Pertemuan Regional dan Konsultasi Pemangku Kepentingan dalam Agenda Pembangunan Pasca 2015 adalah upaya besar yang membutuhkan koleksi data, konsultasi panjang dengan segala macam pemangku kepentingan, perdebatan konstruktif, dan segudang analisis dan proyeksi. Hasil pekerjaan ini akan menentukan apakah dalam dekade mendatang, 7 miliar penduduk dunia menuju dunia yang lebih baik, lebih maju, lebih damai, dan makmur.
Demikian disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menyampaikan pidato kunci pada Pertemuan Regional dan Konsultasi Pemangku Kepentingan dalam Agenda Pembangunan Pasca 2015, di Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua, Bali, Kamis (13/12).
Pertemuan ini merupakan rangkaian panjang untuk mencari masukan bagi penyusunan agenda pembangunan pasca berakhirnya Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2015 mendatang. “Kami belum memiliki judul yang mewah. Untuk saat ini, kita hanya menyebutnya Agenda Pembangunan Pasca 2015," ujar SBY di awal pidatonya.
SBY menyebut, proses ini melibatkan upaya besar di seluruh dunia yang membutuhkan koleksi data, konsultasi panjang dengan segala macam pemangku kepentingan, perdebatan konstruktif, dan segudang analisis dan proyeksi. “Hasil dari pekerjaan ini akan menentukan apakah dalam dekade mendatang, 7 miliar penduduk dunia menuju dunia yang lebih baik, lebih maju, lebih damai, dan makmur," Presiden SBY menjelaskan.
Di sisi lain, sambung Presiden, proses ini juga akan menentukan apakah dunia malah akan jatuh ke dalam perangkap konflik yang makin meningkat, ketimpangan, dan putus asa.
Presiden SBY, bersama PM Inggris David Cameron dan Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf, adalah ketua bersama (co-chairs) High Level Panel on Post 2015 Development Agenda. Panel yang dibentuk Sekjen PBB ini bertugas merumuskan kerangka agenda pembangunan pasca berakhirnya MDGs tahun 2015 mendatang.
Menurut Presiden SBY, MDGs yang berlaku sejak tahun 2000 merupakan proyek yang langka dan bersejarah. Sebelum itu, ujar SBY, masyarakat dunia belum pernah menyetujui serangkaian sasaran pembangunan global dengan jangka waktu tertentu. “MDGs adalah sesuatu yang unik karena tidak dipaksakan oleh satu negara atau kelompok negara pada orang lain,” ujar SBY.
Tujuannya sukarela, dirancang oleh semua bangsa, disepakati oleh semua untuk kebaikan semua. “Negara-bagian besar, menengah, dan kecil mengambil peran dalam MDGs sebagai pemegang saham bersama," lanjut SBY.
Meskipun banyak negara berhasil mencapai MDGs, secara keseluruhan tujuan untuk memberantas kemiskinan tetap menjadi tantangan. Sebuah penelitian Brookings Institute, lanjut SBY, mengungkapkan tahun 1990 sekitar 80 persen orang yang hidup dalam kemiskinan berada di negara-negara berpenghasilan rendah. Saat ini, jumlah ini menurun menjadi 10 persen.
“Ini merupakan perkembangan yang menggembirakan. Namun, pada saat yang sama, sejumlah negara dihadapkan pada peningkatan kemiskinan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa 49 persen dari orang yang hidup dalam kemiskinan sekarang berada di negara-negara berpenghasilan menengah yang stabil, dan 41 persen di negara-negara rapuh," ujar SBY.
Kemiskinan memang masalah yang kompleks dan multidimensi. Oleh karena itu perlu ada pendekatan komprehensif karena berkaitan dengan begitu banyak faktor, dari pertumbuhan penduduk hingga bencana alam.
Pertemuan dan konsultasi ini dihadiri oleh sejumlah lembaga non pemerintah dari Indonesia, Asia Tenggara, Asia Timur, dan kawasan Pasifik. Mereka, antara lain, Indonesian Youth Conference, Indonesian Future Leaders, Young Leaders of Indonesia Alumni Community, Idenesia, dan G8 and G20 Alumni Network. Kemudian Asia Pacific Youth Organization, Australia-ASEAN Society, International Policy Analysis Network, Asia Pacific Week Alumni, Global Voices, Makkah Youth Council for Development, dan UNDP. Sejumlah menteri kabinet Indonesia bersatu II juga hadir dalam acara ini.
© Copyright 2024, All Rights Reserved