Saat ini, orientasi dunia kedokteran sudah tercampur dengan sistem liberalis dan kapitalis. Rumah sakit yang memperkerjakan para dokter cenderung berorientasi mencari keuntungan dibanding memberi pertolongan dan pelayanan kepada pasien. Idealisme dokter, sesuai sumpah Hipokrates pun kini semakin luntur.
Setidaknya, demikian pandangan yang disampaikan Ketua Fraksi Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ribka Tjiptaning kepada politikindonesia.com, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (04/12).
Dijelaskan politisi perempuan dari Partai Demkorasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini, seharusnya pekerjaan dokter saat ini mengabdi untuk melayani kesehatan masyarakat. Namun, idealisme itu saat ini telah bergeser. Inilah mengapa kerap terjadi penolakan pasien, terutama warga miskin sehingga banyak pasien miskin yang tak dilayani secara maksimal. Padahal dalam sumpahnya mereka harus melayani berdasarkan perikemanusiaan.
“Saat ini yang kita lihat hanya kesalahan sistem hampir di semua rumah sakit di Indonesia. Orientasi farmasi yang ada sekarang bukan untuk melayani tapi malah liberalis dan kapitalis. Para pemilik rumah sakit tujuannya bukan untuk menolong tapi komersil, hanya mencari uang dan keuntungan semata," ungkap perempuan kelahiran Solo, Jawa Tengah, 1 Juni 1958 ini.
Kepada Elva Setyaningrum, dokter lulusan Universitas Kristen Indonesia (UKI) tahun 1990 ini berbicara panjang lebar soal idealisme dokter dan sikapnya bahwa dokter dan rumah sakit tak boleh meminta uang muka sebagai syarat pelayanan. Ribka juga bicara soal aksi mogok massal dokter sebagai bentuk protes atas putusan kasasi Mahkamah Agung yang menghukum penjara 10 bulan 3 dokter spesialis kandungan dr Dewa Ayu Sasiary Prawani SpOG, dr Hendry Simanjuntak SpOG dan dr Hendy Siagian, SpOG atas dakwaan melakukan malapraktek. Berikut petikan wawancaranya.
Menurut Anda, bagaimana kinerja dokter saat ini?
Sepertinya, dokter zaman sekarang sudah tidak percaya lagi dengan ilmu yang dia miliki. Lihat saja, saat memeriksa pasien, dokter langsung menanyakan kepada pasien apa yang dirasakan. Kemudian menganjurkan serangkaian tes lab.
Jadi semua pendeteksi penyakit termasuk hanya masalah panas badan harus melalui laboratorium. Dengan ini terlihat sekali seorang dokter tidak mempercayai ilmu yang dia peroleh selama menjalani pendidikan di perguruan tinggi. Mereka lebih mempercayai laboratorium dengan teknologi-teknologi yang menjanjikan.
Inilah yang membuat kapitalisme dan neoliberalisme masuk dengan mudah dan merusak dunia kedokteran. Dokter bahkan kadang tidak tahu mahalnya biaya yang harus dibayar pasien.
Setelah ditelusuri, ternyata, siapa pun dokter yang mengeluarkan perintah pemeriksaan laboratorium terhadap pasien, ia mendapat bagian fee sebesar 15 persen dari keseluruhan biaya laboratorium yang dibayarkan oleh pasien.
Anda melihat ini yang merusak idealisme dokter di Indonesia?
Pasien menjadi sangat terbebani apabila pekerjaan dokter dikaitkan dengan mencari uang. Saya meminta kepada pemerintah untuk dapat merubah sistem manajemen rumah sakit hingga kelayakan seorang menjadi dokter. Mengapa saya minta seperti itu? Karena saya melihat idealisme dokter di Indonesia sudah luntur. Semuanya bertindak karena uang.
Sebenarnya, profesi dokter ini pekerjaan sosial atau berdagang? Seharusnya mereka tidak mencampuri pekerjaan sosial dengan mencari uang.
Bagaimana dengan persyaratan uang muka dalam mendapatkan pelayanan kesehatan?
Sebenarnya, baik rumah sakit atau dokter tidak boleh menarik uang muka dari pasien sebagai syarat agar pasien tersebut mendapat pelayanan. Ini adalah praktik curang dan bisa menyulitkan pasien.
Praktek seperti ini sebenarnya dilarang dalam Pasal 32 Undang-Undang Kesehatan dan ada sanksinya. Pasal itu mengatakan bahwa rumah sakit tidak boleh menolak pasien. Apabila gara-gara pasien tak bisa memberikan uang di depan kemudian pasien meninggal, maka hukumannya 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Seharusnya, pelayanan terhadap pasien dilakukan tanpa memandang kemampuan finansial pasien terlebih dahulu. Jadi, rumah sakit tidak boleh meminta uang terlebih dahulu sebagai syarat agar pasien tersebut dilayani.
Apakah sikap rumah sakit atau dokter yang seperti itu bisa dipidanakan?
Ya, sudah pasti bisa.. Dokter yang mempersulit pasiennya yang sedang kritis akan dipidanakan. Ada Pasal 32 di UU Kesehatan sudah jelas hukumannya. Kalau minta uang dan berbelit-belit mengakibatkan kematian itu bisa dituntut dan salah. Kalau minta uang didepan, itu salah. Jadi dokter juga tidak kebal hukum.
Bagaimana tanggapan Anda mengenai aksi mogok massal dokter yang dilakukan beberapa waktu lalu?
Kalau hanya sebagai solidaritas, saya anggap itu wajar. Seperti aksi buruh ketika membela satu temannya yang dirumahkan. Mereka turun ke jalan. Dokter bukan Tuhan dan profesinya juga tidak kebal hukum. Sebagaimana tertuang dalam Undang Undang Dasar (UUD) 1945, bahwa semua rakyat sama di mata hukum. Begitu juga dalam aturan UU Kesehatan, tercantum kedaulatan pasien. Tapi terkadang dokter tidak membacanya. Begitu pula pasien.
Akan tetapi, kalau seorang dokter sudah bekerja maksimal sesuai standar dan prosedur medis, kemudian pasien meninggal dunia, itu tidak bisa ditindak secara hukum. Kalau minta uang dan berbelit-belit mengakibatkan kematian itu salah dan jelas, bisa dituntut.
Apa pandangan Anda dengan peristiwa yang menimpa dokter Ayu?
Peristiwa yang menimpa dokter Ayu bisa menjadi peringatan bagi para dokter terhadap kasus dalam penanganan pasien di dunia kedokteran. Apabila, benar dokter-dokter yang bersangkutan sudah berusaha maksimal namun pasien meninggal, maka dokter tidak bisa dipersalahkan.
Saya memaklumi ada aksi solidaritas untuk dokter Ayu, tapi sebaiknya tidak diwujudkan lewat aksi mogok kerja. Sesuai sumpah dokter, aksi tersebut juga harus dibarengi dengan perikemanusiaan terhadap hak-hak dan kedaulatan pasien. Solidaritas boleh, tapi sumpah Hipokratesnya dipakai, yaitu mengutamakan kemanusiaan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved