Draf terakhir Rancangan Undang- Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) menuai banyak kritik. Selain terdapat beberapa kelemahan, ada dua pasal yang berbeda namun sama bunyinya.
Salah satu kritik tersebut bersumber dari Prof Dr Andi Hamzah. Andi Hamzah membeberkan bahwa dalam Buku I RUU KUHP ada kekeliruan karena ada dua pasal yang bunyinya sama. Pasal yang dimaksud adalah Pasal 37 dan Pasal 54 yang kalimatnya sama persis, yakni Seseorang yang melakukan tindak pidana tidak dibebaskan dari pertanggungjawaban pidana berdasarkan alasan penghapus pidana, jika orang tersebut telah dengan sengaja menyebabkan terjadinya keadaan yang dapat menjadi alasan penghapus pidana tersebut.
"Saya mohon maaf atas kekeliruan besar ini. Beruntunglah belum dikirim ke DPR. Ini namanya autokritik, kalau pendapat lain di pengadilan itu namanya dissenting opinion," ujar Andi Hamzah. Untuk itu, pasal yang sama isinya harus dicabut karena merupakan kesalahan fundamental. Dengan demikian, jumlah pasal tidak lagi 727 pasal, tetapi 726 pasal.
Melihat proses sosialisasi RUU KUHP yang sangat terbatas, tampaknya sasaran dari kegiatan ini akan sulit tercapai. Sangat sulit tampaknya untuk memberi pencerahan kepada masyarakat atas dasar konsep ide-ide dasar dalam RUU KUHP.
Guna lebih memasyarakatkan konsep dan ide yang tertuang dalam RUU KUHP, sepantasnya pemerintah lebih giat dan lebih banyak melakukan proses sosialisasi kepada masyarakjat dari berbagai kalangan. Sehingga ketika draf RUU KUHP masuk ke DPR, setidaknya seluruh aspek yang akan melahirkan kontroversi sudah bisa diminimal.
Menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaluddin sosialisasi RUU KUHP sangat penting sebelum pemerintah menyerahkan draf tersebut ke DPR untuk dibahas. "Draf tersebut bukan revisi, tetapi pembaruan Hukum Pidana. Karena itu, dalam sosialisasi tersebut diharapkan adanya masukan-masukan dari berbagai kalangan," ungkap Hamid.
© Copyright 2024, All Rights Reserved