Pengadilan kasus penyelewengan dana non bujeter Bulog yang melibatkan Ketua DPR Akbar Tanjung sebagai terdakwa mulai digelar. Ketika membacakan dakawaan, di PN Jakarta Pusat, Senin (25/03/2002), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fachmi SH menegaskan adanya pelanggaran tindak pidana korupsi oleh terdakwa Akbar Tandjung, Dadang Sukandar dan Winfried Simatupang yang dianggap menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 40 milyar.
Atas pelanggaran pasal-pasal tindak pidana korupsi tersebut, ketiganya dapat dikenai ancaman hukuman seumur hidup atau 20 tahun penjara. Setelah pembacaan dakwaan, pihak kuasa hukum Akbar Tandjung langsung mengajukan eksepsi atau keberatan terhadap dakwaan JPU.
Menanggapi dakwaan, kuasa hukum Akbar yang terdiri dari Amir Syamsuddin, Denny Kailimang, John H Waliry, Marthen Pongrekun menilai dakwaan JPU tersebut tidak diuraikan secara cermat, jelas dan lengkap sehingga dapat dianggap batal demi hukum.
“Karena tugas, fungsi dan kewenangan terdakwa I (Akbar Tandjung) selaku Mensesneg berdasarkan ketentuan Keppres No 104 adalah terbatas pada pemberian dukungan staf dan pelayanan administrasi kepada presiden dan wapres,” demikian salah satu eksepsi pihak kuasa hukum.
Unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana pada diri Akbar Tandjung dianggap tidak terbukti. Sementara menyangkut penggunaan dana nonbudgeter Bulog adalah sesuai dengan kebijakan dari Presiden BJ Habibie saat itu. Penggunaan dana nonbudgeter sebesar Rp 40 milyar yang dipakai untuk pembagian sembako di lima provinsi juga adalah atas saran dari pejabat sementara Kabulog saat itu Rahardi Ramelan.
Setelah persidangan, Amir memaparkan dakwaan JPU dinilai kurang memperhatikan asas-asas hukum, sehingga kalau diujikan dalam kalimat-kalimat dakwaan akan terlihat bahwa dakwaan itu menjadi tidak jelas, tidak cermat dan kabur.
Sementara JPU Fachmi SH menilai, pernyataan pihak kuasa hukum menyangkut dakwaannya merupakan hak pengacara selaku pembela Akbar Tandjung. “Menurut saya itu tidak masalah dan itu hal biasa dalam persidangan tapi saya mempunyai teori hukum sendiri,” tegasnya.
Fachmi juga menganggap pengembalian dana Rp 40 milyar oleh terdakwa Winfried Simatupang tidak menghapus tindak pidana yang dilakukan ketiganya. Majelis hakim akhirnya memutuskan melanjutkan persidangan tanggal 1 April mendatang.
Diketahui, hingga saat ini, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) belum dapat mengabulkan permohonan penangguhan penahanan ataupun pengalihan penahanan terhadap Akbar Tandjung yang diajukan istrinya serta kuasa hukumnya. Hal ini juga berlaku terhadap terdakwa lainnya dalam kasus dugaan penyalahgunaan dana nonbudgeter Bulog sebesar Rp 40 milyar, yaitu Dadang Sukandar dan Winfried Simatupang.
Ketua Majelis Hakim Amir Zakaria mengungkapkan, “Menyangkut adanya surat permohonan penangguhan penahanan dari istri terdakwa I serta salah seorang penasihat hukumnya, serta permohonan penangguhan penahanan dari terdakwa II dan III, majelis hakim menyatakan bahwa permohonan tersebut sampai saat ini belum dapat dikabulkan, “ujarnnya. Bersama empat anggota majelis antara lain, Andi Samsan Nganro, I Ketut Gede, Heri Swantoro dan Pramudana.
Hal belum dikabulkannya penanggguhan penahanan, menurut Amir , majelis masih mempertimbangkan permohonan tersebut. Soal kemungkinan dikabulkan, Amir berpendapat hal itu disediakan oleh UU. "Kami akan tetap mengajukan permohonan tersebut," ungkapnya.
Menyikapi pernyataan majelis hakim, terdakwa Akbar Tandjung yang juga Ketua Umum DPP Partai Golkar usai persidangan mengatakan kepada wartawan, bahwa dirinya menyerahkan sepenuhnya proses hukum tersebut kepada majelis hakim, kendati dirinya bersama dua terdakwa lain sudah menjalani penahanan di Rutan Kejagung sejak tanggal 7 Maret hingga saat ini. Saat berkasnya dilimpahkan ke PN Jakpus, juga telah ditetapkan perpanjangan penahanan terhadap ketiga terdakwa selama 30 hari terhitung sejak tanggal 14 Maret.
© Copyright 2024, All Rights Reserved