Mengantisipasi tindak kejahatan pencucian uang atau {money laundry} yang kian marak, DPR menyetujui disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, atau yang lebih dikenal RUU Pencucian Uang ke dalam Undang-Undang (UU) di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (25/03/2003).
Proses pengesahan RUU tersebut sempat menimbulkan kontroversi karena sebagian pihak masih mempersoalkan keabsahan UU itu. Persetujuannya dinilai tidak mutlak dilakukan oleh angota dewan
Pengesahan dilakukan dengan pemberian tanda tangan secara kolektif dari 309 anggota-anggota DPR. Rapat yang berlangsung di aula Nusantara V, Gedung DPR / MPR Senayan Jakarta disepakati oleh semua fraksi DPR tidak terkecuali Fraksi Perserikatan Daulatull Ummah (F-PDU) yang banyak memberikan kritikan tentang RUU tersebut.
Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar mengatakan, meski bukan satu hal yang baik, pemberian tanda tangan secara kolektif ini akhirnya menjadi teknik alternatif menyetujui RUU tersebut menjadi UU, karena kinerja anggota dewan yang terbilang molor dan lamban. Muhaimin pun memberikan peringatan kepada para anggota dewan yang kinerjanya mulai mengalami kemunduran agar lebih konsisten terhadap tugas-tugasnya sebagai wakil rakyat.
Pemberian tanda tangan secara kolektif guna menyetujui UU tersebut oleh banyak pihak dinilai tidak relevan dan masih juga diperdebatkan, karena rapat pengesahannya ternyata hanya dihadiri 50 anggota dewan. Mengomentari hal tersebut, Muhaimin kembali menuding oknum-oknum anggota DPR yang memang tidak pernah menyetujuinya dan selalu melalaikan tugasnya, terutama kehadirannya dalam rapat DPR yang dinilainya selalu absen.
DPR memang sejak lama mendesak untuk disahkannya RUU tersebut menjadi UU, mengingat semakin maraknya tingkat kejahatan {money laudry} di Indonesia. Lewat UU tersebut pun nantinya akan segera dibentuk Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), yang diharapkan mampu mengendalikan dan mengurangi aliran dana hasil kejahatan yang masuk ke Indonesia.
Melalui PPATK, DPR pun berharap lembaga tersebut mampu menjadi institusi yang independen yang dapat melacak transaksi keuangan yang mencurigakan dari sumber manapun. Oleh karena itu DPR pun berharap agar presiden mampu menunjuk orang-orang yang jujur dan memiliki kredibilitas mengemban tugas-tugasnya di badan PPATK nantinya.
Sementara itu banyak pihak meragukan dengan disahkannya UU tersebut, dikhawatirkan akan mengurangi arus investasi dalam negeri yang akan memperburuk kondisi perekonomian nantinya. Tidak cuma itu, dengan disahkannya UU itu, pemerintah pun akan menemukan kesulitan untuk mendapatkan pinjaman luar negeri.
Menghindari kemungkinan-kemungkinan tersebut, pemerintah perlu melakukan {chek and balance} terhadap mekanisme UU nantinya, dan menjamin orang-orang yang duduk di kelembagaan PPATK nantinya harus memenuhi kualifikasi agar semuanya dapat berjalan dengan baik.
Sementara Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra mengatakan dengan di sahkannya RUU tersebut dapat menjadi landasan hukum mencegah pendanaan terhadap terorisme. Dengan disahkannya UU ini, ia juga berharap nantinya Indonesia lebih koperatif dan konsisten memerangi kejahatan pencucuian uang, karena selama ini belum ada penelitian pencucian uang di Indonesia.
Setiap orang yang datang dan pergi keluar negeri harus melaporkan ke pihak bea cukai untuk mencegah terjadinya pelarian rupiah dan pencucian uang. Mengenai orang-orang yang duduk di lembaga PPATK nantinya, akan diusulkan Menteri Keuangan atas persetujuan Presiden.
© Copyright 2024, All Rights Reserved