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto menegaskan akan menggunakan lembaga tersebut untuk mencegah terorisme di tanah air pada peringatan hari jadi TNI 5 Oktober lalu. Pro dan kontra mewarnai wacana yang dilempar Panglima TNI itu, untuk menjawab kegusaran berbagai pihak akhirnya Panglima kembali angkat bicara.
Panglima mengingatkan bahwa peran dan fungsi komando teritorial (koter) adalah untuk melakukan deteksi dini dan pencegahan terhadap aksi terorisme di tanah air yang belakangan menjadi sorotan dunia.
"Koter saat ini selain menjalankan peran dan fungsi pertahanan, juga membantu kepolisian untuk melakukan deteksi dini dan pencegahan adanya aksi terorisme," katanya, seusai memberikan pengarahan kepada seluruh jajaran Kotama TNI Angkatan Darat, di Mabes AD, di Jakarta, Rabu (12/10).
Endriartono juga menjelaskan bahwa peran dan fungsi koter dalam masalah pertahanan negara tidak pernah ‘mati’ karena itu tidak ada istilah diaktifkan kembali. Bahkan kini untuk memenuhi tuntutan jaman, peran dan fungsi koter ditambah untuk membantu kepolisian memberikan informasi tentang semua hal yang mengarah pada kegiatan terorisme.
Deteksi dini dan pencegahan terhadap kemungkinan aksi terorisme, menurut Endrartono, lebih penting dilakukan dibanding mengungkap siapa pelaku aksi teror. Pada tahap inilah fungsi intelijen tidak akan berjalan efektif jika tidak disertai masukan dan informasi sebanyak-banyaknya dari masyarakat.
"Koter melalui Bintara Pembina Desa (Babinsa) yang selama ini banyak berinteraksi dengan rakyat, dapat menjalankan fungsi tersebut dengan memberdayakan masyarakat untuk lebih memahami situasi lingkungannya, terutama jika melihat hal-hal yang mengarah pada kegiatan terorisme," jelas Panglima TNI.
Panglima juga mengingatkan bahwa peran masyarakat dalam memberikan informasi sangat penting. Informasi masyarakat itulah yang nantinya oleh Babinsa dan para prajurit TNI di lapangan disampaikan kepada pihak kepolisian sebagai bentuk deteksi dini dan pencegahan terhadap aksi terorisme.
"Fungsi intelijen, tidak hanya dilakukan oleh badan-badan dan institusi intelijen. Setiap prajurit dan elemen masyarakat lainnya adalah badan pengumpul keterangan. Fungsi intelijen akan efektif jika banyak masukan dan informasi yang diberikan masyarakat," tegas Endriartono .
Panglima juga terlihat realistis dan ingin menjawab kekhawatiran sebagian pihak bila koter digunakan untuk kepentingan politik praktis. Saat ini segala tindakan TNI harus dalam koridor hukum, begitu juga dalam melakukan deteksi dini dan pencegahan aksi terorisme.
“Intinya, upaya deteksi dini dan pencegahan aksi terorisme dilakukan oleh TNI sesuai kewenangannya bekerjasama dengan Polri, sedangkan penindakan hukum tetap dilakukan oleh kepolisian," ucap Endriartono. Lebih lanjut Panglima menjelaskan bahwa Babinsa tidak mempunyai kewenangan untuk menangkap seseorang.
Berbagai isu memang sempat menyelimuti keberadaan koter antara lain isu rivalitas antara TNI dan Polri dan ingin kembalinya TNI ke dunia politik praktis. Namun semua isu tersebut dibantah Panglima TNI.
Tentang rivalitas, Endriartono mengungkapkan bahwa teknis koordinasi TNI-Polri dalam penanganan terorisme sudah berjalan baik, bahkan hal tersebut sudah terjadi sejak sejak pemerintah Presiden Megawati Soekarnoputri. "Jadi tidak ada rivalitas antara TNI dan Polri dalam hal intelijen, terutama dalam penanganan aksi terorisme," ungkapnya dengan nada sedikit tinggi.
Sementara itu tentang isu melalui koter TNI ingin terjun ke dunia politik praktis dijawab Panglima TNI, "TNI sama sekali tidak berniat untuk kembali berpolitik praktis. TNI hanya ingin memberikan yang terbaik untuk bangsa dan negara ini, salah satunya dengan membantu kepolisian memberikan informasi tentang semua hal yang mengarah pada kegiatan terorisme."
© Copyright 2024, All Rights Reserved