Para nelayan kini bisa bernafas lega. Pemerintah per 2 September, telah mencabut kebijakan pengurangan BBM sebanyak 20 persen bagi nelayan untuk kapal di bawah 30 Gross Ton (GT). Dengan dilonggarkannya aturan tersebut tidak ada lagi pembatasan volume dalam mengonsumsi BBM untuk nelayan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo mengatakan, dengan dicabutnya kebijakan itu oleh Badan Penyelenggara Hulu Hilir (BPH) Migas per tanggal 2 September 2014 para nelayan sudah dapat melaut dengan normal kembali. Nelayan mendapatkan pasokan alokasi BBM bersubsidi pada tahun 2014 sebanyak 1,8 juta kiloliter (KL).
Cicip menjelaskan, sebelumnya, sejak tanggal 4 Agustus 2014, BBM jenis solar hanya dilayani mulai jam 08.00-18.00. Pembatasan waktu penjualan itu dilaksanakan di wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Bali.
“Bahkan, solar untuk nelayan dikurangi sebanyak 20 persen untuk kapal di bawah 30 GT. Jadi kalau memang ada pemotongan harus disamakan dengan nasional sebesar 4,5 persen," ujarnya kepada politikindonesia.com di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Jakarta, Kamis (04/09).
Dijelaskan, dari hasil koordinasi pihaknya bersama pemangku kepentingan terkait telah dihasil 5 kesepakatan dalam normalisasi pasokan BBM bersubsidi bagi nelayan sampai akhir tahun ini. Pertama, alokasi BBM solar bersubsidi/Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) untuk nelayan mencapai 702.504 KL. Kedua, untuk pengaturan dalam pendistribusian solar bersubsidi akan dilakukan oleh KKP dan PT. Pertamina.
“Selain itu, untuk menjamin ketersediaam dan kelancaran pendistribusian JBT bersubsidi, kami akan menyampaikan pembagian alokasi per wilayah kabupatan/kota yang memiliki SPDN/ SPBN/ SPBB per 2 bulan dilengkapi dengan rencana volume pendistribusian BBM bersubsidi/ JBT. Kami pun masih menunggu rincian kuota pendistribusian BBM dari masing-masing daerah," paparnya.
Menurutnya, apabila pendistribusian BBM kepada nelayan di suatu wilayah tidak terdapat penyaluran tersebut, maka BBM bersubsidi bisa diambil di SPBU/ APMS yang ditunjuk oleh kepala daerahnya atau terminal BBM PT. Pertamina. Karena penyaluran solar bagi nelayan selama ini disalurkan melalui depot solar seperti SPBN di sentra-sentra nelayan.
"Sekarang penyalurannya sudah ditentukan, khususnya bagi nelayan. Nantinya, daerah yang membantu memantaunya. Selain itu, kami bersama pihak terkait akan menyiapkan rencana kebutuhan BBM bersubsidi/ JBT khusus untuk nelayan tahun 2015 per kabupaten/kota," ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Perikanan Tangkap KKP Gellwyn Jusuf menambahkan, saat ini jatah solar nelayan masih ada 702.540 KL. Sebanyak 670 ribu KL di antaranya dipasok oleh Pertamina. Sedangkan, sisanya dipasok distributor yang lain yakni PT. AKR (31.379 KL) dan PT. SPN (1.160 KL). Namun, jumlah SPBN saat ini masih minim. Baru ada sekitar 250 SPBN. Padahal jumlah sentra nelayan mencapai 1.500 hingga 2.000 buah.
"Karena itu butuh pengawasan ketat sehingga solar bersubsidi benar-benar sampai pada yang berhak. Nantinya kami akan memberikan data alokasi kebutuhan solar per wilayah kota/kabupaten untuk periode dua bulan. Karena saat ini, kami masih menunggu alokasi yang dibutuhkan oleh setiap wilayah agar bisa disalurkan solar bersubsidi," ucapnya.
Pihaknya berharap, setelah adanya kesepakatan ini, tidak ada lagi cerita nelayan tak melaut karena tidak mendapat solar. Sebab, akibat pengendalian penyaluran BBM bersubsidi ini, harga komoditas mengalami lonjakan. Pasokan menurun karena berkurangnya hari melaut.
"Kondisi kelangkaan BBM sudah berdampak langsung kepada nelayan. Karena solar adalah komponen pokok bagi nelayan untuk mencari ikan. Permintaan kami sekarang, solar bersubsidi itu bisa disalurkan secara tepat,” katanya.
Pada kesempatan yang sama Senior Vice President Fuel Marketing and Distribution Pertamina Suhartoko mengungkapkan, pihaknya hanya melaksanakan apa yang menjadi permintaan BPH Migas sebagai pengatur hilir. Selain itu juga, pihaknya sudah menerima surat baru untuk menganulir agar Pertamina menyalurkan 670 ribu KL sampai 31 Desember mendatang.
"Kami berharap, KKP bisa segera memberikan data rinci soal kebutuhan setiap daerah agar kami bisa segera mengalokasikan kebutuhan itu. Kami akan menyalurkan solar ke SPBN yang ada. Sedangkan, sentra nelayan yang belum memiliki SPBN, bisa membeli solar di SPBU dengan membawa rekomendasi dari dinas terkait atau KKP," ujarnya.
Ketua Umum Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Yussuf Solichien menyatakan, pihaknya bersyukur karena pengurangan jatah solar 20 persen tidak jadi dilakukan. Sebab, kebijakan pengurangan jatah solar bagi nelayan membuat nelayan tidak bisa melaut dan mengalami kebangkrutan. Saat ini, dengan jatah 720 ribu KL, nelayan baik kapal besar dan kecil bisa tetap melaut. Tapi harus ada pengawasan yang kuat.
"Untuk ke depannya, saya menginginkan agar ada semacam kartu pintar untuk nelayan supaya pemakaian solar bersubsidi bisa terpantau. Dengan begitu, solar bersubsidi tidak salah sasaran karena kartu tersebut terintergrasi dengan data perbankan, KKP, dan Pertamina," katanya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved