Pendapat ahli yang disampaikan pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra dan pakar hukum perdata Erman Rajaguguk meringankan posisi Anas Urbaningrum dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Dalam persidangan lanjutan perkara gratifikasi Hambalang dan pencucian uang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (03/09) malam. Yusril menyampaikan penilaiannya mengenai kapan hak dan kewajiban anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai penyelenggara melekat.
“Kalau sudah ditetapkan terpilih tapi belum dilantik apakah terhadap orang itu dapat dikenakan konsekuensi pidana sebagai penyelenggara negara?” tanya Anas.
Yusril menjelaskan, jika seseorang sudah terpilih sebagai penyelenggara negara tapi belum dilantik, maka orang tersebut belum bisa dikatakan sebagai penyelenggara negara. “Tidak sama sekali. Mengukur illegal activity dari seseorang tetap dibutuhkan otoritas. Dalam hal ini sebelum diambil sumpah jabatan seseorang belum menjadi penyelenggara negara," jelas Yusril.
Dalam dakwaan jaksa, Anas diduga menerima gratifikasi sebuah mobil Harrier dengan nomor polisi B 15 AUD. Mobil seharga Rp670 juta itu diterima Anas pada September 2009. Sementara, ia baru dilantik sebagai anggota DPR per 1 oktober 2009.
Sementara itu, Erman Rajaguguk menjelaskan terkait posisi seseorang yang berada di luar struktur sebuah korporasi. Orang itu hanya bisa bertindak mewakili korporasi tersebut jika orang itu memiliki surat kuasa. “Seseorang yang berada di luar PT bisa bertindak, tidak mungkin kalau dia tidak punya surat kuasa. Dan seseorang yang disebut pemilik PT harus masuk dalam anggaran dasar PT,” ujar dia.
Sementara Jaksa Penuntut Umum mempertanyakan terkait praktek yang sering ditemukan di lapangan. “Soal pertanggungawaban pidana korporasi, dalam prakteknya ditemukn pihak yang bisa menggerakkan korporasi tapi secara formil tidak masuk dalam korporasi. Apakah orang tersebut bisa dimintai pertanggungjawaban pidana?" tanyanya.
Menurut Erman, jika seseorang tidak masuk dalam struktur korporasi, maka orang tersebut tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana korporasi. "Orang itu tidak bisa dituntut tindak pidana korporasi," ujarnya.
Namun, ia menyampaikan orang tersebut bisa saja dijerat dengan tindak pidana lain. "Kemungkinan ada saja, tapi tidak dengan UU Perseroan Terbatas," tambahnya.
Pendapat Yusril ini berbeda bertolak belakang dengan pendapat ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada, Prof Edward Omar Sharif, dan ahli hukum perdata dari UGM, Prof Siti Ismijadi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan sebelumnya.
Menurut Edward, anggota DPR terpilih meskipun belum dilantik bisa dijerat delik pidana jika menerima hadiah yang berkaitan dengan kewenangannya sebagai anggota DPR. Meskipun belum dilantik, menurut dia, kualitas anggota DPR terpilih itu sama dengan kualitas anggota DPR yang telah dilantik.
© Copyright 2024, All Rights Reserved